Senin, 09 September 2013

TAQWA DAN ULIL ALBAB



TAQWA DAN ULIL ALBAB
Oleh  :  pak Agus Balung

Kita semua tahu, bahwa untuk  mencapai tingkat ketaqwaan tertentu, kita tidak bisa terlepas dari proses pembelajaran. Dengan belajar seseorang menjadi paham. Dengan pemahaman itu, maka  ia akan menjadi yakin. Dengan keyakinan ia akan  menjadi seorang yang beriman. Dan dengan keimanannya, maka ia akan berproses menjadi taqwa.
Dengan demikian, ketaqwaan memiliki kaitan sangat erat dengan sikap pembelajaran itu. Di dalam Al Qur’an, orang yang terus belajar dari lingkungannya disebut sebagai ulul albab. Alias, orang yang terus menerus menggunakan akalnya untuk memahami ayat-ayat Allah. Bukan hanya ayat-ayat yang terdapat di dalam Al Qur’an melainkan juga yang terdapat di alam semesta.

Ayat berikut ini misalnya, menunjukkan bagaimana seorang ulul albab selalu belajar hikmah dari ayat-ayat alam semesta atau yang kita kenal sebagai ayat-ayat kauniyah itu. QS. Ali Imran (3): 190 – ‘’Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (pelajaran) bagi orang-orang yang berakal (ulul albab).’’

Ada dua jenis pembelajaran yang digambarkan dalam ayat tersebut. Yang pertama adalah tentang benda-benda, diwakili oleh ‘langit dan bumi’. Dan yang kedua, adalah tentang peristiwa yang diwakili oleh ‘silih bergantinya’ siang dan malam hari.
Artinya, seorang ulul albab adalah seorang pembelajar sejati terhadap segala peristiwa dan benda-benda yang ada di sekitarnya. Tak ada yang terlewatkan, karena semua itu adalah ilmu Allah yang dihamparkan dengan penuh hikmah.

Penekanan untuk selalu belajar itu sedemikan kuatnya di dalam Al Qur’an, sehingga sampai ditegaskan berulang-ulang dalam ratusan ayat. Mulai dari ayat-ayat yang sekedar bersifat informasi, sindiran, perintah, sampai klaim penegasan bahwa untuk bisa belajar haruslah menggunakan akal kecerdasan sebagai seorang ulul albab.

Ayat berikut ini, bahkan juga memberikan penegasan bagi yang ingin belajar makna Al Qur’an, mau tidak mau harus menjadi seorang ulul albab.
 Jika tidak, maka ia tidak akan bisa memetik hikmah dari firman-firman Allah. Kenapa bisa demikian?
Karena, ayat-ayat Al Qur’an tidaklah selalu mudah untuk dipahami. Ada yang mudah dan sederhana yang disebut sebagai ayat muhkamat, dan ada yang lebih sulit karena maknanya samar dan harus dipahami secara holistik dan merujuk ke sains, yaitu ayat-ayat mutasyabihat .
Hanya orang-orang yang menggunakan akal saja yang bisa mengambil pelajaran darinya. Dialah sang ulul albab.

QS. Ali Imran (3): 7 – ‘’Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepadamu. Di antara (isi)-nya ada ayat-ayat yang muhkamaat (jelas), itulah pokok-pokok isi Alqur'an. Dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat (samar). Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat mutasyaabihaat untuk menimbulkan fitnah (dan) mencari-cari ta'wilnya. Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak bisa mengambil pelajaran (darinya) kecuali orang-orang yang berakal (ulul albab).’’

Maka tidak heran Rasulullah menangis semalaman sampai matanya sembab ketika menerima wahyu tentang ulul albab itu. Yakni, wahyu QS. Ali Imran (3): 190-191.
Padahal, sepanjang hidup beliau tidak pernah menerima wahyu sampai menangis sehebat itu. Sampai-sampai, Bilal yang melihat kondisi beliau di waktu menjelang Subuh itu sangat mengkhawatirkan keadaan Rasulullah, jangan-jangan beliau sakit. Tetapi dengan tersenyum beliau menggelengkan kepala, dan menjelaskan bahwa beliau baru saja menerima wahyu yang membuat jiwa beliau bergetar hebat. Lengkapnya, adalah sebagai berikut.

QS. Ali Imran  : 190-191 – ‘’Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang hari terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (ulul albab), (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk ataupun berbaring, dan mereka bertafakur tentang penciptaan langit dan bumi (sehingga memperoleh kesimpulan): "Ya Tuhan kami, tidak ada yang sia-sia segala yang Engkau ciptakan ini. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.’’

Kenapa Rasulullah sampai menangis sehebat itu, padahal ayat tersebut bukanlah ayat yang menegur Nabi, atau ayat yang menceritakan kesedihan. Bahkan, sebenarnya ayat itu adalah ayat ilmu pengetahuan. Ayat yang mendorong setiap muslim untuk menjadi seorang ulul albab.
Ya, karena beliau adalah seorang ulul albab sejati yang memiliki kemampuan memahami peristiwa dengan sangat mendalam. Sehingga, ‘sentilan’ tentang penciptaan langit dan bumi itu tergambar dengan sangat mengagumkan bagi beliau.
Apalagi ayat itu diwahyukan di Madinah, dimana Rasulullah sudah mengalami perjalanan Isra’ Mi’raj menembus dimensi langit ketujuh sampai di Sidratul Muntaha. Beliau seperti sedang bernostalgia atas perjalanan fenomenal tersebut.

Selain itu, ayat ini menjadi landasan yang sangat kokoh bagi umat Muhammad untuk meningkatkan kualitas keimanannya menjadi bertaqwa. Cara paling hebat untuk mendekatkan diri bagi seorang hamba kepada Tuhannya. Sehingga dalam sejumlah ayat, Allah menegaskan tidak akan bisa memahami ayat-ayat Allah sebagai pembelajaran jika tidak menjadi seorang ulul albab, sebagaimana  disampaikan di atas.

Umat Islam harus menjadi umat yang ulul albab. Yang mengedepankan akal sehatnya dalam beragama. Sehingga tidak gampang diakal-akali oleh siapa pun.
Inilah agama yang terus menerus memberdayakan umatnya untuk menjadi orang-orang pintar, yang suka bekerja keras dan bekerja cerdas, penuh keikhlasan dan kesabaran, serta mengorientasikan hidupnya karena Allah semata.

Dengan cara ini, umat Islam akan terhindar dari berbagai keburukan, dan bisa mencapai berbagai kebaikan dalam kehidupannya. Meskipun, secara alamiah, tak jarang keburukan bisa terlihat lebih mengesankan dan menarik hati.
Tetapi, karena seorang ulul albab adalah seorang pembelajar sejati yang memiliki kualitas tinggi dalam memahami dan menganalisa masalah, maka insya Allah keputusan-keputusan selalu dalam koridor petunjuk Allah Sang Maha Berilmu lagi Maha Bijaksana. 

Dalam QS. Al Maa-idah : 100, Allah berfirman – ‘’Katakanlah: Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun kebanyakan yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.’’

 Semoga Allah membimbing kita semua menjadi sang pembelajar sejati dalam kehidupan ini. Amin.  Insya Allah.
Wallahua’lam bissawab.

Tidak ada komentar: