ADA
APA DENGAN NISFU SYA’BAN…?
Oleh
: pak Agus Balung
Bulan
Sya'ban yang dalam masyarakat Jawa disebut juga dengan bulan
"Ruwah". Bulan ini dikenal sebagai bulan yang penuh
keistimewaan dan keutamaan. Bulan Sya'ban seringkali dilupakan orang, karena
terletak di antara dua bulan yang mulia yaitu bulan Rajab yang merupakan salah
satu dari bulan mulia, dan bolan Ramadhan yang merupakan bulan yang tidak perlu
kita ragukan lagi kemuliaannya.
Didalam masyarakat terdapat beberapa
hadis yang menunjukkan keutamaan nisfu
syaban. Ada yang shahih, ada yang dhaif, bahkan ada pula yang palsu.
Berikut ini beberapa hadis tentang nisfu syaban yang
masyhur di masyarakat.
Pertama,
إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ مِنْ
شَعْبَانَ فَقُوْمُوْا لَيْلَهَا وَصُوْمُوْا نَهَارَهَا فَإِنَّ اللهَ يَنْزِلُ
فِيْهَا لِغُرُوْبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُوْلُ أَلاَ مِنْ
مُسْتَغْفِرٍ لِيْ فَأَغْفِرَ لَهُ أَلاَ مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ أَلاَ
مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ أَلاَ كَذَا أَلاَ كَذَا حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ
“Jika datang malam pertengahan bulan Sya’ban, maka
lakukanlah qiyamul lail, dan berpuasalah di siang harinya, karena Allah turun
ke langit dunia saat itu pada waktu matahari tenggelam, lalu Allah berfirman,
‘Adakah orang yang minta ampun kepada-Ku, maka Aku akan ampuni dia. Adakah orang
yang meminta rezeki kepada-Ku, maka Aku akan memberi rezeki kepadanya. Adakah
orang yang diuji, maka Aku akan selamatkan dia, dst…?’ (Allah berfirman tentang hal ini) sampai
terbit fajar.” (HR. Ibnu Majah, 1/421; HR. al-Baihaqi dalam
Su’abul Iman, 3/378)
Keterangan:
Hadits di atas diriwayatkan dari
jalur Ibnu Abi Sabrah, dari Ibrahim bin Muhammad, dari Mu’awiyah bin Abdillah
bin Ja’far, dari ayahnya, dari Ali bin Abi Thalib, secara marfu’ (sampai kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Hadits dengan redaksi di atas adalah
hadits maudhu’ (palsu), karena perawi bernama Ibnu Abi Sabrah statusnya
muttaham bil kadzib (tertuduh berdusta), sebagaimana keterangan Ibnu Hajar
dalam At-Taqrib. Imam Ahmad dan gurunya (Ibnu Ma’in) berkomentar tentang Ibnu
Abi Sabrah, “Dia adalah perawi yang memalsukan hadits.”[ Lihat Silsilah
Dha’ifah, no. 2132]
Kedua,
Riwayat dari A’isyah, bahwa beliau
menuturkan:
فقدت النبي صلى الله عليه وسلم فخرجت
فإذا هو بالبقيع رافعا رأسه إلى السماء فقال: “أكنت تخافين أن يحيف الله عليك
ورسوله” فقلت يا رسول الله ظننت أنك أتيت بعض نسائك فقال: ” إن الله تبارك وتعالى
ينزل ليلة النصف من شعبان إلى السماء الدنيا فيغفر لأكثر من عدد شعر غنم كلب
Aku pernah kehilangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian aku keluar, ternyata
beliau di Baqi, sambil menengadahkan wajah ke langit. Nabi bertanya; “Kamu khawatir Allah dan Rasul-Nya akan
menipumu?” (maksudnya, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak memberi jatah Aisyah). Aisyah mengatakan: Wahai
Rasulullah, saya hanya menyangka anda mendatangi istri yang lain. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Sesungguhnya
Allah turun ke langit dunia pada malam nisfu syaban, kemudian Dia mengampuni
lebih dari jumlah bulu domba bani kalb.”
Keterangan:
Hadis ini diriwayatkan At-Turmudzi,
Ibn Majah dari jalur Hajjaj bin Arthah dari Yahya bin Abi Katsir dari Urwah bin
Zubair dari Aisyah. At-Turmudzi menegaskan: “Saya pernah mendengar Imam Bukhari
mendhaifkan hadis ini.” Lebih lanjut, imam Bukhari menerangkan: “Yahya tidak
mendengar dari Urwah, sementara Hajaj tidak mendengar dari Yahya.” (Asna
Al-Mathalib, 1/84).
Ibnul Jauzi mengutip perkataan
Ad-Daruquthni tentang hadis ini:
“Diriwayatkan dari berbagai jalur,
dan sanadnya goncang, tidak kuat.” (Al-Ilal Al-Mutanahiyah,
3/556).
Akan tetapi hadis ini dishahihkan Al-Albani, karena kelemahan dalam hadis ini bukanlah kelemahan yang parah, sementara hadis ini memiliki banyak jalur, sehingga bisa terangkat menjadi shahih dan diterima. (lihat Silsilah Ahadits Dhaifah, 3/138).
Akan tetapi hadis ini dishahihkan Al-Albani, karena kelemahan dalam hadis ini bukanlah kelemahan yang parah, sementara hadis ini memiliki banyak jalur, sehingga bisa terangkat menjadi shahih dan diterima. (lihat Silsilah Ahadits Dhaifah, 3/138).
Ketiga,
Hadis dari Abu Musa Al-Asy’ari,
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إن الله ليطلع ليلة النصف من شعبان
فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن
“Sesungguhnya Allah melihat pada malam pertengahan Sya’ban.
Maka Dia mengampuni semua makhluknya, kecuali orang musyrik dan orang yang
bermusuhan.”
Keterangan:
Hadis ini memiliki banyak jalur,
diriwayatkan dari beberapa sahabat, diantaranya Abu Musa, Muadz bin Jabal, Abu
Tsa’labah Al-Khusyani, Abu Hurairah, dan Abdullah bin Amr radhiyallahu
‘anhum. Hadis dishahihkan oleh Imam Al-Albani dan dimasukkan dalam Silsilah
Ahadits Shahihah, no. 1144. Beliau menilai hadis ini sebagai hadis shahih,
karena memiliki banyak jalur dan satu sama saling menguatkan. Meskipun ada juga
ulama yang menilai hadis ini sebagai hadis lemah, dan bahkan mereka
menyimpulkan semua hadis yang menyebutkan tentang keutamaan nisfu syaban
sebagai hadis dhaif.
Sikap
ulama terkait nisfu syaban
Berangkat dari perselisihan mereka
dalam menilai status keshahihan hadis, para ulama berselisish pendapat tentang
keutamaan malam nisfu Syaban. Setidaknya, ada dua pendapat yang saling
bertolak belakang dalam masalah ini. Berikut ini rinciannya:
Pendapat pertama : Tidak ada keutamaan khusus untuk malam
nishfu Sya’ban.
Statusnya sama dengan malam-malam
biasa lainnya. Mereka menyatakan bahwa semua dalil yang menyebutkan keutamaan
malam nishfu Sya’ban adalah hadis lemah. Al-Hafizh Abu Syamah mengatakan, “Al-Hafizh
Abul Khithab bin Dihyah, dalam kitabnya tentang bulan Sya’ban, mengatakan,
‘Para ulama ahli hadis dan kritik perawi mengatakan, ‘Tidak terdapat satu pun
hadis sahih yang menyebutkan keutamaan malam nishfu Sya’ban.”” (Al-Ba’its
‘ala Inkaril Bida’, hlm. 33)
Dalam nukilan yang lain, Ibnu Dihyah
mengatakan:
لم يصح في ليلة نصف من شعبان شيء ولا
نطق بالصلاة فيها ذو صدق من الرواة وما أحدثه إلا متلاعب بالشريعة المحمدية راغب
في زي المجوسية
“Tidak ada satupun riwayat yang shahih tentang malam nisfu
syaban, dan para perowi yang jujur tidak menyampaikan adanya shalat khusus di
malam ini. Sementara yang terjadi di masyarakat berasal dari mereka yang suka
mempermainkan syariat Muhammad yang masih mencintai kebiasaan orang majusi. (baca: Syiah). (Asna Al-Mathalib, 1/84)
Hal yang sama juga dinyatakan oleh
Syekh Abdul Aziz bin Baz. Beliau mengingkari adanya keutamaan malam nishfu
Sya’ban. Beliau mengatakan, “Terdapat beberapa hadis dhaif tentang
keutamaan malam nishfu Sya’ban, yang tidak boleh dijadikan landasan. Adapun
hadis yang menyebutkan keutamaan shalat di malam nishfu Sya’ban, semuanya
statusnya palsu, sebagaimana keterangan para ulama (pakar hadis).” (At-Tahdzir
min Al-Bida’, hlm. 11)
Pendapat kedua: Ada keutamaan
khusus untuk malam nishfu Sya’ban.
Para ulama yang menilai shahih
beberapa dalil tentang keutamaan nisfu syaban, mereka mengimaninya dan
menegaskan adanya keutamaan malam tersebut. Diantara hadis pokok yang mereka
jadikan landasan adalah hadis dari Abu Musa Al-Asy’ari;
إن الله ليطلع ليلة النصف من شعبان
فيغفر لجميع خلقه إلا لمشرك أو مشاحن
“Sesungguhnya Allah melihat pada malam pertengahan Sya’ban. Maka Dia
mengampuni semua makhluknya, kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.” (H.R. Ibnu Majah
dan Ath-Thabrani; dinilai sahih oleh Al-Albani)
Diantara jajaran ulama ahlus
sunah yang memegang pendapat ini adalah ahli hadis abad ini, Imam Muhammad
Nasiruddin Al-Albani. Bahkan beliau menganggap sikap sebagian orang yang
menolak semua hadis tentang malam nisfu syaban termasuk tindakan yang gegabah.
Setelah menyebutkan salah satu hadis tentang keutamaan malam nisfu syaban,
Syaikh Al-Albani mengatakan:
فما نقله الشيخ القاسمي رحمه الله
تعالى في ” إصلاح المساجد ” (ص 107) عن أهل التعديل والتجريح أنه ليس في فضل ليلة
النصف من شعبان حديث صحيح، فليس مما ينبغي الاعتماد عليه، ولئن كان أحد منهم أطلق
مثل هذا القول فإنما أوتي من قبل التسرع وعدم وسع الجهد لتتبع الطرق على هذا النحو
الذي بين يديك. والله تعالى هو الموفق
Keterangan yang dinukil oleh Syekh
Al-Qosimi –rahimahullah– dalam buku beliau; ‘Ishlah Al-Masajid’
dari beberapa ulama ahli hadis, bahwa tidak ada satupun hadis shahih tentang
keutamaan malam nisfu syaban, termasuk keterangan yang tidak layak untuk
dijadikan sandaran. Sementara, sikap sebagian ulama yang menegaskan tidak ada
keutamaan malam nisfu syaban secara mutlak, sesungguhnya dilakukan karena
terlalu terburu-buru dan tidak berusaha mencurahkan kemampuan untuk meneliti
semua jalur untuk riwayat ini, sebagaimana yang ada di hadapan anda. Dan
hanyalah Allah yang memberi taufiq. (Silsilah Ahadits Shahihah, 3/139)
Setelah menyebutkan beberapa waktu
yang utama, Syekhul Islam mengatakan, “… Pendapat yang dipegang mayoritas ulama
dan kebanyakan ulama dalam Mazhab Hanbali adalah meyakini adanya keutamaan
malam nishfu Sya’ban. Ini juga sesuai keterangan Imam Ahmad. Mengingat adanya
banyak hadis yang terkait masalah ini, serta dibenarkan oleh berbagai riwayat
dari para shahabat dan tabi’in ….” (Majmu’ Fatawa, 23/123)
Ibnu Rajab mengatakan, “Terkait
malam nishfu Sya’ban, dahulu para tabi’in penduduk Syam, seperti Khalid
bin Ma’dan, Mak-hul, Luqman bin Amir, dan beberapa tabi’in lainnya
memuliakannya dan bersungguh-sungguh dalam beribadah di malam itu ….” (Lathaiful
Ma’arif, hlm. 247)
Kesimpulan :
Dari keterangan-keterangan di atas,
ada beberapa hal yang dapat disimpulkan:
Pertama,
Malam nishfu syaban termasuk malam
yang memiliki keutamaan. Hal ini berdasarkan hadis, sebagaimana yang telah
disebutkan. Meskipun sebagian ulama menyebut hadis ini hadis yang dhaif, namun,
insya Allah yang lebih kuat adalah penilaian Syekh Al-Albani, yaitu bahwa hadis
tersebut berstatus sahih.
Kedua,
Belum ditemukan satu pun riwayat
yang shahih, yang menganjurkan amalan khusus maupun ibadah tertentu ketika
nishfu Syaban, baik berupa puasa atau shalat. Hadis shahih tentang malam nisfu
syaban hanya menunjukkan bahwa Allah mengampuni semua hamba-Nya di malam nishfu
sya’ban, tanpa dikaitkan dengan amal tertentu. Karena itu, praktek sebagian
kaum muslimin yang melakukan shalat khusus di malam itu dan dianggap sebagai
shalat malam nisfu syaban adalah anggapan yang tidak benar.
Ketiga,
Ulama berselisih pendapat tentang
apakah dianjurkan menghidupkan malam nishfu Sya’ban dengan banyak
beribadah. Sebagian ulama menganjurkan, seperti sikap
beberapa ulama tabi’in yang bersungguh-sungguh dalam ibadah. Sebagian yang lain
menganggap bahwa mengkhususkan malam nishfu Sya’ban untuk beribadah adalah
bid’ah.
Keempat,
Ulama yang memperbolehkan
memperbanyak amal di malam nishfu Sya’ban menegaskan bahwa tidak boleh
mengadakan acara khusus, atau ibadah tertentu, baik secara berjamaah maupun
sendiri-sendiri, di malam nisfu syaban, karena tidak ada amalan sunah khusus di
malam nishfu Sya’ban. Untuk itu, menurut pendapat ini, seseorang diperbolehkan
memperbanyak ibadah secara mutlak, apa pun bentuk ibadah tersebut.
Wallahu a’lam
Sumber : Seputar Nifsu Sya’ban, karya
Ustadz Ammi Nur Baits