Rabu, 27 Februari 2013

BUAH DARI IKHLAS.....KARENA ALLAH SEMATA




Oleh   :  pak Agus Balung


Kali ini akan saya angkat pengalaman seorang rekan, sebut saja Erham, dalam suatu fragmen kisah dengan gurunya.  Pengalaman Erham ini sarat dengan falsafah dan penuh dengan hikmah yang insya Allah bermanfaat bagi kita semua, bagi anda dan saya. Insya Allah. Kalau toh pun ada perbedaan pemahaman, itu wajar, dan bilamamana memang demikian adanya, anggap saja ini sebagai sebagai wacana penyubur spiritual kita.
Inilah kisahnya :

Pernah suatu ketika, guru kedatangan tamu yang punya hajat mencalonkan diri sebagai kepala desa. Dia minta tolong didoakan agar supaya hajatnya terkabul, dan dia terpilih menjadi kepala desa.  Gurupun berujar : “Saya doakan. Pak, tapi ada syaratnhya. Saya minta uang 5 juta rupiah, saya jamin jadi. Kalau gagal, biarlah rumah dan kebun ini untuk bapak, dan jadi milik bapak.”
Tentu saja orang itu gembira, rupanya dia begitu yakinnya akan perkataan guru bahwa dia akan berhasil. Mendengar perkataan guru, saya juga heran, koq berani beraninya guru berkata demikian, bukankah segalanya itu Allah yang menentukan.
Setelah tamu itu pulang, guru memanggil saya, : “Nak, diatas meja itu ada uang 5 juta, besar kan jumlahnya ?  Uang itu milik kamu, peganglah.”
Saya terkejut mendengar itu,  setengah gak percaya, uang itu untuk saya ?,  benar gak, sih.  Jujur saat itu saya dalam kondisi susah, sekedar untuk beli rokok ketengan saja susah, dan guru tahu itu. Disaat saya terpuruk dan membutuhkan uang, guru menyodorkan uang

Guru melanjutkan : “Uang itu  kamu punya, simpanlah, gunakan  dengan baik, dan belilah apa yang kamu mau.  Besok kamu pergi kerumah orang tadi, kamu yang berangkat.  Sekali lagi, uang itu milik kamu. Tapi ingat,  kalau kamu selalu memikirkan uang itu, apa lagi memikirkan akan beli ini, beli itu, orang itu akan kalah. Dan kalau orang itu kalah, maka rumah ini dan kebun bapak akan diambil oleh orang itu, sesuai dengan perjanjian.  Ingat itu.”

Saya sekali lagi terkejut mendengar perkataan guru, bahwa saya yang berangkat kerumah orang tadi, dan yang lebih terkejut lagi, saya sama sekali tidak boleh memikirkan tentang uang tersebut, apalagi mikir mau digunakan apa saja uang itu. Dan semalaman guru mengulang ngulang syarat yang harus saya lakukan itu.  Saya bingung, pusing, tak tahu harus bagaimana, sementara besok saya harus berangkat ke rumah orang itu.  Betul betul bingung, lebih bingung lagi kata kata guru yang menekankan agar uang 5 juta itu jangan sampai terlintas dalam pikiran saya.  Masya Allah.

Sayapun berangkat kerumah orang yang punya hajat itu sesuai perintah guru, setiba dirumah orang itu saya masih juga bingung, gak tahu apa yang harus saya lakukan, karena yang utama adalah menghilangkan pikiran tentang uang 5 juta itu dalam benak saya. Sayapun pasrah kepada Allah, mohon pertolongan pada Allah, agar bisa focus, dan bisa melupakan uang itu.
Maka ditempat orang yang punya hajat itu saya bisanya cuma berdzikir dan berdzikir pada Allah, yang pada titik tertentu sayapun sudah tidak ingat lagi pada “hajat” orang tersebut, mau kalah apa mau menang dalam pemilihan kepala desa, saya sama sekali tidak ingat. Saya juga tidak ingat  dengan uang 5 juta yang semula selalu menggoda dibenak saya.  Yang ada dipikiran saya cuma berdzikir dan berdzikir terus pada Allah.  Sehingga sampai suatu ketika saya tersadar dari dzikir ketika mendengar suara teriak teriak  dan tangisan. Sayapun keluar dari kamar dan bertanya pada orang orang tentang apa yang terjadi.  Ternyata, orang itu, tamu guru kemaren itu, ternyata menang dalam pemilihan…….Allahu Akbar.

Dengan senyum dibibir yang khas guru menyambut kedatangan saya, dari bibirnya meluncur kalimat kalimat indah dan berbobot. : “Inna lillahi wa inna ilaihi rojii’un,  bagaimana nak dengan jihadmu.  Berat bukan jihad melawan diri sendiri ?.”

Saya hanya bisa tersenyum ditengah energy yang terkurang habis.  Kemudian guru melanjutkan wejangannya : “Nak…..kamu telah mendapatkan buah kehidupan yang manis sekali, yaitu, Hakekat permohonan itu adalah pada saat ketika kamu sudah lupa dengan apa yang kamu mohonkan. …..dan disitulah Allah berfirman kun fayakun.  Dan satu lagi, kamu sudah berlatih dengan latihan yang sangat berharga, yaitu, uang itu ada dalam genggaman kamu, bukan dalam hati kamu.   Ingat ingat itu, dan pertahankan hal itu, nak.”

Begitulah cara guru mendidik saya, bukan bunga yang guru ajarkan, tapi buah yang harus saya cari. Bunga hanya terlihat indah ketika dipandang, itupun hanya sesaat, setelah itu bunga akan rontok, berguguran.  Sementara buah, akan mampu memberikan energy pada kita, dan sebagaimana kita tahu, energy sangat bermanfaat pada tubuh kita. 
Semoga yang sedikit ini bisa menjadi renungan bagi kita.  Insya Allah.

Wallahu a’lam
  

Selasa, 26 Februari 2013

BELAJAR ILMU DENGAN SYARAT TERTENTU





Oleh  :  pak Agus Balung

Pernah suatu ketika seorang rekan bertanya tentang seorang temannya yang mempelajari suatu ilmu tertentu, rekan tersebut kurang tahu pasti apa nama ilmunya, bahwa sebelum mempelajari ilmu tersebut, ia diharuskan untuk menyembelih ayam di rumah gurunya. Setelah itu ia disuruh mengamalkan bacaaan/wiridan tertentu dengan jumlah tertentu pula.  Kemudian apabila sang murid bermimpikan sesuatu, maka ia harus konsultasi dengan gurunya, lalu sang guru menafsirkan mimpi tersebut. Dan itu bisa jadi sekedar analogi, bisa dikembangkan dengan contoh contoh yang lain, misalnya harus mewiridkan bacaan tertentu dengan sikap tertentu pula, bahkan jumlahnyapun juga tertentu. Diakui atau tidak hal hal yang semacam ini banyak berkembang ditengah masyarakat kita.
Lalu, rekan tersebut bertanya, apakah ilmu tersebut sesuai dengan syariat islam ataukah termasuk bid’ah.  Kemudian apakah dalam islam ada dalilnya mengamalkan wiridan dalam jumlah tertentu, dan apakah ada kemungkinan hal tersebut berhubungan dengan alam ghaib, jin ?

Menuntut ilmu itu hukumnya wajib
Saudaraku para pembaca yang budiman, belajar atau menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah,   Allah akan mengangkat derajat orang yang beriman dan berilmu dengan beberapa derajat   (QS. al-Mujadilah: 11).  llmu dalam ayat ini tentu yang dimaksud adalah ilmu yang sesuai dengan syariat.   Bukan ilmu yang bertentangan dengan agama.   Demikian juga dalam memperoleh ilmu tidak ada penyimpangan-penyimpangan dari syariat Allah azza wajalla.

Hakekat ilmu
llmu adalah pengetahuan tentang hakekat sesuatu  (al-mu’jamul wasith: 264),    jika kita berkata orang itu berilmu berarti maksudnya adalah orang itu memiliki pengetahuan akan hakekat sesuatu.  Misalnya pengetahuan tentang  al-Qur’an, hadits, bahasa Arab dan lain-lain.  Dari beberapa pengertian ini kami memahami yang dimakud oleh  rekan kita yang bertanya tentang ilmu yang dipelajari oleh temannya adalah bukan ilmu yang biasa dipelajari oleh siswa/siswi dibangku sekolah atau pesantren.  Hal ini banyak terjadi dimasyarakat kita yang menamakan ritual tertentu dengan ilmu. Padahal sebenarnya bukan mencari ilmu, tetapi ritual untuk mendapatkan ,kesaktian, agar mampu melakukan sesuatu yang luar biasa, mencari wangsit (bisikan) agar mampu membaca isi hati orang dan lain-lain. Bahkan ada yang menganggapnya karamah (keistimewaan) yang datangnya dari Allah.
Maka jelaslah bahwa ritual yang mengharuskan menyembelih ayam sebelum belajar ilmu tersebut bukan berasal dari aiaran agama lslam. Walaupun menyembelih ayam hukumnya mubah, tetapi ketika diharuskan dan dikaitkan dengan amalan-amalan berarti terkandung di dalamnya suatu persembahan. Akan lebih terbuka lagi kedok sesatnya jika ada permintaan dengan cirri-ciri khusus, seperti hitam mulus, putih mulus, ayam cemani dan lain-lain. Persembahan atau korban yang tidak karena Allah dan untuk-Nya, pasti tertolak dan termasuk perbuatan syirik.
Penyembelihan yang tidak karena perintah Allah biasanya menjadi persyaratan yang diajukan oleh jin sebagai imbal balik jasa yang akan jin berikan kepada manusia yang bekerja sama dengannya. Perbuatan syirik seperti ini dapat menghapus pahala amal baik pelakunya selama ia belum bertaubat kepada Allah.
Di dalam surat al-An’am ayat 88 Allah berfirman, Dan jika mereka berbuat syirik, sungguh akan terhapus (pahala) apa yang telah mereka kerjakan.”
Saudaraku kaum muslim dan muslimat  yang dikasihi Allah, hati-hatilah dengan propaganda syetan serta antek-anteknya. Di antara tipuan-tipuannya adalah jin mengajarkan mantera-mantera tertentu kepada manusia yang  isinya meminta bantuan kepadanya atau menyekutukan Allah. Mantera-mantera itu biasanya antara daerah satu dengan lainnya berbeda karena adanya perbedaan bahasa. Maka mantera orang Jawa berbeda dengan Melayu atau suku lainnya. Mantera orang Arab berbeda dengan mantera orang Amerika atau Afrika dan seterusnya. Dari sini banyak mantera berbahasa Arab dianggap sebagai al-Qur’an atau doa dari Rasulullah .
Seandainy a yang dibaca itu benar-benar ayat-ayat atau surat-surat dari al-Qur’an jika tujuannya salah, maka hal itu tetap saja dilarang dalam lslam. Karena seseorang beribadah itu harus dengan niat yang benar yaitu karena Allah. lni yang disebut dengan ikhlas. Diterimanya suatu aml disisi Allah ternyata syaratnya tidak hanya ikhlas. Ada syarat lain yaitu harus ittiba’ Rasulullah (mengikuti sunahnya). Artinya tata cara ibadah tersebut telah diatur lengkap.
Sedangkan mengenai jumlah hitungan wirid atau dzikir memang ada yang ditentukan jumlahnya. Seperti dzikir sehabis shalat membaca tasbih 33 kali, tahmid 33 kali, takbir 33 kali dan dzikir pagi sore atau yang disebut al-Ma'tsurat (diriwayatkan dari Rasulullah ).Juga ada yang tidak ditentukan, artinya kita dianjurkan untuk selalu ingat Allah di mana saja dan kapan saja. 
 Allah berfirman, Wahai orang-orang yang beriman dzikirlah kepada Allah dengan dzikir yang banyak. Dan bertasbihlah kepadanya pada waktu pagi dan petang.”    (QS. al-Ahzab: 4l-42).
Ada sahabat yang bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya syariat lslam telah banyak atasku. Maka tunjukkanlah kepadaku dengan apa aku bergantung kepadanya? Rasulullah bersabda, “Senantiasa lisanmu terus menerus basah dzikir kepada Allah.” (HR. Timidzi)
Apabila ada dzikir yang ditentukan jumlahnya sedang jumlah itu bukan berasal dari Rasulullah, maka harus kita tinggalkan. Apalagi jika ditambah dengan syarat-syarat lain seperti; harus jam 12, malam Jum’at (Kliwon, legi, dll), tujuh hari berturut-turut dan sebagainya.    Karena Rasulullah bersabda, “Barang siapa  melakukan suatu amal yang bukan dari urusan kami maka amal itu tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Waspadalah dengan dzikir-dzikir dan tata caranya yang tidak jelas dalilnya agar kita semua selamat dunia dan akhirat. Untuk menyadarkan teman, jelaskan dengan dalil dan jangan lupa berdoa, karena kita hanya berusaha, sedang hati manusia ada di antara jari-jari Allah. 
 Wallahu a’lam.


Senin, 25 Februari 2013

SIDIK JARI DALAM AL QURAN



Oleh  :  pak Agus Balung

Dalam bahasa Inggris, sidik jari disebut Finger Print; biasanya berbentuk garis-garis horizontal dan vertikal atau gabungan keduanya dan juga ada bentuk lengkungan-lengkungannya. Seluruh manusia di dunia diciptakan dengan sidik jari yang berbeda, satu sama lainnya. Tak ada sidik jari yang identik di dunia ini, sekalipun di antara dua saudara kembar. Dalam dunia sains pernah dikemukakan, jika ada 5 juta orang di bumi, kemungkinan munculnya dua sidik jari manusia yang sama baru akan terjadi lagi 300 tahun kemudian.
Proses identifikasi manusia masih sulit dilakukan sebelum ditemukannya tanda pengenal pada sidik jari. Sejak itu, muncul ilmu Daktiloskopi, yang khusus mempelajari sidik jari. Namun, sejatinya, sejak lama Islam melalui al-Qur’an telah menjelaskan dan merumuskan teori tersebut (biometrik).

Pengakuan adanya keunikan sidik jari mulai diperkenalkan oleh ahli anatomi Jerman bernama Johann Christoph Andreas Mayer (1747-1801) pada tahun 1788. Menurutnya, setiap sidik jari manusia itu memiliki keunikan sendiri-sendiri. Hal serupa juga dikemukakan oleh Sir William James Herschel (1833-1918) pada tahun 1858. Namun, pada saat itu, sidik jari belum dipakai sebagai teori ilmiah (saintis) untuk dijadikan sebagai tanda pengenal seseorang.
Sidik jari mulai diteliti secara ilmiah dan akhirnya dijadikan sebagai tanda pembeda identitas adalah ketika Sir Francis Golt secara khusus melakukan riset tentang ini pada tahun 1880. Setelah melakukan risetnya, dia mengatakan bahwa tidak ada dua orang manusia di dunia ini yang memiliki bentuk sidik jari yang benar-benar sama. 
Pada perkembangannya, muncullah berbagai alat teknologi sidik jari dengan sistem analisa elektronik. Alat ini pertama kali digunakan Federal Bureau Investigation (atau populer dengan sebutan FBI) di Amerika Serikat sekitar akhir abad ke-19 atau tahun 60-an. FBI menggunakannya untuk mengetahui jati diri korban atau bahkan tersangkanya lewat jejak sidik jari yang biasanya tertinggal dalam tempat kejadian.
Setelah itu, sidik jari tidak saja digunakan sebagai alat untuk mengungkap kriminalitas, tapi juga mulai memasuki ranah yang lain, seperti untuk mesin absensi, teknologi akses kontrol pintu, finger print data secure, aplikasi retail, sistem payment dan masih banyak lagi.

Seiring dengan itu, muncullah disiplin ilmu yang mempelajari sidik jari, yaitu Daktiloskopi. Yakni ilmu yang mempelajari sidik jari untuk keperluan pengenalan kembali identitas orang dengan cara mengamati garis yang terdapat pada guratan garis jari tangan dan telapak kaki. Daktiloskopi berasal dari bahasa Yunani, yaitu dactylos yang berarti jari jemari atau garis jari, dan scopein yang artinya mengamati atau meneliti. Kemudian dari pengertian itu timbul istilah dalam bahasa Inggris, dactyloscopy yang kita kenal menjadi ilmu sidik jari.

Pertanyaannya: mengapa sidik jari memiliki peran yang demikian signifikan untuk “pembeda identitas”?    Karena sidik jari memiliki beberapa sifat dan karakteristik, antara lain :
Pertama, parennial nature,  yaitu adanya guratan-guratan pada sidik jari yang melekat pada manusia yang bersifat seumur hidup. Karena itu, pola sidik jari relatif mudah diklasifikasikan. Dalam sidik jari, ada pola-pola yang dapat diklasifikasikan sehingga untuk berbagai keperluan, misalnya pengukuran, mudah dilakukan.
Kedua, immutability, yang berarti bahwa sidik jari seseorang tak akan pernah berubah. Sidik jari bersifat permanen, tidak pernah berubah sepanjang hayat. Sejak lahir, dewasa, hingga akhir hayat, pola sidik jari seseorang bersifat tetap kecuali sebuah kondisi yaitu terjadi kecelakaan yang serius sehingga mengubah pola sidik jari yang ada.  Hal ini berbeda dengan anggota tubuh lain yang senantiasa berubah, seperti bentuk wajah yang berubah seiring usia.
Ketiga, individuality, yang berarti keunikan sidik jari merupakan originalitas pemiliknya yang tak mungkin sama dengan siapapun di muka bumi ini sekali pun pada seorang yang kembar identik. Dengan kata lain, sidik jari bersifat spesifik untuk setiap orang. Kemungkinan pola sidik jari sama adalah 1:64.000.000.000, jadi tentunya hampir mustahil ditemukan pola sidik jari sama antara dua orang. Pola sidik jari di setiap tangan seseorang juga akan berbeda-beda. Pola sidik jari di ibu jari akan berbeda dengan pola sidik jari di telunjuk, jari tengah, jari manis, dan kelingking.
Dengan tiga sifat dan karakter di atas, maka pantas jika sidik jari dijadikan sebagai alat pembeda identitas. Dan selama ini, cara ini sangat ampuh dalam mengungkap berbagai kriminalitas di berbagai belahan dunia dan berbagai kebutuhan lainnya.

Namun, tahukah Anda, jauh hari sebelum teori-teori modern tentang sidik jari itu bermunculan (biometrik), sesungguhnya al-Qur’an telah mengupasnya. Al-Qur’an telah memperhatikan sidik jari sebagai sesuatu yang sangat vital dalam anggota tubuh kita. Allah berfirman,  "Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang-belulangnya? Ya, bahkan Kami mampu menyusun (kembali) ujung jari-jarinya dengan sempurna."   (QS. Al-Qiyamah : 3-4)

Menurut Harun Yahya dalam Pesona Al-Qur’an ketika menjelaskan ayat di atas menulis bahwa penekanan pada sidik jari memiliki makna sangat khusus. Ini dikarenakan sidik jari setiap orang adalah khas bagi dirinya sendiri. Setiap orang yang hidup atau pernah hidup di dunia ini memiliki serangkaian sidik jari yang unik dan berbeda dari orang lain. Itulah mengapa sidik jari dipakai sebagai kartu identitas yang sangat penting bagi pemiliknya dan digunakan untuk tujuan ini di seluruh penjuru dunia.
Harun Yahya melanjutkan, sistem pengkodean lewat sidik jari ini dapat disamakan dengan sistem kode garis (barcode) sebagaimana yang digunakan saat ini. Akan tetapi, ujarnya, yang penting adalah bahwa keunikan sidik jari ini baru ditemukan di akhir abad ke-19. Sebelumnya, orang menghargai sidik jari sebagai lengkungan-lengkungan biasa tanpa makna khusus. Namun, dalam al-Qur'an, Allah merujuk kepada sidik jari, yang sedikitpun tak menarik perhatian orang waktu itu, dan mengarahkan perhatian kita pada arti penting sidik jari yang baru mampu dipahami di zaman sekarang.
Dan jauh hari sebelum Sir Francis Golt mengemukakan secara ilmiah tentang sidik jari, dokter Persia yang bernama Rashid al-Din Hamadani (1247-1318) sebenarnya pernah menulis dalam Tawarikh, kalau pengalaman menunjukkan bahwa tidak ada dua individu yang memiliki jari persis sama.
Namun, para penentang kebenaran al-Qur’an selalu saja mencari celah. Dikatakan, bahwa konsep sidik jari sebenarnya sudah diperkenalkan sejak dulu sebelum Islam lahir. Di China, pada abad ketiga SM, sidik jari sudah dijadikan sebagai bukti otentikasi pinjaman. Konon, pedagang Muslim Arab bernama Abu Zaid Hasan, saat berkunjung ke China sebelum 851 CE, menyaksikan pedagang China menggunakan sidik jari untuk otentikasi pinjaman. Pada 650 CE, sejarawan China yang bernama Kia Kung-Yen mengatakan bahwa sidik jari dapat digunakan sebagai alat otentikasi.

Terlepas dari adanya data terakhir ini, yang jelas, bagi kita sebagai umat Islam sangat bangga dengan adanya kitab suci bernama al-Qur’an. Sejak 14 abad yang lalu, al-Qur’an selalu otentik dipergunakan. Informasi-informasi ilmiah yang diberikannya selalu teruji sampai kapanpun, yang saat itu belum disadari sama sekali oleh orang. Dengan kata lain, al-Qur’an adalah bukti tertulis yang paling otentik yang bisa dijadikan sebagai rujukan ilmiah dalam mengupas persoalan-persoalan teknologi zaman sekarang. Sedangkan bukti-bukti lain terkadang aus terkikis zaman atau hilang dan terbakar.
Subhanallah
  
(Sumber : dari pelbagai sumber)