Senin, 04 Maret 2013

BERHATI HATILAH DALAM MEMAHAMI "ILMU HIKMAH"




Oleh  :  pak  Agus  Balung

 Saudaraku yang di rahmati Allah, berikut ini saya ketengahkan kehadapan anda pendapat Gus Wahid tentang ilmu hikmah, Gus Wahid ini di kenal sebagai Kyai NU yang cukup keras dan tegas dalam berda’wah,  maaf, saya sama sekali tidak bermaksud menggenaralisasi bahkan mengdiskreditkan kebesaran dan kemuliaan para kyai di kalangan NU. Saya pribadi sangat menghormati sosok kyai pesantren, bahkan dikampung saya, didesa kecil dipelosok Jawa Timur, saya sangat akrab dengan beberapa kyai pengasuh pondok pesantren, yang notebene adalah NU.  Kembali pada Gus Wahid, da’wah beliau yang utama adalah membersihkan masyarakat dari penyesatan berbagai Ilmu hikmah/ilmu sihir yang banyak dipelajari oleh masyarakat bahkan oleh oknum Kyai di Pesantren.
 Materi dibawah ini saya copy paste dari suatu artikel yang berjudul : WAWANCARA DENGAN GUS WAHID ‘PAKAR’ ILMU HKIMAH,  disalah satu blog metafisika, dengan harapan bagi anda pecinta dan pemburu ilmu hikmah mendapatkan manfaat dan tambahan wawasan, amin. Insya Allah.

Yang melatar belakangi :
Kerancuan tentang pemahaman ilmu hikmah sudah terjadi di masyarakat luas, sejak dahulu. Mereka sulit membedakan, mana orang-orang yang benar-benar orang yang mendapatkan hikmah dari Allah atau yang gadungan.
Tidak sedikit dari  kita telah tertipu oleh orang-orang yang mengaku mendapatkan ilmu hikmah. Bahkan banyak pula, yang telah terjerembab pada ritual-ritual ngawur, tanpa dasar agama. Untuk membahas lebih dalam dalam mengenai hal ini,   Majalah Al-Iman Bil Ghoib mewancarai K.H Abdbul Wahid Ghazali, S.Ag, yang akrab dipenggil dengan nama Gus Wahid, seorang ulama pemimpin Pondok Pesantren Assalam, Malang, Jawa Timur yang telah berjibaku dalam masalah ini selama berpuluh-puluh tahun.


Berikut petikan wawancara dengan Gus Wahid :

Apa sebenarnya pengertian dari ilmu hikmah yang berkembang di masyarakat umum?
Kebanyakan di masyarakat, banyak yang sudah mengutak-atik pengertian yang sebenarnya dari hikmah ini secara sembarangan. Pengertian hikmah dalam bahasa Indonesia, sering diartikan bijaksana, atau suatu akhlaq yang sangat terpuji. Kemudian secara bahasa, ada perkembangan makna secara maknawi dari ini, yaitu ilmu yang dimiliki seseorang, yang ilmu itu tidak bisa dipelajari. Yang merupakan pembrian langsung dari Allah SWT kepada orang yang dikehendakinya. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam surat al-Baqarah ayat 269.. Tetapi pada perkembangannya, pengertian ini sering kali tidak ada batasannya. Contohnya ada seseorang yang mengaku telah memiliki ilmu tertentu, kemudian diyakininya bahwa itu adalah pemberian dari Allah sebagai ilmu hikmah, padahal dalam proses mendapatkannya ada unsur syirik atau sesuatu yang tidak sama seperti apa yang dicontohkan oleh Nabi.


Kalau ada yang mengamalkan wafaq, isim, atau azimat tetapi ia mengaku mendapatkan ilmu hikmah, bagaimana ini menurut anda ?

Ya itu sangat tidak tepat, karena berawal dari pemahaman yang salah. Makanya,itu menjadi tugas Majalah Al-Iman bil Ghoib untuk membahasnya secara tegas. Karena yang kita khawatirkan, natinya ada orang yang merasa mempunyai ilmu hikmah yang berasal dari Allah SWT. Padahal apa yang dilakukan tidak sesui dengan ajaran Nabi, bahkan tidak ada refrensinya dalam Al-Quran dan sunnah. Mereka mengarang sendiri, seperti penggunaan benda-benda seperti, wakaf, isim,atau azimat tadi. Pada aktivitas itulah, jin berperan memberikan masukan atau bisikan-bisikan, yang kemudian dianggap bisikan dari Allah SWT. Kalau di daerah saya, pengertian orang yang mendapat ilmu hikmah bukan hanya sekedar pada cara orang yang menggunakan benda-benda itu. Tetapi merupakan suatu hasil dari proses yang sebenarnya tidak pernah dicontohkan oleh Nabi. Misalnya seorang yang bias menghilang atau bisa terbang, atau bisa mengetahui sesuatu yang belum terjadi (meramal). Hal-hal seperti inilah yang sering disebut ilmu hikmah di masyarakat. Mereka lebih menekankan pada hasil bukan proses. Meski prosesnya   itu terkadang ngawur, jauh dari tuntutan islam. Sering kali orang terkecoh dengan penampilan seseorang yang mengaku mendapatkan ilmu hikmah. Orang yang mendapatkan ilmu hikmah sering di identifikasikan sebagai orang yang beratribut ustadz, memakai jenggot atau berpakaian ala ulama, dan lainya. Padahal belum tentu. Bisa saja  mereka mendapatkan ilmu hikmah tersebut, dengan cara-cara-salah.


Kalau begitu bagaimana cara membedakan, antara orang yang benar-benar mendapatkan hikmah, dengan orang yang mengaku mendapatkan ilmu hikmah dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan Nabi ?

Kita bisa membedakan dari prilaku orang itu. Jika prilakunya itu tidak sesuia dengan syari’at dan sunnah Rasullah SAW, pasti itu bukan hikmah yang dimasksud dalam al-quran. Apalagi jika orang itu menjalankan aktivitas sihir dan sejenisnya. Kita harus hati-hati benar tatkala ada yang mengaku atau diberi gelar mempunyai ilmu hikmah. Kita harus tahu amalan yang dilakukan orang tersebut. Bagaimana ia mengajarkannya kepada orang lain. Seperti bacaan saat ia berhadapan dengan orang lain. Kita harus telaah  apakah amalan yang dibacanya itu pernah diajarkan oleh Nabi atau tidak. Atau juga jumlah amalan –amalan yang mereka baca, apakah sesuai dengan sunnah nabi. Sebab yang namanya hikmah itu adalah dalil. Berapa banyak kata hikmah terdapat dalam al-Quran, yang kurang lebih artinya adalah sunnah-sunnah Rasullah SAW, dan hukum-hukum dalam islam. Kalau kita tidak sesuai dengan itu, maka amalan orang itu sesat. Orang yang mendapatkan ilmu hikmah yang tidak sesuai dengan nabi, biasanya suka meramal orang. Belum ditanya, sudah tahu masalah orang. Cara kerja mereka itu, ada yang memang mendapatkan bisikan dari jin,  ada juga yang memang ngawur.  Dulu ketika saya masih menjadi dukun, sering saya padukan antara bisikan dengan ngawur atau improvisasi, ditambah ilmu pisikolagi sedikit (tertawa). Sementara cirri-ciri orang yang mendapatkan hikmah atau karomah dari ibadahnya, ia tadak akan seperti mereka, kadang-kadang orang shalih itu, jika mendapakkan sebuah pristiwa yang diluar kekuatan manusia, ia malah menyembunyikan hal itu. Dari fisiknya, orang-orang shalih akan terlihat bersih menjauhi merokok.   Tidak mungkin kukunya panjang, mereka rambutnya rapi, tidak gondrong yang acak-acakan.
Baru-baru ini saya sangat menyayangkan pernyataan dari seorang ulama dalam sebuah acara di malang. Ulama itu membahas tentang Syekh Siti jennar. Katanya, syekh Siti Jennar itu adalah seorang wali yang melanggar etika wali. Dimana etika wali itu adalah tidak boleh menceritakan ilmu hikmah yang peristiwa yang belum terjadi. Syekh Siti Jennar itu menurutnya menceritakan ilmu hikmah yang dimilikinya, akhirnya Syekh Siti Jennar dihukum mati.  Lah saya tidak setuju dengan cerita ini. Yang masih saya pertanyakan apakah Syekh Siti jennar itu ada atau tidak. Kalaupun ada, yang sudah berkembang di masyarakat bahwa aliran dari Syekh Siti jennar itu adalah wihdatul wujud. Kalau orang jawa bilang “menunggaling gusti  ia telah menjadi satu dengan tuhan. Menurut saya pemahaman wihdatul wujud itu tidak benar.


Sebenarnya bentuk ritual apa saja yang dilakukan seorang untuk mendapatkan ilmu hikmah yang cara-caranya tidak sesuai dengan ajaran Rasullah SAW ?

Bentuk bentuk ritualnya biasanya sangat menyiksa diri.   Biasanya mereka memakai dalil, “Siapa yang bersunguh-sungguh, maka maka itu untuk dirinya sendiri”. Tetapi dalam ritualnya itu tidak dengan dasar  ilmu yang baik. Mereka biasanya berpuasa selama bertahun tahun, tidak pernah buka. Bahkan saya pernah menemukan seseorang yang menjalankan ritual, pada hari tasrik pun puasa. Saya ingat mengenai hal itu. Ia jawab, “ Gus, saya hari ini tidak niat puasa tetapi saya tidak makan saja.” Jawabanya membinggungkan. Alhamdulillah, sekarang orangnya sudah taubat. Sengaja saya tidak beberkan secara jelas disini, karena nanti takut ada yang melaksanakanya. Selain amalan seperti tadi, ada juga amalan yang berupa bacaan. Saya ingatkan kepada mereka, kalau bedoa redaksinya harus benar. Dan meminta hanya kepada Allah SWT , bukan kepada yang lainya. Karena dijawa sudah banyak beredar doa yang bukan menyebut nama Allah SWT, tetapi menyebut nama jin. Penah juga saya menemukan ritual seorang di sebuah pulau. Disana mereka berdzikir, puasa, makan dari apa yang ada disana, mengasingkan diri tidak bermasyarakat. Padahal pulau itu pulau hutan lindung. Setelah kita tanya alasanya, jawabanya karena ia merasakan ketenangan hati. Padahal dalam islam cara-cara seperti itu tidak dibenarkan. Karena orang diluar islam juga bisa nerasakan ketenangan lewat bertapa seperti itu, Begitu juga dengan orang yang memakai narkoba, merekapun merasakan ketenangan sesaat. Jadi, didalam islam, ketenangan yang dicari sifatnya tetap, bukan, sementara. Ritual-ritual seperti itu, lebih mendahulukan nafsunya.


Nyatanya orang-orang seperti itu sering mengaku mendapatkan kekuatan atau bisikan ghaib. Mereka bisa menggobati,bisa meramal, darimana sebenarnya mereka mendapatkan kekuatan itu?

Wah itu pasti dari syetan. Tidak mungkin dari Allah SWT. Kita telusuri beberapa kitab yang terpercaya, didalamnya kita ketemukan bahwa pengertian hikmah itu adalah pemahaman kepada agama, dengan kecerdasan dalam mengamalkanya sesuai dengan syari’at Allah SWT. Sementara amalan-amalan yang salah itu, pasti ada peran dari jin.


Sejak kapan sebenarnya  ilmu hikmah ini   mulai berkembang?

Saya sendiri tidak begitu tahu secara pasti. Mungkin saja sejak berkembangnya ilmu sihir dimasa lalu. Kebanyakan mereka yang mempelajari ilmu hikmah itu, salah dalam memahami pristiwa nabi Khiddir dan Nabi Musa. Mereka menganggap bahwa Allah SWT mengunggulkan Nabi Khiddir atas Nabi Musa, jadi setiap manusia bisa mnjadi nabi Khiddir, Mereka menganggap hikmah bisa mengalahkan syari’at. Ini jelas pandangan yang keliru, Ilmu-ilmu hikmah yang salah itu, biasanya miskin refrensi. Tidak jelas tinjauan ilmianya.


Apakah benar wali songo itu mengembangkan islam dengan mengamalkan ilmu hikmah ?

Yang harus kita yakini, mereka adalah wali-wali Allah SWT yang memiliki kedalaman ilmu, yang kemudian diberi penjagaan oleh Allah SWT. Mereka mendapat hikmah karena mereka mijahid dakwah. Ketika kita memahami tentang wali songo. Ada beberapa cerita khurafat (mengada) yang harus kita luruskan karena itu tidak benar. Contohnya proses mencari ilmunya Sunan kalijati. Di kisahkan bahwa sunan kalijaga yang memiliki nama asli Raden Said, merampok untuk menolong orang. Suatu saat ia juga merampok seorang sunan  lainya, kemudian sunan yang dirampok ini menunjukan suatu buah, kemudian buah itu menjadi emas. Akhirnya raden said ini takjub dengan sunan itu dan breguru padanya. Cerita ini wajib kita tolak. Aplagi ketika dikisahkan Raden Said dalam menuntut ilmu agama hanya disuruh duduk saja dipinggir sungai selama bertahun-tahun, sampai tongkatnya menjadi pohon yang lebat. Tiba-tiba raden Said ini menjadi wali yang bernama sunan kalijaga. Cerita ini wajib kita tolak dan dan saya selalu menjelaskanya seperti ini. Raden Said itu pernah belajar kepada seorang sunan (Sunan Bonang) yang pesantrenya berada di pinggir sungai, Raden Said belajar lama disana selama bertahun-tahun dengan benar. Kalau ada orang yang belajar ilmu Sunan Kalijaga dengan hanya bertapa dipinggir sungai, nanti ia akan menjadi seorang sunan Jogokali (penjaga kali, bhs jawa).


Kalau begitu, apa sebenarnya hikmah yang dimaksud dalam al-Quran?

Kalau di dalam al-Quran di jelaskan bahwa orang yang mendapatkan hikmah itu adalah orang – orang yang shalih seperti para Nabi dan Rasul. Ada juga seorang yang bukan Nabi, tetapi mendapatkan hikmah yaitu Lukman. Dengan syarat-syarat tertentu. Bahwa orang yang mendapatkan hikmah itu adalah sebuah hasil dari amalan yang  istiqomah, yang berdasarkan ilmu syariat. Dan sangat kuat memegang sunah-sunah Nabi. Maka, Allah SWT akan memberikan kecerdasan kepadanya. Generasi sekarang, bisa memahami ilmu agama dan mengamalkanya dengan benar. Tanpa dicampuri oleh perbuatan yang melanggar syari’at seperti amalan-amalan yang menyimpang. 
Wallahu a’lam

Semoga kita semua, saya dan anda dapat mengambil hikmanya, dan menambah wawasan, Insya Allah.
Amin.

8 komentar:

Anonim mengatakan...

jadi orang jangan suka menyalakan ATAU MENYESATKAN orang SEBAIK2 ORANG ADALAH ORANG YANG MENYALAKAN DIRI SENDIRI DAN MAU MEMAAF KAN ORANG LAIN
KI SAMBANG DALAN CINTA DAMAI

Anonim mengatakan...

masalah agama adalah masalah keyakinan... keyakinan di sini maksudnya keyakianan individu masing-masing. menurut pandangan saya dasar "kebenaran itu" ada dua. 1. jangan pernah menyakiti mahluk hidup. 2. jangan pernah merasa benar.

by. Hanya Allah yang Tahu...

Den mengatakan...

Gunanya Al=Qur'am diturunkan kpd Nabi s.a.w. adalah sbg antara lain PETUNJUK! Banyak ayat yg menerangkan mana yg benar mana yang salah (dlm perilaku sehari hari kita). Jadi SALAH BESAR mengatakan bahwa KITA HARM menilai PERILAKU anu itu benar atau salah! Apa gunanya akal pikir yg dituntun oleh HIDAYAH Allah SWt kalau kita memilih DIAM saja menyaksikan KEMUNKARAN???

Kalau "ngaji" bertaddaburlah, mencoba memahami makna yg dingajikan. Supaya BERANI dan mampu melakukan KEWAJIBAN ber amar makruf nahi munkar, bukan "nyambi" munkar....

Salam...tjoaginsing (cari dg Google)

Unknown mengatakan...

Berhati-hati memang penting...
kebebasan memilih (free will) tetap berlaku bagi setiap individu.
Toh sudah jelas pilihan>akibat>dan tempat pulangnya
So, monggo dipilih...

Terima kasih informasinya. teruslah berbagi info dan ilmu, semoga Allah SWT memberikan ganjaran pahala bagi orang yang berilmu dan mau mengamalkan.

Anonim mengatakan...

saya amat setuju dgn pendapat ulama gus itu,bagi kita yg awam dlm bab agama wajib ikut pendapat ulama2,biarpun ulama2 kadang2 berbeda pendapat dlm mentafsirkan al ouran,bila di fikirkan ia adalah rahmat,cuma ulama2 yg muktabar tidak akan berbeda dlm perkara2 pokoknya agama.soal ilmu hikmah itu berkait dgn hal2 yg ghaib dan hukum pokoknya kita wajib percaya kpd yg ghaib sprti contohnya adanya para malaikat,jin dan alam2 ghaib.siapapun bisa memiliki ilmu hikmah atas izin Allah,tapi harus di ingat,al ouran kalo di pegang oleh ahli sihir ia bisa jadi sihir,di pegang oleh ulama jadi ilmu panduan hidup,di pegang oleh orang fasik maka ia akan tunggang tebalik maksudnya pakai separuh buang separuh ayat hehe ini pendapat saya aja yg dhaif wassalam

Anonim mengatakan...

benar atau salah itulah proses, tergantung individunya siapa?
sungguh beruntung orang yang mengambil hikmah dan dengannya bertobat dari perjalanan "prosesnya" dan sungguh merugi orang yang menolak bertobat, karena sesungguhnya perjalanan seseorang memerlukan koreksi demi koreksi sebagai catatan kaki dalam perjalanannya...dan seseorang wajib bertobat sebab manusia tak luput dari kesalahan serta ego. Belajar Ilmu Hikmah mengantarkan pelakunya tuk bertobat dipersaksikan oleh Al-Qur'an dan As-Sunah. Wslm... Semoga kita termasuk orang yang bersungguh-sungguh dalam bertobat dan semoga Allah merahmati kita sekalian. amien...

as syifa nur alif mengatakan...

Amin...insya Alah....

Jaka Swara mengatakan...

Assalamu'alaikum Wr,Wb

Setiap ilmu memang tergantung dari seorang pengamalnya, apabila dia berzikir atau wirid mengamalkn suatu ilmu terbesit dalam hatinya suatu ingin mencoba maka tentunya akan berdampak kurang baik,akan tetapi bila niat semata-mata mencari ridha Allah yaitu mendekatkatkan diri,agar selalu taat, insya Allah akan mendapatkan kebaikan tersendiri.
http://wahana-spiritual.blogspot.com