Rabu, 31 Juli 2013

THE POWER OF "SHALAWAT"



THE POWER OF  “SHALAWAT”

Oleh : pak Agus Balung

Apabila  kita sedang sedih,  suntuk,  pengap,  resah, gunda gulana, tidak ada gairah hidup,  dikarenakan berbagai masalah,   yang sedang menerpa……..maka banyak-banyaklah bershalawat kepada Rasulullah Saw.     Bershalawatlah,  karena bershalawat dapat menghilangkan keresahan dan kesuntukan.     Bershalawat kepada Nabi artinya meminta agar perhatian Rasulullah tercurah kepada kita.

Allah berfirman : “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”  (Q.S. Al-Ahzaab: 56)

Ayat ini turun bukan hanya untuk sahabat Nabi, namun ayat ini turun sampai dengan manusia di akhir zaman. Ini artinya bahwa ayat ini memerintahkan kita juga untuk bershalawat kepada Rasulullah, sekalipun Rasulullah sudah meninggal 14 abad yang lampau.
Ubay bin Ka’ab bertanya kepada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah, berapa banyak saya harus mengucapkan shalawat untukmu?”
Rasulullah menjawab, “Sesukamu.”
Lalu Ubay bertanya lagi, “Apakah seperempat atau dua pertiga?”
Rasulullah menjawab, “Sekehendakmu. Dan jika engkau tambahkan, maka itu lebih baik.”
Jadi, makin banyak kita bershalawat kepada Nabi, maka akan semakin bagus. Ini adalah jaminan dari Rasulullah Saw.
Lalu Ubay kemudian bertanya lagi, “Apakah shalawatku untukmu seluruhnya?”
Rasulullah menjawab, “Karena itu, dosamu akan diampuni, dan kesedihanmu akan dihilangkan.”
Berarti Rasulullah proaktif memintakan untuk orang yang suka bershalawat terhadapnya agar Allah mengampuni dosa orang tersebut.  

Hal ini sesuai dengan firman Allah:
Dan kami tidak mengutus seseorang rasul, melainkan untuk dita`ati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (Q.S. An-Nisaa: 64)
Rasulullah bersabda:
Jadi, jika kita rajin bershalawat kepada Rasulullah Saw, maka dosa kita akan diampuni, dan kesedihan akan dihilangkan. (H.R. Tirmidzi).

Jangan pernah merasa rugi bershalawat terhadap Rasulullah. Dua dalil menguatkan mengenai hal ini. Dengan bershalawat, maka rasa sedih dan duka bisa hilang. Jadi, jika kita malas bershalawat, maka akan ada dua poin yang akan kita rasakan:

1) Barangsiapa yang membaca shalawat untukku sekali, maka Allah akan membalas dengan sepuluh shalawat baginya. Jika seseorang tidak bershalawat sekalipun, maka itu artinya dia tidak akan mendapat shalawat dari Allah.
2) Perbanyaklah membaca shalawat kepadaku, kata Rasulullah, pada malam Jum’at dan hari Jum’at. Sebab shalawat kalian diperlihatkan kepadaku.
Ini semakin memperkuat kita, bahwa meskipun Rasulullah sudah tiada dan meninggal, dia tetap secara rohani menyaksikan siapa di antara umatnya yang paling rajin mengingatnya, mencintainya, dan membacakan shalawat terhadapnya.

Ibnu Taimiyah berkata: “Shalawat yang paling sempurna adalah shalawat Ibrahimiyah,” yaitu yang sering kita baca ketika tahiyat:
Allahumma shalli ‘ala Muhammadin wa ‘ala aali Muhammad. Kama shallaita ‘ala Ibrahim wa ‘ala aali Ibrahim. Wa baarik ‘ala Muhammadin wa ‘ala aali Muhammad. Kama baarakta ‘ala Ibrahim, wa ‘ala aali Ibrahim. Fil ‘alamina innaka hamiidun majid.
Inilah shalawat yang paling kuat, yang paling afdhal, menurut Ibnu Taimiyah. Karena itulah, Rasulullah mencontohkan bacaan ini.

Shalawat terhadap Nabi akan memberikan dampak langsung kepada diri kita sendiri. Akan memberikan dampak pencerahan terhadap batin kita. Karena itu, pembacaan shalawat Nabi dengan cara penghayatan bagaimana nikmatnya shalawat itu, maka itu akan membekas di dalam batin kita. Perasaan jadi tenang, rindu kita kepada Rasulullah Saw. Dan untuk itu, marilah kita bershalawat terhadap Rasulullah, kita lantunkan dengan suara dalam kita sendiri.
Ya abbazzahra…
Melantunkan bait-bait ini adalah sama dengan shalawat Nabi. Bahkan suara batin kita sendiri yang kita suarakan terhadapnya, itu akan langsung menyentuh diri kita sendiri, dan insya Allah Rasulullah Saw akan memberikan syafa’at nantinya ketika di akhirat.

Marilah dengan penuh senang hati dan penuh rasa cinta kepada junjungan kita Rasulullah Saw, kita memberikan shalawat terhadapnya. Semoga shalawat yang telah kita bacakan akan mendpatkan manfaat bagi diri kita sendiri, tentunya juga dengan mengenang Rasulullah Saw.
Di dalam kitab-kitab kuning banyak sekali menganjurkan untuk kita membaca shalawat nabi. Bahkan Rasulullah Saw bersabda:
“Alangkah kikirnya umatku manakala namaku disebutkan, tapi tidak mengingat aku, tidak bershalawat terhadapku.”

Di dalam Kitab Irsyadul ‘ibad dikisahkan, bahwa ada seorang ibu yang wirid rutinnya itu dia tidak baca wirid-wirid lain karena tidak hapal, namun yang paling simpel yang ia baca adalah shalawat nabi. Mungkin ia juga tidak pintar membaca Al-Qur’an sehingga jarang mengaji. Tapi yang selalu ia ulang-ulangi kalimat yang ia hafal adalah shalawat nabi. Ketika ibu itu setiap kali mencuci pakaian di pinggir sumur, setiap kali sikat pakaiannya bergetar, setiap itu pula ia bershalawat nabi. Jadi gerakan tangannya diikuti dengan shalawat nabi. Ketika timbanya naik juga diikuti dengan shalawat nabi. Tiba-tiba anaknya terperosok masuk ke dalam sumur tersebut, kemudian ia refleks mengucapkan, “Allahumma shalli ‘ala Muhammad”. Ia membutuhkan waktu memanggil orang, dan akhirnya anak itu diangkat ke atas. Masya Allah, ternyata anak itu tidak tenggelam, bahkan rambutnyapun tidak basah.

Banyak keajaiban-keajaiban yang sering dialami oleh orang-orang yang banyak zikirnya, termasuk menzikirkan membaca shalawat nabi.
Rasulullah sendiri mengatakan kepada kita, “Kalau kalian sering bershalawat terhadapku, maka dosanya akan diampuni dan dadanya akan dilapangkan.”

Banyak jenis shalawat, mana yang paling afdhal?
Menurut Ibnu Taimiyah, shalawat yang paling sempurna adalah shalawat Ibrahimiyah. Ini pendek, semua kita pasti hapal karena sudah pasti kita membacanya setiap shalat. Kalau kita shalat mayyit, Shalawat Ibrahimiyah ini saja dibaca, kalau kita tidak bisa menghapal shalawat yang lebih panjang, karena bertingkat-tingkatnya shalawat nabi tersebut.

Kalau kita mendapatkan kegelisahan, keresahan, kegundahan dan kegersangan hati, bacalah Shalwat Nabi. Di dalam sebuah kitab disebutkan, bahwa kalau suatu waktu kita melupakan sesuatu, maka kita dianjurkan membaca Shalawat Nabi.

Shalawat Nabi juga bagus dibaca ketika telinga kita mendengung. Diriwayatkan, bahwa kalau telinga kita mendengung, entah kanan atau kiri, maka bacalah Shalawat Nabi.
Kemudian, zakarallahu bikhairin wa zakarani.

Ada juga yang senantiasa mewiridkan Shalawat Nabi ketika kakinya sedang kesemutan. Bahkan ada yang mengatakan, sekalipun kita di kamar mandi, kalau ketika itu kita mendengarkan nama Nabi Muhammad disebutkan, kita juga boleh bershalawat di kamar mandi atau kakus tersebut.

Lafadz-lafadz shalawat itu betapa banyak memberikan manfaat untuk ketenangan jiwa dan kelapangan dada, bahkan juga berfungsi sebagai pengampunan dosa dan menghibur Rasulullah Saw.

Lafadz-lafadz lain yang perlu kita perhatikan juga adalah lafadz: “Hasbunallah wa ni’mal wakil, ni’mal maula wa ni’mal nashir, wa la haula wala quwwata illa billahi hal ‘aliyyul ‘azim.” Jadi, di dalam Wirid As-Syifa kita ditutup dengan lafadz ini.

Di dalam Kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali disebutkan, bahwa kata-kata ini: “Hasbunallah wa ni’mal wakil …” diucapkan oleh Nabi Ibrahim ketika ia dilemparkan ke dalam api, sehingga api itu tiba-tiba menjadi dingin dan tidak mematikan Nabi Ibrahim.

Juga lafadz tersebut diucapkan oleh Nabi Muhammad Saw dalam Perang Uhud, lalu Allah menolongnya. Kita tahu, bahwa pada Perang Uhud itu Kaum Muslimin mengalami kekalahan, terdesak, terjebak, dipukul mundur, dikepung, namun kemudian ada keajaiban yang menyelamatkan pasukan Kaum Muslimin ketika itu, walaupun harus melangkah mundur. Beliau (Rasulullah)  mengucapkan lafadz tersebut  (hasbunallah wa ni’mal wakil…).
Dalam riwayat juga disebutkan, lafadz ini (hasbunallah wa ni’mal wakil…) juga diucapkan oleh Nabi Musa ketika ia melihat lautan terbentang di depan matanya, sedangkan musuh mengejar di belakangnya. Maka dengan izin Allah, ia kemudian menjadi selamat.

Dalam kondisi ketika kita terdesak oleh suatu problema yang sangat besar, maka kita tidak boleh kosong, kita tidak boleh tidak ada upaya, dan ingatlah bahwa lafadz-lafadz tersebut penting untuk diucapkan.
Seperti difirmankan oleh Allah di dalam Al-Qur’an, bahwa ketika Nabi Adam sedang terdesak, diajarkan: “Wa ‘allama adama al-asma-a kullaha.” Allah mengajari Nabi Adam ketika ia sedang terdesak dengan sebuah kalimat (al-asma).

Di dalam kitab-kitab tafsir disebutkan, bahwa al-asma tersebut adalah Shalawat Nabi. Jadi, Nabi Muhammad belum lahir, namun sudah ada perintah kepada Nabi Adam untuk membaca Shalawat kepada Nabi Muhammad Saw.

 Kalau kita lihat di dalam buku-buku tasawuf, mengapa Nabi Adam bershalawat kepada Nabi Muhammad, sedangkan Nabi Muhammad ketika itu belum hadir (belum dilahirkan) ke dunia ini. Nabi Adam itu adalah “Abul basyaril ula” (Bapak biologis pertama). Sedangkan Nabi Muhammad adalah “Aburruuhil ula” (Bapak roh manusia pertama). Karena itu sering diistilahkan, bahwa Nabi Muhammad itu sesungguhnya adalah Nabi Pertama sekaligus Nabi Terakhir. Secara biologis Nabi Muhammad adalah Nabi Terakhir, tapi secara rohani ia adalah Nabi Pertama. Nabi Adam secara biologis adalah Nabi Pertama, tapi bukan secara rohani.
 Wallahu a’lam.

Karena itu, para nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad sudah tahu bahwa Nabi Muhammad Saw akan hadir. Inilah kemuliaannya Nabi Muhammad Saw.
Jadi, kalimat-kalimat penting tersebut di atas penting juga untuk kita ingat ketika kita dalam keadaan terdesak. Jangan sampai kita memanggil Bapak kita,  “Aduh, bapak”,  “Aduh emak”, memanggil suami, atau siapa saja makhluk Allah, tapi panggillah Allah ketika kita terdesak itu. Bagaimana memanggil Allah tersebut?   “Hasbunallah wa ni’mal wakil ni’mal maula wa ni’mal nashir wa la haula wala quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘azim”

“Ketika hamba menyadari bahwa semua ini adalah perlindungan rabbani, tentunya ia juga akan menyadari bahwa di sana ada Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Penolong, Maha Pelindung, dan Maha Pengasih.”

Ketika kita membutuhkan pertolongan kepada Tuhan, seandainyapun kita terlempar, tercebur ke tengah samudera tanpa penolong, pada saat itu juga harus kita mengingat Allah, tidak boleh putus asa. Dalam kondisi seperti apapun kita tidak boleh putus harapan, putus asa terhadap Allah. Sekalipun kita diceburkan ke tengah samudera tanpa penolong siapapun juga, tetap kita tidak boleh putus asa. Kita pasrahkan total diri kita kepada Allah.
Allah berfirman:
Wallahu khairun hafidzan, wa huwa arhamarrahimin
“Maka Allah adalah sebaik-baik penjaga, dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang
.”

Ada yang hafidz, tapi tidak rahman dan rahim. Sedangkan Allah adalah Al-Hafidz (Pemelihara) yang sekaligus Al-Rahman (Pengasih) dan Al-Rahim (Penyayang). Banyak sekali orang yang memperhatikan, banyak juga orang yang memelihara, serta banyak juga orang yang bertanggungjawab, tapi tidak memiliki kasih dan sayang. Beda halnya dengan Allah, menjadi pemelihara dan juga menjadi pengasih dan penyayang terhadap yang dipelihara-Nya. Karena itu, kalau kita sudah serahkan diri kita kepada Allah Swt dalam kalimat, “Hasbunallah wa ni’mal wakil ni’mal maula wa ni’mal nashir wa la haula wala quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘azim”, mau kemana lagi kita.

Kalau Allah menghendaki, laut itu tidak mau menenggelamkan sahabat Tuhan. Laut memang mematikan, tapi ada contoh kalau laut itu takut juga terhadap Tuhan. Kalau laut yang mematikan, maka matilah Nabi Musa. Mengapa Nabi Musa tidak tenggelam di lautan? Berjalan di atas air, tidak tega air itu membunuh sahabat-Nya. Tidak tega ikan itu menelan dan memusnahkan sahabat-Nya yang bernama Nabi Yunus. Tidak tega api itu membakar sahabat-Nya, yaitu nabiullah Ibrahim.  Dan tidak tega kuman, virus itu mematikan kekasih-Nya, nabi Ayyub.

Semoga bermanfaat. Amin



Jumat, 26 Juli 2013

SEBUTIR BUAH KURMA YANG DAHSYAT



SEBUTIR BUAH KURMA YANG DAHSYAT

Oleh  :  pak Agus Balung

Dalam sebuah majelis “jagong bayi” dirumah salah seorang warga kampung yang baru saja menerima anugerah kelahiran seorang bayinya, wak kaji Alimun melemparkan sebuah pertanyaan pada yang hadir di majelis itu.  Saudara-saudaraku, maukah anda mendengar sebuah cerita tentang “keajaiban sebutir buah kurma” yang mampu menolak sebuah doa ?.  Dengan serta merta para hadirin menjawab “Mauuuuu…..”. Baik, kalau begitu……begini ceritanya :

Ibrahim bin Adam, seorang ahli ibadah yang zuhud dan wara’ sedang  menunaikan ibadah haji,  Seusai menunaikan ibadah haji, ia berniat ziarah ke mesjidil Aqsa. Untuk bekal di perjalanan, ia membeli 1 kg kurma dari pedagang tua di dekat mesjidil Haram. Setelah kurma ditimbang dan dibungkus, Ibrahim melihat sebutir kurma tergeletak didekat timbangan. Menyangka kurma itu bagian dari yang ia beli, Ibrahim memungut dan memakannya. Setelah itu ia langsung berangkat menuju Al Aqsa.       Empat Bulan kemudian, Ibrahim tiba di Al Aqsa. Seperti biasa, ia suka memilih sebuah tempat beribadah pada sebuah ruangan dibawah kubah Sakhra. Disana ia shalat dan berdoa dengan khusyuk sekali.

Tiba tiba ia mendengar percakapan dua Malaikat tentang dirinya. “Itu, Ibrahim bin Adham, ahli ibadah yang zuhud dan wara yang doanya selalu dikabulkan Allah SWT,” kata malaikat yang satu.
“Tetapi sekarang tidak lagi. doanya ditolak karena 4 bulan yg lalu ia memakan sebutir kurma yang jatuh dari meja seorang pedagang tua di dekat mesjidil haram,” jawab malaikat yang satu lagi.


Ibrahim bin adham terkejut sekali, ia terhenyak, jadi selama empat bulan ini ibadahnya, shalatnya, doanya dan mungkin amalan-amalan lainnya tidak diterima oleh ALLAH SWT gara-gara memakan sebutir kurma yang bukan haknya.

“Astaghfirullahal adzhim” ibrahim beristighfar.Ia langsung berkemas untuk berangkat lagi ke Mekkah menemui pedagang tua penjual kurma. Untuk meminta dihalalkan sebutir kurma yang telah ditelannya.
Begitu sampai di Mekkah ia langsung menuju tempat penjual kurma itu, tetapi ia tidak menemukan pedagang tua itu melainkan seorang anak muda. “Empat bulan yang lalu saya membeli kurma disini dari seorang pedagang tua. kemana ia sekarang ?” tanya ibrahim.
“Sudah meninggal sebulan yang lalu, saya sekarang meneruskan pekerjaannya berdagang kurma” jawab anak muda itu.
“Innalillahi wa innailaihi roji’un, kalau begitu kepada siapa saya meminta penghalalan ?”.
Lantas ibrahim menceritakan peristiwa yg dialaminya, anak muda itu mendengarkan penuh minat.
“Nah, begitulah” kata ibrahim setelah bercerita, “Engkau sebagai ahli waris orangtua itu, maukah engkau menghalalkan sebutir kurma milik ayahmu yang terlanjur ku makan tanpa izinnya?”.
“Bagi saya tidak masalah. Insya ALLAH saya halalkan. Tapi entah dengan saudara-saudara saya yang jumlahnya sebelas orang. Saya tidak berani mengatas nama kan mereka karena mereka mempunyai hak waris sama dengan saya.”
“Dimana alamat saudara-saudaramu ? biar saya temui mereka satu persatu.”
Setelah menerima alamat, ibrahim bin adham pergi menemui. Biar berjauhan, akhirnya selesai juga menemui sebelas ahli waris pedagang kurma itu.  Semua setuju menghalakan sebutir kurma milik ayah mereka yang termakan oleh ibrahim.

Empat  bulan kemudian, Ibrahim bin adham sudah berada dibawah kubah Sakhra. Tiba tiba ia mendengar dua malaikat yang dulu terdengar lagi bercakap cakap. “Itulah ibrahim bin adham yang doanya tertolak gara gara makan sebutir kurma milik orang lain.”
“O, tidak.., sekarang doanya sudah makbul lagi, ia telah mendapat penghalalan dari ahli waris pemilik kurma itu. Diri dan jiwa Ibrahim kini telah bersih kembali dari kotoran sebutir kurma yang haram karena masih milik orang lain. Sekarang ia sudah bebas.”

Oleh sebab itu marilah kita berhati-hati dengan  makanan yang masuk ke tubuh kita, sudah halal-kah ?
Lebih baik tinggalkan bila ragu-ragu…
Semoga bermanfaat.


Rabu, 24 Juli 2013

BULAN TURUNNYA AL QUR'AN



BULAN TURUNNYA AL QUR’AN

Oleh : pak Agus Balung

Suatu ketika pak Alimun bertanya pada seorang temannya, di pos kamling saat ronda kampung, pertanyaannya begini : “Kenapa sih, kita ini koq diwajibkan berpuasa ?”
Temanya menjawab : “Kita diwajibkan berpuasa agar supaya kita menjadi orang yang bertaqwa”, kemudian teman tadi megutip firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 183  :
“Hai, orang orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa.”


Lalu pak Alimun berkilah, jawaban itu belum tepat. Karena dalam ayat tersebut berbunyi “…..AGAR kamu BERTAQWA…”, dan itu artinya bukan ‘penyebab’, melainkan ‘akibat’.  Jika kita berpuasa dengan baik dan benar, maka kita akan menjadi orang yang bertaqwa, yang memiliki kontrol yang bagus.

Seorang teman yang lain ikutan menjawab, “supaya menjadi sehat”, teman itupun mengutip sabda Rasulullah SAW : “Shuumu tashiihu”..berpuasalah kamu, maka kamu akan sehat. Atas jawaban yang inipun, pak Alimun masih berargumen, “supaya sehat” itupun bukan ‘penyebab’, melainkan ‘akibat’.  Siapapun orangnya, lanjut pak Alimun, kalau dia berpuasa dengan baik dan benar, maka insya Allah dia akan menjadi lebih sehat.
Kedua-duanya, yaitu “taqwa” dan “sehat” adalah akibat dari puasa, karena menggunakan kata sambung “agar” dan “supaya”.

Ada hal lain yang menjadi penyebab utama, kenapa umat Islam diwajibkan berpuasa dibulan Ramadhan, yakni, disebabkan turunnya al Quran sebagai petunjuk di bulan suci itu, sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 185 :
Bulan Ramadhan adalah bulan yang didalamnya diturunkan al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia. Dan (berisi) penjelasan penjelasan mengenai pentunjuk itu. ‘Karena itu”, barang siapa diantara kamu menyaksikan (datangnya) bulan itu, ‘hendaklah’ ia berpuasa dibulan tersebut.”

“…….hendaklah ia berpuasa dibulan tersebut”,  nah kata sambung ‘karena itu’ dalam ayat tersebut diatas menunjukkan ‘penyebab’.  Bahwa umat islam diperintahkan untuk berpuasa karena turunnya kitab suci al Qu’an, bukan oleh sebab yang lain.

Oleh karena itulah, adalah suatu hal yang kurang patut bilamana ada orang yang berpuasa tapi tidak rajin membaca al Qu’an, mengapa….karena menyalahi latar belakang turunnya perintah puasa Ramadhan.
Membaca, dalam hal ini tidaklah sekedar reading, atau  maos thok, melainkan harus sampai pada memahami, dan finalnya memperoleh pentunjuk dari dalamnya. Mdengapa, sebab, dalam ayat 185, surat Al Baqarah tersebut jelas jelas memberikan arah, bahwa al Qur’an yang diturunkan dibulan Ramadhan ini berisi petunjuk bagi kita, manusia, “huddan linnas” bahkan lebih jauh mestinya harus sampai pada tahap meperoleh “al furqon” alias pembeda.

Sebuah ungkapan implisit, bahwa seorang yang memperoleh petunjuk itu mestinya bisa ‘tampil beda’  dalam kehidupan sehari harinya. Bukan menjadi follower, akan tetapi menjadi trend setter.  Dengan kata lain, seseorang yang menerapkan ajaran al Qur’an dalam hidupnya ia akan mempunyai pegangan yang kokoh, yang akan menjadikannya sebagai pioneer yang mencerahkan sesame lingkunganya. Menjadi agen perubahan, bahkan menjadi teladan.

Tetapi kenapa banyak orang islam yang belum bisa menjadi pioneer, belum bisa menjadi agen perubahan dan teladan ?.    Jawabnya sederhana : berarti ia belum memproleh petunjuk dari dalam al Qur’an.  Barangkali membacanya hanya sebatas formalitas. Khatam bolak balik, tapi tidak paham maknanya, apalagi menjalankan dalam kehidupan sehari hari.

Ambil satu missal saja, al Qur’an mengajarkan kejujuran, dan sudah kita abaca berkali kali ayat ayat tentang kejujuran itu, akan tetapi dalam kehidupan sehari hari banyak diantara kita yang tidak jujur.
Lalu, al Qur’an mengajarkan keadilan, dan kita berkali kali mengutipnya, tetapi setiap hari kita tidak berlaku adil.  Al Qur’an mengajarkan berpolitik yang Islami, tetapi kenyataannya akhlak berpolitik kita amburadul, dan seterusnya, dan seterusnya. Banyak ketidak cocokan antara pentunjuk al Qur’an dengan perilaku kita, dalam berbudaya, berekonomi, berpendidikan, berumah tangga, bermasyarakat, dan lain sebagainya.

Maka, bulan Ramadhan adalah bulan membaca al Qur’an sampai paham. Bukan hanya soal khatam,  bahkan bukan soal  berapa kali khatam.  Akan tetapi diharapkan kita, kaum muslim mampu mengaplikasikan pentunjuk didalam al Qur’an itu sendiri dalam kehidupan kita sehari hari, yaitu dengan cara membaca al Qur’an sambil merenungkan dan memahami isinya secara mendalam.

“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) al Qur’an karena hendak cepat cepat (menyelesaikan)-nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah menghimpunkan (pengertian)-nya dan membacanya.  Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasan (isi)nya”  (QS : Al Qiyaamah : 16-19)

Dengan cara ini, umat Islam akan memperoleh hikmah yang luar biasa banyaknya dari dalam al Qur’an sebagai petunjuk.  Dan kemudian melatihnya selama bulan Ramadhan dengan puasa yang baik dan benar.  Puasa yang bukan hanya sekedar menahan lapar dan dahaga. Melainkan puasa yang bisa mendidik jiwa raga kita menjadi lebih sehat  dan bertaqwa.
Hasilnya, insya Allah, seusai Ramadhan umat Islam bakal memperoleh al furqon yang menjadikannya sebagai pribadi yang ‘tampil beda’. Bahkan, menjadi agen perubahan menuju arah yang lebih baik bagi masyarakatnya. Sungguh bangsa ini butuh orang orang yang seperti ini. Insya Allah.

Wallahu a’lam bishawab



Selasa, 16 Juli 2013

KESEMPATAN ITU MASIH JUGA DIBERIKAN PADA FIR'AUN



‘KESEMPATAN’  ITU MASIH JUGA DIBERIKAN PADA FIR’AUN

Oleh : pak Agus Balung

Tak seorangpun yang tak pernah berbuat salah dan dosa. Seetiap anak manusia pasti pernah berbuat khilaf, salah dan dosa. Mengapa, karena tidak ada manusia yang sempurna. Kepada mereka yang merasa berdosa besar, kepada mereka yang merasa punya berdosa banyak, ketahuilah sesungguhnya Allah menunggu pintu-Nya diketuk, untuk kemudian Dia beri ampunan, maaf dan karunia. Bukankah Allah itu dzat yang Maha Pemurah, Pengasih dan maha Pemaaf.

Sesungguhnya sangat  beruntunglah manusia yang bertuhankan Allah. Karena Dia begitu besar sifat pemaafnya terhadap hambaNya, Allah Maha Pemaaf.  Allah berfirman melalui hadits qudsi-Nya, yang diriwayatkan oleh Abu Dzar al Ghiffari :

“wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya kamu berbuat dosa di waktu malam dan di siang hari, sedang Aku mengampuni segala dosa. Maka mintalah ampunan kepada-Ku, niscaya Aku mengampuni dosa kamu.”

Kemudian diriwayatkan juga oleh Turmudzi sebuah hadits qudsi yang juga sejuk didengar oleh para pendosa,
“wahai Bani Adam, apabila engkau mengajukan permohonan dan mengharap kepada-Ku, Ku-ampuni segala yang ada padamu tanpa peduli. Wahai Bani Adam, sekalipun dosamu bertumpuk-tumpuk hingga setinggi langit, tapi kemudian engkau meminta ampun kepada-Ku, niscaya Ku-ampuni dosamu. Wahai Bani Adam, sekiranya engkau datang dengan dosa setimbang bumi, kemudian engkau menemui Aku dalam keadaan tidak mensekutukan Aku dengan sesuatupun, niscaya Aku kurniakan ampunan setimbang dosa itu.”

Begitulah Allah memberi kabar, membesarkan hati para pendosa, memotivasi para pembangkang-Nya, Bahwa Dia selalu berkenan menerimanya kembali, dan bahkan mengahapuskan segala salah dan dosa anak manusia.


Memang ada sebagian fuqaha yang mengklasifikasikan ampunan dan maaf Allah. Kata beliau, para fuqaha itu,  Yang diampuni itu adalah dosa dan maksiat kepada Allah.   Sedangkan dosa terhadap sesama  manusia, ampunan dan maaf tetap terletak pada keridhaan manusia yang bersangkutan.

Namun ada juga yang berpendapat lain.  Bahwa, kalau Allah sudah berkehendak mengampuni, mengapa lagi harus menunggu ampunan dan maaf dari manusia.

Yang penting kita mau memohon ampunan-Nya, meminta maaf-Nya, Mengimani-Nya kembali seraya memperbaiki diri dan berbuat kebaikan.
Urusan dengan manusia dengan segala problematika kehidupannya akan menjadi urusan Allah. Allah yang akan mengurus sebaik baik urusan.

Lihat saja firman-firman-Nya berikut ini:
“… Barangsiapa yang mendapatkan pelajaran dari Tuhannya, menerima peringatan dari-Nya, lalu dia menghentikan langkah buruknya, maka yang lalu biarlah berlalu. Dan urusannya menjadi urusan Allah…” (al Baqarah: 275).

“… Barangsiapa yang mengerjakan perbuatan dosa [sebelum ayat ini Allah menyebut sekian deretan dosa besar] maka sungguh ia melakukan perbuatan salah. Akan ditimpakan baginy azab di hari kiamat kelak dan dihinakan sehina-hinanya. Kecuali mereka yang berhenti, kembali beriman dan mengerjakan amal kebaikan. Maka mereka inilah yang akan Allah gantikan keburukannya dengan kebaikan demi kebaikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (al Furqân: 68-70).

Bahkan menilik dari ayat 68-70 surah al Furqan di atas, Allah malah menjanjikan merubah keadaan buruk menjadi keadaan yang baik.

Kuncinya, hentikan saja dulu perbuatan buruk, kembali mengimani-Nya dan melakukan perbuatan baik. Kalau tadinya ia terhina disebabkan kelakuannya, kelak,  ia akan menjadi terhormat sebab dari petaubatannya dan sebab kelakuannya pula.

Kalau tadinya ia punya hutang banyak, dan tidak sanggup menemui orang-orang yang dijadikan tempat berhutang, Kelak urusan Allah membayarkan hutang hutangnya dan menjadikannya banyak uang.

Kalau tadinya seribu orang mengenal diri dia sebagai perusak dan penjahat, Maka menjadi urusan Allah untuk mengubah citra dirinya menjadi dikenal sebagai manusia mulia yang terhormat, dan disegani banyak orang.  Hal yang demikian tidak sulit bagi Allah. Sangat mudah.

Allah punya berjuta cara misterius dalam menolong dan mengangkat derajat seseorang. Dan Allah juga punya kuasa untuk membolak-balikkan keadaan seseorang.

Fir’aun saja masih diberikan kesempatan

Sehubungan dengan luasnya kesempatan yang diberikan Allah, kita mengetahui lewat firman-Nya, bahwa Allah-pun pernah memberikan kesempatan kepada Fir’aun untuk memperbaiki diri.

Kalau  terhadap Fir’aun saja, sosok yang sangat durhaka pada Allah, yang tingkat kejahatannya sudah diabadikan dalam Al Qur’an, masih juga  diberikan kesempatan oleh Allah untuk memperbaiki diri dan beroleh rahmat-Nya kembali,…… apalagi kita?

Mudah-mudahan Allah berkenan mengampuni kita dan mengubah jalan hidup kita;
“Apakah sudah sampai berita tentang Musa kepadamu? Yaitu ketika Tuhan memberinya wahyu di bukit yang diberkati, pergilah engkau kepada Fir’aun sesungguhnya dia adalah manusia pendurhaka. Dan katakanlah kepadanya, akankah ia sudi mensucikan dirinya…?” (an Nazi’ât: 15-18).

Sebagai manusia yang tidak pernah luput dari kesalahan dan dosa, kita tidak boleh memutus-asa kan seseorang dari rahmat Allah. Misalnya, dengan mengatakan bahwa dosanya tidak akan terampuni, atau dia telah terlaknat.
Seharusnya kita gembirakan hatinya, dan kita ajak ia untuk menggapai lagi kebersihan hati untuk menggapai rahmat dan ridho-Nya.

Akan halnya kesusahan,  harus diakui penyebab yang paling banyak adalah lantaran kita sendiri yang menimbulkannya. Maka akan menjadi indah tawaran-tawaran Allah untuk kita, agar kita bisa mensucikan diri. Subahanallah.

Kalau kita sudah bersih kembali, atau paling tidak ada upaya pembersihan diri, maka Allah pun akan berkenan untuk mendekat kembali kepada kita. Dan memperbaiki kwalitas hidup dan kehidupan kita. Semoga

Di mata Allah, semua manusia berkesempatan sama, berkesempatan memperbaiki diri dan berkesempatan memperoleh ampunan dan rahmat-Nya kembali.

(Sumber disarikan dari  :  Materi  KH Yusuf Mansyur)