Oleh : pak
Agus Balung
Suatu ketika seekor kucing mendadak
bertingkah pada saat Nabi SAW sedang menjalankan shalat pada suatu malam. Suara
meongnya terdengar memekakkan telinga. Si “macan kampung” ini mencoba menjahili
Rasulullah dengan tujuan agar konsentrasi Beliau terganggu. Lalu ditangkaplah
kucing tadi yang ternyata merupakan jelmaan setan.
Semula Nabi SAW hendak mengikat
setan yang berwujud kucing itu pada sebuah tiang di masjid sampai menjelang
pagi agar para sahabat dapat melihatnya. Tapi, Rasulullah teringat apa yang
dikatakan Nabi Sulaiman : “Tuhan, ampunilah aku, dan anugerahkanlah
kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang pun jua sesudahku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Pemberi.” (Ash-Shad:35).
Demikianlah menurut riwayat
Abdurrazzaq. Rupanya, setan memang tak kenal putus asa untuk selalu mengganggu
Nabi SAW. Padahal, Al-Qadhi Iyadh berkata: “Ketahuilah, bahwa seluruh umat
berijtima’ (sepakat) kalau Nabi SAW itu dilindungi dan terpelihara, serta disucikan
Allah dari segala macam gangguan dan bisikan setan, baik tubuhnya maupun
hatinya.”
Simak saja, sebuah hadist yang
diriwayatkan Abu Darda’, iblis datang membawa nyala api yang hendak dilemparkan
ke wajah Rasulullah SAW ketika sedang shalat. Maka beliau bertaawudz, meminta
perlindungan Allah dari kejahatan makhuk yang terkutuk itu. Begitu juga ketika
Nabi SAW sedang melakukan perjalanan Isra’ pada malam hari, Beliau dihadang
oleh iblis dengan api. Maka Jibril mengajarkan Rasulullah doa yang langsung
dibacanya. Padamlah api itu lalu rontok menjadi abu yang bertebaran,
sebagaimana yang diriwayatkan Malik dalam Al-Muwaththa.
Hadist serupa juga diriwayatkan
‘Aisyah dan lain-lainnya. Dalam beberapa riwayat disebutkan, bukan sekali dua
kali setan mencoba menghadangnya untuk memadamkan cahaya dan mengganggunya di
berbagai tempat. Namun setelah gagal dan putus asa, mencoba mengganggunya di
waktu beliau sedang shalat. Dan pernah ditangkap dan ditindak oleh Nabi SAW.
Oleh karena setan tidak bisa
mengganggu secara langsung, maka ia memperalat musuh-musuh Rasulullah. Seperti
yang termaktub dalam sebuah riwayat, bahwa pada malam hijrah Nabi SAW, Quraisy
berembuk dan bersekongkol merencanakan pembunuhan Beliau dalam sebuah
pertemuan.
Ada lagi, suatu ketika, iblis menyamar
sebagai orang tua yang datang dari Najed. Di kesempatan yang lain, iblis
menyamar sebagai Suraqah bin Malik waktu perang Badar. Tentang masalah ini, Allah berfirman: “Dan
ketika setan menjadikan mereka yang dapat menang terhadap kamu pada hari ini,
dan sesungguhnya Aku ini adalah pelindungmu. Maka tatkala kedua pasukan itu
telah saling berhadapan, setan itu balik ke belakang seraya berkata: Sesungguhnya aku lepas darimu, sesunguhnya aku dapat melihat apa yang tidak
dapat kau lihat, sesungguhnya aku takut kepada Allah dan Allah itu sangat keras siksanya.” (Al-Anfal: 48).
Sebelum peristiwa itu, yakni pada
waktu berlangsungnya baiat yang populer dalam sejarah disebut Baitul Aqabah
sebelum Nabi SAW hijrah. Untuk menghadapi seabrek godaan setan itu, Nabi SAW
tetap terlindung dan terpelihara dari segala macam rongrongan dan kejahatan.
Misalnya: tatkala Nabi SAW sedang minum obat, ada yang berkata kepadanya:
“Kiranya penyakit yang dideritanya itu sejenis paru-paru.” Beliau spontan
menjawab: “Tidak, itulah dari setan, sedang setan tidak dibiarkan oleh Allah
berbuat sesuatu terhadap diriku.”
Di sisi lain, mungkin muncul
pertanyaan bagaimana dengan firman Allah: “Dan jika engkau ditimpa sesuatu godaan, maka berlindunglah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (Al-A’raf: 200). Maksud ayat itu bukan tertuju
khusus kepada Nabi SAW, tapi kepada umatnya, seperti perintah-perintah lain,
yang menurut susunan kalimatnya seakan-akan dihadapkan kepada Nabi SAW. Namun
yang dituju adalah umatnya.
Demikian pula firman Allah: “Dan
Kami mengutus sebelum kamu seorang Rasul pun, dan tidak pula seorang Nabi,
melainkan apabila ia mempunyai suatu keinginan, setan pun memasukkan
godaan-godaan terhadap keinginan-keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang
dimasukkan oleh setan itu, Allah menguatkan ayat-ayat-Nya, dan Allah Maha
Mengetahui dan Maha Bijaksana.”
Dalam menafsirkan ayat yang satu
ini, banyak ulama tergelincir karena kalimat (tamanna) diartikan membaca.
Sebagai dalilnya dikemukakan kisah Al-Gharanieq yang bohong dan isapan jempol
semata, baik dilihat dari segi akal maupun naqal.
Tahukah anda apakah kisah
Al-Gharanieq itu ? Itu sebuah kisah yang sengaja diselundupkan oleh musuh-musuh
Islam, yang kemudian termakan oleh sebagian orang. Konon, Nabi SAW pernah
membaca surat Wannajmi hingga sampai ke ayat: Pantaskah kalian menganggap
Al-Latta, Al-Uzza, dan Al-Manat ketiganya yang paling kemudian. Lalu
meluncurlah dari mulut Nabi SAW sebagai tambahan kalimat-kalimat: “Itulah
berhala-berhala tinggi yang diharapkan syafaatnya.” Setelah itu, maka Nabi SAW
sujud dan diikuti oleh orang-orang Islam, serta berhala-berhalanya”.
Dalam riwayat yang lain, setanlah
yang menginginkan kata-kata itu melalui lidah Nabi SAW karena Beliau
menginginkan sesuatu yang dapat mendekatkan dirinya kepada kaumnya. Maka,
setelah kejadian itu hati beliau menjadi sedih, dan Allah menurunkan ayat
tersebut untuk menghibur kegundahan hati Nabi SAW. Demikianlah kisah-kisah
bohong yang sengaja dihembuskan oleh musuh-musuh Islam mengenai kisah
Al-Gharanieq.
Tafsiran ayat itu yang benar dan sah
seperti yang diuraikan oleh As-Syaikh Abdul Aziz Ab-Dabbagh, bahwa Allah tidak
mengutus seorang Rasul atau Nabi melainkan Rasul itu mengharapkan sepenuhnya
dan menginginkan dengan sungguh-sungguh agar umatnya beriman. Sebagaimana
firman Allah: “Maka, barangkali kamu membinasakan dirimu, karena bersedih hati, sesudah mereka berpaling sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini.” (Al-Kahfi: 6).
Dalam surat Yunus: 103: “Dan sebagian besar manusia tidak beriman, walaupun
kamu sangat mengingnkannya.”
Juga di dalam surat Yunus: 99: “Apakah kamu hendak memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya.”
Umat yang dihadapi para Nabi dan
Rasul itu berbeda-beda, seperti firman Allah: “Akan tetapi mereka berselisih, maka diantara mereka ada yang beriman,
dan ada diantaranya yang kafir.”
(Al-Baqarah: 253).
Begitulah polah tingkah setan yang
sudah berjanji kepada Allah untuk selalu menggoda manusia terus berlanjut
sampai kiamat tiba. Sebuah hadist dari Ibnu Mas’ud, bahwa Nabi SAW bersabda:
“Tak seorang pun diantara kalian, melainkan Allah mengikutsertakan kepadanya
seorang jin dan malaikat.” Ada sahabat yang bertanya: “Apakah engkau juga
demikian, ya Rasulullah ?” Nabi menjawab, “Juga aku. Hanya saja Allah
menolongku, maka aku terlindung dari gangguannya.”
Meskipun Allah sudah menggaransi
untuk melindungi Nabi SAW dari gangguan setan, toh Rasulullah secara tegas
tetap menyatakan perang dengan setan, sekaligus memberi teladan bagaimana cara
kita menghadapi setan, yakni hanya dengan memohon perlindungan kepada Allah.
Tentu, sebagai umatnya kita pun harus pegang prinsip tak ada kompromi dengan
setan.
Semoga yang
sedikit ini bermanfaat bagi kita, bagi saya dan anda semua, insya Allah. Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar