MENJADI CERDAS SPIRITUAL
Oleh : pak Agus Balung
“Orang
yang cerdas adalah mereka yang mampu mengendalikan nafsunya dan beramal (berbuat) untuk masa sesudah mati, sedang orang yang lemah ialah mereka yang mengikuti nafsunya dan berangan-angan kepada Allah.” (Riwayat Imam Ahmad).
Hadits di atas oleh sebagian ahli
di-dhaifkan, tapi Tirmidzi menghasankan, bahkan Al-Hakim menshahihkannya. Sanad
Hadits di atas mengundang perdebatan karena adanya perawi yang bernama Abu
Bakar bin Abu Maryam yang oleh sebagian ahli Hadits dikelompokkan sebagai orang
yang lalai. Akan tetapi matan (isi) kandungan Hadits tersebut sangat baik,
sejalan dengan ajaran Islam secara keseluruhan dan tidak ada yang menyangsikan.
Menurut Hadits ini, kecerdasan
seseorang dapat diukur dari kemampuannya dalam mengendalikan hawa nafsunya
(cerdas emosi) dan mengorientasikan semua amalnya pada kehidupan setelah mati
(cerdas spiritual). Mereka yakin bahwa ada kehidupan setelah kematian, mereka
juga percaya bahwa setiap amalan di dunia sekecil apapun akan
dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Shubhanahu wata’ala (SWT).
Keyakinan tentang keabadian,
menjadikannya lebih berhati-hati dalam menapaki kehidupan di dunia ini, sebab
mereka percaya bahwa kehidupan itu tidak sekali di dunia ini saja, tapi ada
kehidupan yang lebih hakiki. Dunia adalah tempat menanam, sedang akhirat adalah
tempat memanen. Siapa yang menanam padi akan menuai padi. Siapa yang menanam
angin akan menuai badai.
Tak hanya bersikap hati-hati, orang
yang cerdas spiritualnya lebih bersemangat, lebih percaya diri, dan lebih
optimis. Mereka tidak pernah ragu-ragu berbuat baik. Sebab jika kebaikannya
tidak bisa dinikmati saat di dunia, mereka masih bisa berharap mendapatkan
bagiannya di akhirat nanti. Jika tidak bisa dinikmati sekarang, amal kebaikan
itu akan berubah menjadi tabungan atau deposito secara otomatis, yang kelak
akan dicairkan justru pada saat mereka sangat membutuhkan.
Ketika menanam pohon, misalnya,
mereka sangat antusias. Mereka yakin jika pohon tersebut nantinya berbuah,
tidak ada yang sia-sia sekalipun buahnya dimakan burung atau dicuri maling.
Sekalipun ia tidak menikmati buah itu di dunia ini, ganjarannya akan dipetik di
akhirat nanti.
Orang-orang ini, ketika melihat
ketidakadilan di dunia tidak segera putus asa. Sekalipun para koruptor bebas
berkeliaran, sedang orang-orang shalih justru dipenjarakan, mereka tetap
memandang dunia dengan pandangan positif. Mereka tetap berjuang menegakkan
keadilan, sekalipun keadilan yang hakiki baru dirasakan kelak di akhirat. Di
depan Mahkamah Ilahi tidak ada barang bukti yang hilang atau sengaja
dihilangkan. Mulut di kunci, dan semua anggota tubuh bersaksi.
Ciri orang yang cerdas sebenarnya
telah tampak jelas dalam derap langkahnya, ketika mereka membuat rencana, saat
mengeksekusi rencananya, dan pada waktu melakukan evaluasi. Bahkan dalam
kehidupan sehari-hari, saat sendirian atau dalam interaksi sosialnya nampak
wajahnya yang senantiasa bercahaya, memancarkan energi positif, menjadi
magnit-power, penuh motivasi, menjadi sumber inspirasi, dan berpikir serta
bertindak positif.
Orang yang cerdas emosi dan
spiritual enak diajak bergaul, karena mereka telah terbebas dari su’uzhan
(buruk sangka), hasad (iri atau dengki), dan takabbur (menyombongkan diri).
Orang-orang inilah yang memiliki potensi untuk meraih sukses di dunia,
sekalagus sukses menikmati kehidupan surgawi di akhirat nanti.
Semoga Allah SWT mengaruniakan
kepada kita gabungan tiga kecerdasan sekaigus, yaitu kecerdasan intektual,
kecerdasaan spiritual, dan kecerdasan emosional, sekalgus. Selamat berjuang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar