Kamis, 29 November 2012

PENTHOL KOREK API



Oleh  : pak Agus Balung

Pernah seorang teman menceritakan pengalamannya pada saya.  Dikarenakan berbagai masalah yang mendera dirinya, maka dia mendatangai seorang kyai kecil didesanya, disampaikannya semua persoalan yang menimpanya,  memang pada umumnya di masyarakat kita, orang yang berpredikat sebagai ulama atau kyai, atau mereka yang dinobatkan masyarakat sebagai ulama/kyai, maka disamping sebagai tempat tumpuan bertanya dan nasehat segala sesuatu tentang agama,  mereka sekaligus berperan sebagai psikolog kampung dimasyarakat sekitar, sosok konsultan informal yang diharapkan dapat memberikan solusi dari berbagai masalah di masyarakat.   Dan yang diceritakannya pada saya kali ini,  adalah kedatanganya yang kesekian kalinya ke kyai itu.  Begini ceritanya.


Teman saya datang ke kyai tersebut jam 8 malam, eh, sampai jam 12 tengah malam belum juga dipanggil menghadap. Boro boro diajak bicara, diajak mendekatpun tidak. Memang awal datang sih dia diajak bicara, tapi bicaranya kethus banget. “Koq datang lagi ?”
Teman sayapun menjawab : “Ya, kyai, sebab masalahnya belum selesai”
“Ya, sudah, tunggu sana” katanya, sambil menunjuk satu sudut teras majelisnya.
Dengan sikap patuh, teman saya itupun pergi kesudut yang ditunjuk oleh kyai tersebut, dan dengan sabar menunggu giliran untuk mendapatkan pencerahan atas dirinya yang sedang galau.  Tak urung terselip juga rasa  gatel di hati ketika dia melirik jam tangannya. Amboi, sudah empat jam dia menunggu tanpa kepastian yang jelas.  Maka dengan memberanikan diri, teman saya menghadap kyai tanpa dipanggil terlebih dulu, saat itu dia melihat tamunya tinggal beberapa orang lagi.
“Maaf kyai, sudah jam 12 malam, kapan giliran saya untuk diberi kesempatan berbicara pada kyai ?”
Eh, ternyata dugaan teman tadi salah, walau tamu tinggal sedikit saja, tapi jawaban kyai tetap saja membuat hati gak enak.
“Yang nyuruh kamu datang kesini, siapa ?”
“Gak ada kyai, saya datang sendiri”
“Ya sudah, tunggu saja dulu disana” sambil tangannya menunjuk tempat teman saya semula duduk menunggu.


Masya Allah, andai teman saya tadi tidak punya khusnudz dzon, positif thinking, niscaya dia sudah amat kesal bukan kepalang. Pasti akan keluar kata kata pada kyai, tidak menghargai tamu, tapi ya itu lah, teman saya menerima apa kata guru, dan dia memilih menerima dengan lapang dada perlakuan guru terhadapnya saat itu.
Kira kira jam 1 dini hari, menjelang jam 2, teman saya baru dipanggilnya. Kemudian beliau bertanya.
“Tau IBM gak ?”
Walaupun teman saya itu tau apa itu IBM, karena memang pengetahuan informatikanya lumayan juga,  namun ternyata dia bingung juga. Apa hubungannya masalah saya dengan IBM segala, tentu saja dalam hati. Dia gak berani bertanya langsung,  dan teman sayapun  menjawab : “ya, tau kyai”
“Nah, IBM itu punya  VPN, Virtual Private Network, jaringan jalur khusus. Ntar kamu saya kasih VPN yang bisa jadi jalur khusus kamu berdoa pada Allah. Insya Allah hutang kamu yang segede bukit, kempes deh.”


Kejadian ini terjadi sekitar tahun 2008, kata teman saya, dan ternyata kyai kita yang satu ini paham banget dan akrab dengan istilah tekhnologi.
Saat itu dalam hati teman saya bersuka cita, terbersiat dalam benaknya  dia akan menerima sesuatu yang luar biasa, sesuatu yang gimana gitu, sesuatu yang besar yang bakal instan yang membuat masalah dia jadi beres. Ternyata dugaan teman saya sepenuhnya tidak benar. Malah dahinya sempat berkernyit dan ketawa kecil.
Pak Kyai masuk kedalam, sesaat kemudian beliau keluar lagi sambil membawa dua buah penthol korek api. Penthoi korek api tersbut dilempar kearah teman saya, seraya berkata :
“Nih, VPN buat kamu, gunakan yang bener, kinsya Allah masalahnya beres, udah pulang sana.”
Ngasihnya keteman saya benar benar dengan dilempar, sebab teman saya lagi bersila, sedang pak kyai berdiri. Dan teman sayapun pulang.


Bayangkan, kurang lebih menunggu selama 6 jam, dari sore sampai dini hari,  hasilnya cuma dua buah  penthol korek api  itu saja, gak ada yang lain. Tak ada saran, nasehat, apa lagi ilmu, tidak ada.
Dalam hati teman saya menggerutu, itu pasti.  Tapi diapun berpikir, pasti ini ada maksud yang terkandung didalamnya. Belajarnya kudu sedikit demi sedikit. Tapi  apa maksudnya. Pelan pelan teman saya mikir. Akhirnya dia mampu mengkaitkan dengan kalimat yang pak kyai ucapkan.
“Nah, IBM itu punya VPN, Virtual Private Network, jaringan jalur khusus. Ntar saya kasih kamu VPN yang bisa jadi jalur khusus kamu berdoa pada Allah. Insya Allah semua hutang kamu segede bukit akan kempes, deh.”

Atas ijin Allah, teman saya mampu mengkorelasikan dua buah penthol korek api yang nyaris tanpa kata kata itu dengan kalimta singkat kyai. Rupnya kita disuruh bangun malam. Jangan banyakin tidur.  Sebuah penthol korek api dipakai buat ngeganjel mata  yang kanan, dan penthol korek api yang satunya lagi dipakai buat ngeganjel mata yang kiri. Agar supaya gak kebanyakan tidur. Masya Allah.
Bukankah Rasulullah menginformasikan pada kita, disaat orang lain terlelap dibalik kehatangan selimut, sementara kita dianjurkan untuk bangun, mengambil air wudhu, menghamparkan sajadah, lalu shalattul lail, berdzikir, dan berdoa pada Allah, maka doa itu tanpa hijab langsung didengar Allah, tanpa hijab.
Satu hal yang bisa kita ambil hikmahnya dari pengalaman teman tadi adalah, kita harus bersabar. Belajar itu harus sabar, mencari ilmu harus bersabar. Brikhtiar itu juga  harus bersabar. Kita sama sama berdoa pada Allah, agar Allah benar benar memberikan ilmu yang bermanfaat pada kita, manfaat di dunia dan manfaat juga di akherat. Apa guna kita mendapatkan manfaat didunia, tapi diakherat akan celaka, na’udzu billahi mindzlik.

Sesuatu yang sedikit yang diberiNya manfaat dan ada ridhoNya, niscaya akan menjadi sesuatu yang betul betul pengaruh positif bagi kehidupan kita. Insya Allah
Semoga yang sedikit dan sederhana ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.   

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Subhanallah, mantab pak....

as syifa nur alif mengatakan...

Alhamdulillah, terima kasih............