Oleh
: pak Agus Balung
‘Shalat adalah ibadah yang
ditentukan waktunya’. Begitulah Allah berfirman di
dalam Al Qur’an. Ayat ini memiliki multi-tujuan. Selain memberikan
pedoman dalam menjalankan shalat, di dalamnya terkandung perintah agar umat
Islam memahami soal waktu. Bahkan, di sebuah surat yang sering kita baca, Allah
menjadikan waktu sebagai sumpah: wal ashri - demi waktu. Menunjukkan
betapa pentingnya ‘waktu’ itu.
Terkait dengan penetapan waktu
ibadah shalat, umat Islam di dunia internasional masih memiliki masalah yang
sangat mengganjal. Dan kita masih sering
tergoda dengan pertanyaan pertanyaan tentang itu. Terutama, dari saudara
saudara kita yang sering melakukan
perjalanan lintas waktu global – antar benua. Atau, yang bermukim di
negara-negara sub-tropis, entah karena menuntut ilmu atau memang sedang
mengemban tugas.
Seseorang yang sedang melakukan perjalanan dari Surabaya
menuju sebuah kota di Rusia bertanya tentang hal ini. ‘’Wah, bagaimana ya menentukan waktu shalatnya.
Seiring pergerakan matahari ataukah mengikuti jam saja. Lantas, berpedoman ke
jam yang mana?’’ tanyanya, gundah.
Pertanyaan semacam itu, katanya sudah
disampaikan ke beberapa kawannya yang dianggap mengerti, tapi belum terjawab
secara tuntas, Beberapa jawaban yang ia
terima, menganjurkan agar ia memanfaatkan saja ‘keringanan’ yang diberikan Al
Qur’an, yakni dengan men-jamak-qashar shalat, dan mem-fidyah
puasanya.
Jamak-qashar berarti mengerjakan dua
waktu shalat dalam satu waktu saja. Misalnya, Dhuhur dan Ashar dikerjakan di
waktu Duhur, atau boleh juga di waktu Ashar. Jumlah rakaatnya pun tidak usah
empat-empat, melainkan cukup dua-dua. Demikian pula dengan Maghrib dan Isya’,
Tiga rakaat dan dua rakaat. Sehingga shalat lima waktu hanya dikerjakan dalam
tiga waktu saja. Sedangkan fidyah, adalah tidak berpuasa dan
menggantinya dengan memberi makanan kepada orang miskin.
Tapi, menurutnya, karena ia berada
di negara lain itu dalam kurun waktu yang panjang, ‘’masa iya saya harus terus
menerus melakukan jamak-qashar dan fidyah? Bukankah itu hanya berlaku sementara, beberapa
hari saja? Saya di Rusia selama beberapa bulan, karena tugas belajar, paparnya. Pertanyaan
semacam ini mewakili saudara saudara kita yang lain, yang karena suatu sebab tertentu, harus
meninggalkan tanah air menuju kesuatu Negara tertentu.
Maka, untuk ini cobalaha untuk
mengacu kepada jam saja. Sama dengan yang terjadi di negara-negara tropis,
termasuk Indonesia. Setiap shalat tak perlu lagi melihat posisi matahari. Cukup
melihat jam tangan, atau jam dinding atau jam HP. Bahwa shalat Subuh di wilayah
tropis adalah sekitar jam 4 sampai jam 5 pagi. Dhuhurnya, antara jam 12 sampai
jam 3 siang. Asharnya jam 3 sampai jam 6 sore. Maghrib antara jam 6 sampai jam
7 petang. Dan Isya’ antara jam 7 sampai menjelang subuh.
Pertanyaannya adalah: bagaimana
dengan musim panas yang waktu siangnya bisa jauh lebih panjang? Bisa saja,
Maghrib baru masuk pukul 10 malam. Atau di tempat yang lebih utara lagi bisa
jam 11 atau 12 malam. Atau, bahkan bisa jadi matahari tidak tenggelam. Untuk ini dianjurkan agar tidak mempersoalkan
matahari lokal. Yang harus dilihat adalah matahari tropis di garis bujur yang
sama.. Karena, di garis bujur yang sama itu semua kota di berbagai Negara pasti
memiliki jam yang sama. Cuma berbeda posisi mataharinya. Yang dijadikan patokan
adalah kota di negara tropis dimana matahari bergerak secara seimbang, pada
kawasan 23,5 derajat lintang utara, dan 23,5 derajat lintang selatan.
Contoh gampangnya begini. Jika di
Surabaya sedang jam 12 siang, maka kota-kota di garis bujur yang sama adalah
jam 12 siang juga. Di bagian utara adalah kota-kota di Cina, Mongolia, dan
Rusia, semua yang segaris bujur sedang berada di jam 12 siang. Demikian pula di belahan selatan, mulai dari
pantai barat Australia sampai ke Antartika. Bedanya, ketika di belahan utara
Bumi sedang Musim Panas, maka di belahan selatan sedang musim dingin.
Yang di utara siangnya lebih
panjang, sedangkan yang di selatan malamnya lebih panjang. Tapi semua kawasan
yang segaris dengan Surabaya itu berada di jam 12 siang. Meskipun di belahan
selatan sedang puncak musim dingin, dan langitnya gelap seperti malam hari,
substansinya kawasan itu sedang berada di siang hari. Jadi, kalau mau shalat
Duhur, tidak usah menunggu matahari musim panas yang baru datang beberapa bulan
lagi. Laksanakan saja shalat Duhur pada ‘malam hari’ itu. Karena, sebenarnya, meskipun langit sedang
gelap, sesungguhnya saat itu adalah jam
12 siang.
Demikian pula, pada saat tengah
malam di Surabaya. Katakanlah sedang jam 12 malam. Kawasan-kawasan yang sedang
mengalami puncak musim panas, pasti sedang terang benderang. Kalau Anda ingin
shalat Tahajud, Anda tidak perlu menunggu sampai mataharinya tenggelam di musim
dingin yang baru akan datang beberapa bulan lagi. Lakukan saja shalat Tahajud
di ‘siang hari’ itu. Karena sesungguhnya, itu adalah jam 12 malam, cuma sedang
dihadiri oleh matahari. Sehingga, terjadilah shalat Tahajud di siang hari,
Duhur di malam hari.
‘’… Dan Allah menetapkan ukuran
malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan
batas-batas waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah
apa yang mudah dari Al Qur'an…’’
[QS. Muzzammil: 20].
Demikianlah, Allah maha tau, semoga yang
sedikit ini menambah wawasan dan
bermanfaat bagi kita. Amin.
(Disarikan/sumber dari : tulisan
Agus Mustofah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar