Senin, 10 Maret 2014

BERBURU ILMU DI PULAU NUSA BARONG



BERBURU ILMU DI PULAU NUSA BARONG

Oleh  :  pak Agus Balung

Suatu ketika datang  seorang tamu yang mau konsultasi tentang sakit yang dideritanya, seorang pensiunan pengajar sebuah PTS  ternama di kota Surabaya, seorang yang  familier banget. Namanya juga njawani banget, Pramudyo.  Dari sela sela konsultasi itu terkuak suatu perjalanan hidup seorang anak manusia yang bernama Pramudyo, yang patut untuk direnungkan, dan kita ambil hikmahnya.


Dituturkan, sepertiga umur pak Pramudyo ini dipergunakan untuk berburu ilmu, ilmu  kedigdayaan, ilmu kebatinan, ilmu  gaib, dan semacamnya. Berbagai daerah dia kunjungi,  dimanapun ada orang pintar, dia buru. Yang namanya tempat-tempat  angker, dan berbau magis,  tak luput dari incarannya. Pernah pula dia menembus gelapnya Alas Purwo,  Banyuwangi. Tidak tanggung tanggung, dua minggu dia habiskan waktunya di  hutan tersebut.

Mulut ini semakin berdecak kagum, ketika dia mengkisahkan bahwa dia juga pernah mengarungi  laut selatan, mendobrak ganasnya  plawanganpantai Puger, Jember. Menuju pulau terpencil, tak bepenghuni, disebelah selatan Jember, pulau Nusa barong.   Bagaimana tidak berdecak mulut ini, plawangan, sangat saya kenal, karena saya  berasal dari daerah Jember, suatu tempat yang legendaris didaerah saya, hampir setiap tahun plawangan ini menelan jiwa nelayan,  yang keluar dari perairan Puger menuju laut selatan, untuk menangkap ikan. Dan Plawangan ini satu satunya jalan keluar utnuk menuju Samudera Indonesia. Sementara pulau Nusa Barong, terletak  4,5 km dari pantai Puger.  Kalau anda search di Google tentang pulau Nusa Barong, anda pasti akan terkesima dibuatnya.

Kita tidak berbicara tentang ganasnya plawangan pantai Puger, dan eksotiknya pulau Nusa Barong, tetapi kita berbicara  tentang apa yang telah didapat tokoh kita, pak Pramudyo,  dipelbagai tempat yang dianggap dapat memberikan kesaktian padanya, termasuk di pulau Nusa Barong. Menurut dia, dia sempat tinggal di pulau kosong itu selama beberapa minggu.  Entah apa yang dilakukannya selama beberapa minggu di pulau kosong itu, saya juga tidak bertanya, dan diapun tidak bercerita.

Hasil dari perburuan ilmu ilmu diberbagai tempat itu, dia mengaku dapat menyembuhkan bermacam penyakit, yang  anehnya, pada giliran dia sendiri yang sakit, dia malah pergi ke orang lain, termasuk ketempat saya. Dia juga mengaku mahir berbela diri,  serta  mengaku mempunyai bermacam benda bertuah, yang salah satunya sebuah benda, tidak disebut jenis dan namanya, yang apabila benda itu dibawa, maka semua khewan buas akan diam dan tunduk, pernah dibuktikan, benda itu dibawa ke KBS, Kebon Binatang Surabaya, dan benar, binatang binatang buas pada diam tertunduk.  Untuk semua apa yang telah dia capai  itu, dia merasakan kepuasan.

Pada titik tertentu, dia merasakan bahwa ternyata kepuasan yang telah dia dapat  selama itu, semu belaka. Titik balik itu tiba saat penyakit diabetes menyerangnya hampir 7 tahun yang lalu, dan tak kunjung sembuh.  Dia merasa heran,  bagaimana bisa, raga yang serba “wah”, dan mampu menolong banyak orang yang sakit dengan berbagai macam penyakit, ternyata tidak mampu berbuat banyak pada dirinya sendiri yang sedang sakit.

Sejak saat itu, kesadaran nuraninya berangsur menyeruak mencari jalan yang diridhoi Allah, sedikit demi sedikit, semua ilmunya dibuang, dan benda benda bertuah yang dulu sangat dibanggakan dan diandalkan,  dibuang juga.  Kini, hari harinya selalu diisi dengan menggali ilmu ilmu agama, berpindah dari ulama yang satu ke ulama yang lain. Subhanallah.

Dari apa yang dialami dan dikisahkan oleh tamu saya, pak Pramudyo, semoga mampu menginspirasi kita semua,  bahwa ilmu yang ‘haq’ hanyalah ilmu Allah semata.  Insya Allah.

Tidak ada komentar: