Jumat, 16 Agustus 2013

TERNYATA ALLAH ITU BUKAN ENERGI



TERNYATA  ALLAH  ITU  BUKAN  ENERGI  

Oleh  :  pak Agus Balung


Dalam suatu obrolan santai saat ronda, di pos kamling di pojok perempatan jalan di  kampung saya, obrolan ini agak manteb juga, karena yang diobrolkan adalah sesuatu tentang Tuhan, yaitu Allah. Seorang kawan bertanya pada kawan yang yang lain : “Eh, jangan jangan Allah itu energy, ya ?  Mengapa,  Karena keduanya  sama sama bersifat “gaib”, sama sama bersifat “kekal”, dan sama sama  “berkekuatan dahsyat”. Sebagaimana yang kita tahu, sifat sifat dari Allah adalah. Gaib, kekal dan berkekuatan dahsyat. Nah, sama kan. Lalu timbul pertanyaan, kalau begitu benarkah Allah itu energy ?   

  
Sepintas, penggalan obrolan  di atas itu seperti ada benarnya. Terutama yang terkait dengan hukum kekekalan energi. Bahwa energi tidak bisa diciptakan, dan tidak bisa dimusnahkan. Energi hanya malih rupa dari satu bentuk energi ke bentuk energi lainnya. Dari energi kimia menjadi energi panas, atau sebaliknya. Dari energi panas ke energi listrik, atau sebaliknya. Dari energi listrik ke energi mekanik, dan sebaliknya. Pokoknya, energi di alam semesta ini ada terus, dan tak bisa dimusnahkan ataupun diciptakan. Kekal abadi. Lantas, apakah pantas bila energy itu disebut dengan Tuhan ?

Sebenarnya pertanyaan itu kurang lengkap, dan masih bisa dikembangkan. Karena, bukan hanya energi saja yang ‘kekal’. ‘Ruang’ alam semesta ini juga ‘kekal’.  Dari dulu sampai nanti, tetap saja ada. Tidak pernah diciptakan – atau setidak-tidaknya tidak pernah kita lihat ada yang menciptakan ‘ruang’ – dan juga tidak bisa dimusnahkan. Lantas, apakah ‘ruang’ ini pantas juga disebut sebagai Tuhan, karena telah meliputi kita semua ?

Lebih jauh bukan hanya energi dan ruang, melainkan juga ‘waktu’ dan ‘materi’. Waktu adalah variabel alam semesta yang begitu perkasa melibas segala realitas sehingga menjadi berubah dan menua. Tidak ada yang bisa melawan waktu. Dan ia pun tetap ada sejak dahulu kala. Bahkan istilah ‘dahulu kala’ itupun tercipta karena ada ‘waktu’. Jadi, 'waktu' pun pantas disebut Tuhan?

Demikian pula ‘materi’. Konon, materi dan energi adalah saudara kembar yang berbeda wajah. Dikarenakan ada materi maka ada energi, dan dikarenakan ada energi maka ada materi. Entah siapa yang duluan ada. Atau, jangan-jangan mereka ada secara bersamaan. Dan bukan hanya antara materi dan energi, karena sangat boleh jadi, yang bersamaan itu adalah seluruh variable alam semesta itu: ruang-waktu-materi-energi.

Keempat variabel ini sungguh sangat perkasa! Tanpa ‘ruang’ tak akan ada alam semesta. Tetapi, tanpa ada ‘energi’ ruangan alam semesta juga tidak akan memiliki tenaga untuk mengembang dan membentuk peristiwa-peristiwa. Padahal, ‘energi’ itu membutuhkan keberadaan ‘materi’ sebagai sumbernya. Sebab, ternyata ‘energi’ tak bisa berdiri sendiri tanpa keberadaan ‘materi’. Ibarat ingin membuat panas api, tanpa kayu bakar. Dan akhirnya, semua variable itu pun, ternyata tak bisa berdinamika tanpa adanya ‘waktu’.

Jadi, siapakah yang lebih perkasa: energi, materi, ruang ataukah waktu? Dan siapakah yang lebih pantas dipertuhankan diantara keempatnya? Karena, ternyata satu sama lain saling memiliki kebergantungan.  Masa iya, Tuhan memiliki kebergantungan ?
 Ya lebih baik kita bertuhan kepada tempat bergantungnya semua variable itu saja.

Apakah yang menyebabkan keempat variable alam semesta itu ada? Ternyata, semua itu berdinamika dikarenakan  adanya variable yang lebih mendasar, yakni: informasi. Yaitu, kode-kode bermakna yang memerintahkan ‘ruang’ yang berisi ‘materi’ untuk membesar oleh dorongan ‘energi’ berdasar urutan ‘waktu’, sehingga terbentuklah segala realitas yang ada di dalam alam semesta ini. Mulai dari eksistensi mikrokosmos yang sedemikian kecil dan halus, sampai ke makrokosmos yang sedemikian raksasa dan membuat  kita terperangah oleh kedahsyatannya. Termasuk segala peristiwa dan dinamikanya, yang terjadi akibat mengembangnya alam semesta.

Kalau begitu, variable ‘informasi’ ini lebih dahsyat dan lebih ‘berkuasa’ dibandingkan dengan ruang-waktu-materi-energi? Jadi, kenapa kita tidak bertuhan saja kepada ‘informasi’ yang begitu berkuasa untuk memerintahkan cikal bakal alam semesta menjadi realitas yang ada sekarang ini? Rasanya sih, belum pantas kita bertuhan kepada variable ‘informasi’, karena masih ada sesuatu yang menjadi penyebab munculnya variable ‘informasi’ tersebut, yakni: kehendak.

Tanpa adanya  kehendak yang kukuh dan terencana, informasi alias perintah itu tidak akan muncul. Apalagi, menuju kepada suatu arah tertentu. Ruang membesar. Kenapa kok membesar? Kenapa tidak mengecil, atau statis tanpa gerak saja? Seiring dengan itu, ‘waktu’ juga menua. Kenapa menua, kok tidak sebaliknya, ataupun tetap? Lantas, disaat yang bersamaan, materi dan energi pun berdinamika membentuk benda-benda dan peristiwa, sehingga terbentuklah alam semesta yang sangat menakjubkan ini.

Bahwa kemudian, ada orang yang melihat semua ini terjadi secara ‘kebetulan’, itu hanya soal kemampuan dalam melihat sesuatu yang ada di balik semua ini. Jernih tidaknya jiwa kita melihat sebuah fenomena. Dimana, bagi segala sesuatu yang berdinamika, pasti ada ‘perintah’ yang berperan di belakangnya. Dan, konsekuensinya ada yang ‘berkehendak’ untuk memberikan perintah.

Lantas apakah benda-benda mati bisa memiliki kehendak? Saya kira ini adalah pertanyaan yang tidak make sense. Sesuatu yang berkehendak, tentu saja adalah Zat yang Hidup. Dan punya tujuan tertentu dengan kehendak-Nya. Juga punya Kekuasaan untuk menggerakkan seluruh dinamika alam semesta. Dan mesti punya Kecerdasan yang tiada terkira, serta akurasi yang tak terbayangkan. Ditambah dengan segala Sifat-sifat Kesempurnaan sebagai sumber segala realitas alam semesta.

Maka, Dialah Sang Pencipta yang mengadakan ruang-waktu-materi-energi, dan kemudian memerintahkan berdasar kehendak-Nya, agar semua variable mewujud menjadi segala sesuatu yang kita persepsi. Dialah Tuhan Yang Menguasai Segala-galanya, yang tiada tuhan selain Dia yang pantas kita sembah. Dan hanya kepada Dia sajalah kita berserah diri, Zat Yang Maha Berkehendak, Maha Perkasa, lagi Maha Bijaksana. Dialah…. Allah. Tuhan kita.
Persis seperti yang Dia firmankan dalam kitab suci.

QS. Al Hasyr : 22-24. ‘’Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata. Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Asmaaul Husna. Bertasbih kepadaNya segala yang di langit dan bumi. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.’’ 

Wallahu a’lam bissawab. 

Tidak ada komentar: