Oleh : pak
Agus Balung
Rasulullah SAW bersabda : “Orang
yang kuat itu bukan orang yang (tak terkalahkan) saat berkelahi, akan tetapi orang yang kuat adalah mereka yang dapat mengendalikan dirinya pada saat emosi. “ (Riwayat
Bukhari, Muslim, dan Abu Daud)
Kekuatan biasanya selalu diukur secara fisik. Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam bukan menolak ukuran yang bersifat fisik, tapi ada dimensi lain yang sering dilupakan sebagian manusia, yaitu dimensi “rasa”. Justru pada dimensi itulah terletak keberadaan manusia yang sebenarnya.
Orang yang kuat, menurut Rasulullah
adalah orang yang bisa mengendalikan dirinya saat hatinya bergejolak marah.
Pada saat seperti itu, ia mampu menahannya dengan kesabarannya dan mengalahkannya
dengan keteguhan hatinya. Ia tidak membiarkan jiwanya terlepas liar bersama
dengan letupan bunga api kemarahannya, yang kemudian dengan seenaknya
mengeluarkan caci maki, kata-kata murka, dan omongan kotor lainnya. Ia tetap
dapat mengendalikan kata-kata yang keluar dari mulutnya agar tetap normal,
rasional, dan proporsional.
Marah adalah watak yang tersembunyi
pada diri setiap manusia yang sewaktu-waktu dapat terpancing oleh allergen
(pemicu alergi) yang selalu ada di sekitar kita. Orang yang sehat hatinya tidak
mudah terpengaruh oleh pemicu tersebut, akan tetapi bagi orang yang sudah
terjangkiti penyakit “asma”, pemicu di sekitarnya dapat mengubahnya menjadi
sesak nafas, bahkan tersumbat saluran pernafasannya. Begitulah gambaran orang
yang tidak dapat mengendalikan nafsu marahnya. Ia mudah tersulut, terprovokasi,
dan terpancing oleh hal-hal yang semestinya tidak perlu sampai membangkitkan
amarahnya.
Kita harus mempu memblokir semua
jalan keinginan nafsu yang menghancurkan itu. Kita harus membentuk tentara yang
kuat dan perkasa untuk mengendalikan nafsu yang menjatuhkan kehormatan diri dan
kemanusiaan kita.
Betapa banyak orang yang jatuh
kehormatannya hanya gara-gara tidak mampu menahan marahnya? Seorang akademisi
tak lagi bicara ilmiah jika sedang marah. Seorang ustadz tak lagi berkata
santun saat marah. Seorang ibu tak lagi berkata lembut kepada anaknya saat
marah. Seorang ayah berkata dengan tindakan kasarnya saat marah. Seorang
pejabat berkata dengan menggebrak mejanya saat marah. Seorang istri menangis
histeris saat marah. Tidak ada yang rasional, tidak ada yang proporsional, dan
tidak ada yang normal saat orang tak mampu menahan marahnya.
Apalagi jika kemarahan itu sudah
bercampur-aduk dengan dendam, sakit hati, dan perasaan terhina. Kolaborasi penyakit
hati ini bisa membuncah menjadi bola api besar yang membakar apa saja yang ada
di depannya. Pada mulanya hanya kata-kata kotor, kasar, dan menyakitkan yang
keluar dari mulutnya
Subhanallah, semoga kita menjadi orang kuat…..amin, insya
Allah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar