Oleh : pak
Agus Balung
Yang
dimaksud khodam dalam uraian
ini adalah penjaga yang didatangkan dari dunia ghaib untuk manusia, bukan untuk
benda bertuah. Didatangkan dari rahasia urusan Ilahiyah yang terkadang banyak diminati oleh sebagian
kalangan ahli mujahadah dan riyadlah tetapi dengan cara yang
kurang benar. Para ahli mujahadah itu sengaja berburu khodam dengan
bersungguh-sungguh. Mereka melakukan wirid-wirid khusus, bahkan datang ke
tempat-tempat yang terpencil. Di kuburan-kuburan tua yang angker, di dalam gua,
atau di tengah hutan.
Ternyata
keberadaan khodam tersebut
memang ada, mereka disebutkan di dalam al-Qur’an al-Karim. Diantara mereka ada yang datang dari golongan
Jin dan ada juga dari Malaikat, namun barangkali pengertiannya yang berbeda.
Karena khodam yang dinyatakan
dalam Al-Qur’an itu bukan berupa kelebihan atau linuwih yang terbit dari
basyariah manusia yang disebut “kesaktian”, melainkan berupa sistem
penjagaan dan perlindungan yang diperuntukkan bagi orang-orang yang beriman dan
beramal shaleh sebagai buah ibadah yang mereka lakukan. Sistem
perlindungan tersebut dibangun oleh rahasia urusan Allah s.w.t yang disebut “walayah”, dengan itu supaya
fitrah orang beriman tersebut tetap terjaga dalam kondisi sebaik-baik ciptaan.
Allah s.w.t menyatakan keberadaan khodam-khodam tersebut dengan
firman-Nya:
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ
يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا
يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Bagi manusia ada penjaga-penjaga yang selalu mengikutinya,
di muka dan di belakangnya, menjaga manusia dari apa yang sudah ditetapkan Allah
baginya. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka
merubahnya sendiri”. (QS. ar-Ra’d; 13/11)
Lebih
jelas dan detail adalah sabda Baginda Nabi s.a.w dalam sebuah hadits shahihnya:
حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ عَبْدًا دَعَا جِبْرِيلَ فَقَالَ إِنِّي أُحِبُّ
فُلَانًا فَأَحِبَّهُ قَالَ فَيُحِبُّهُ جِبْرِيلُ ثُمَّ يُنَادِي فِي السَّمَاءِ
فَيَقُولُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبُّوهُ فَيُحِبُّهُ أَهْلُ
السَّمَاءِ قَالَ ثُمَّ يُوضَعُ لَهُ الْقَبُولُ فِي الْأَرْضِ رواه البخاري و
مسلم *
“Hadits
Abi Hurairah r.a berkata: Rasulullah s.a.w bersabda: “Sesungguhnya Allah
apabila mencintai seorang hamba, memanggil malaikat Jibril dan berfirman : “Sungguh Aku mencintai seseorang ini maka
cintailah ia”. Nabi s.a.w bersabda: “Maka Jibril mencintainya”. Kemudian
malaikat Jibril memanggil-manggil di langit dan mengatakan: “Sungguh Allah
telah mencintai seseorang ini maka cintailah ia, maka penduduk langit mencintai
kepadanya. Kemudian baginda Nabi bersabda: “Maka kemudian seseorang tadi
ditempatkan di bumi di dalam kedudukan dapat diterima oleh orang banyak”.
(HR Bukhori dan Muslim )
Dan
juga sabdanya:
حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
يَتَعَاقَبُونَ فِيكُمْ مَلَائِكَةٌ بِاللَّيْلِ وَمَلَائِكَةٌ بِالنَّهَارِ
وَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ وَصَلَاةِ الْعَصْرِ ثُمَّ يَعْرُجُ
الَّذِينَ بَاتُوا فِيكُمْ فَيَسْأَلُهُمْ رَبُّهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ
كَيْفَ تَرَكْتُمْ عِبَادِي فَيَقُولُونَ تَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ
وَأَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ
“Hadits
Abi Hurairah r.a Sesungguhnya Rasulullah s.w.t bersabda: “Mengikuti bersama
kalian, malaikat penjaga malam dan malaikat penjaga siang dan mereka berkumpul
di waktu shalat fajar dan shalat ashar kemudian mereka yang bermalam dengan
kalian naik (ke langit), Tuhannya bertanya kepada mereka padahal sesungguhnya
Dia lebih mengetahui keadaan mereka: di dalam keadaan apa hambaku engkau
tinggalkan?, mereka menjawab: mereka kami tinggalkan sedang dalam keadaan
shalat dan mereka kami datangi sedang dalam keadaan shalat”. (HR Buhori dan Muslim)
KARENA KASIH
SAYANGNYA, ALLAH MEMBERIKAN SETIAP DIRI MANUSIA KHODAM
Setiap
yang mencintai pasti menyayangi. Sang Pecinta, diminta ataupun tidak pasti akan
menjaga dan melindungi orang yang disayangi. Manusia, walaupun tanpa
susah-susah mencari khodam,
ternyata sudah mempunyai khodam-khodam, bahkan sejak dilahirkan
ibunya. Khodam-khodam itu ada yang golongan
malaikat dan ada yang golongan Jin. Diantara mereka bernama malaikat Hafadhoh (penjaga), yang
dijadikan tentara-tentara yang tidak dapat dilihat manusia. Konon menurut
sebuah riwayat jumlah mereka 180 malaikat. Mereka menjaga manusia secara
bergiliran di waktu ashar dan subuh, hal itu bertujuan untuk menjaga apa yang
sudah ditetapkan Allah s.w.t bagi manusia yang dijaganya.
Itulah
sistem penjagaan yang diberikan Allah s.w.t kepada manusia yang sejatinya akan
diberikan seumur hidup, yaitu selama fitrah manusia belum berubah. Namun karena
fitrah itu terlebih dahulu dirubah sendiri oleh manusia, hingga tercemar oleh
kehendak hawa nafsu dan kekeruhan akal pikiran, akibat dari itu, matahati yang
semula cemerlang menjadi tertutup oleh hijab
dosa-dosa dan hijab-hijab karakter tidak terpuji,
sehingga sistem penjagaan itu menjadi berubah.
KHODAM
JIN DAN KHODAM MALAIKAT
‘Setan’,
menurut istilah bahasa Arab berasal dari kata syathona yang berarti ba’uda
atau jauh. Jadi yang dimaksud ‘setan’ adalah makhluk yang jauh dari kebaikan.
Oleh karena hati terlebih dahulu jauh dari kebaikan, maka selanjutnya cenderung
mengajak orang lain menjauhi kebaikan. Apabila setan itu dari golongan Jin,
berarti setan Jin, dan apabila dari golongan manusia, berarti setan manusia.
Manusia bisa menjadi setan manusia, apabila setan Jin telah menguasai hatinya
sehingga perangainya menjelma menjadi perangai setan. Rasulullah s.a.w
menggambarkan potensi tersebut dan sekaligus memberikan peringatan kepada
manusia melalui sabdanya:
لَوْلاَ
أَنَّ الشَّيَاطِيْنَ يَحُوْمُوْنَ عَلَى قُلُوْبِ بَنِى آَدَمَ لَنَظَرُوْا اِلَى
مَلَكُوْتِ السَّمَاوَاتِ
“Kalau sekiranya setan tidak
meliputi hati anak Adam, pasti dia akan melihat alam kerajaan langit”.
Di
dalam hadits lain Rasulullah s.a.w bersabda:
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَيَجْرِى مِنِ ابْنِ آَدَمَ مَجْرَى
الدَّمِ فَضَيِّقُوْا مَجَاِريَهُ ِبالْجُوْعِ.
“Sesungguhnya setan masuk (mengalir)
ke dalam tubuh anak Adam mengikuti aliran darahnya, maka sempitkanlah jalan
masuknya dengan puasa”.
Setan
jin menguasai manusia dengan cara mengendarai nafsu syahwatnya. Sedangkan urat
darah dijadikan jalan untuk masuk dalam hati, hal itu bertujuan supaya dari
hati itu setan dapat mengendalikan hidup manusia. Supaya manusia terhindar dari
tipu daya setan, maka manusia harus mampu menjaga dan mengendalikan nafsu
syahwatnya, padahal manusia dilarang membunuh nafsu syahwat itu, karena dengan
nafsu syahwat manusia tumbuh dan hidup sehat, mengembangkan keturunan, bahkan menolong
untuk menjalankan ibadah.
Dengan
melaksanakan ibadah puasa secara teratur dan istiqomah, di samping dapat
menyempitkan jalan masuk setan dalam tubuh manusia, juga manusia dapat
menguasai nafsu syahwatnya sendiri, sehingga manusia dapat terjaga dari
tipudaya setan. Itulah hakekat mujahadah. Jadi mujahadah adalah perwujudan
pelaksanaan pengabdian seorang hamba kepada Tuhannya secara keseluruhan, baik
dengan puasa, shalat maupun dzikir. Mujahadah itu merupakan sarana yang sangat
efektif bagi manusia untuk mengendalikan nafsu syahwat dan sekaligus untuk
menolak setan. Allah s.w.t berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا إِذَا
مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُمْ مُبْصِرُونَ
“Sesungguhnya
orang-orang yang bertakwa, bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka
berdzikir kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat”. (QS.al-A’raaf.7/201)
Firman
Allah s.w.t di atas, yang dimaksud dengan lafad “Tadzakkaruu” ialah, melaksanakan dzikir dan wirid-wirid yang
sudah diistiqamahkan, sedangkan yang dimaksud “Mubshiruun”, adalah melihat. Maka itu berarti, ketika hijab-hijab hati manusia sudah dihapuskan sebagai buah dzikir yang
dijalani, maka sorot matahati manusia menjadi tajam dan tembus pandang.
Jadi,
berdzikir kepada Allah s.w.t yang dilaksanakan dengan dasar Takwa kepada-Nya,
di samping dapat menolak setan, juga bisa menjadikan hati seorang hamba
cemerlang, karena hati itu telah dipenuhi Nur
ma’rifatullah. Selanjutnya,
ketika manusia telah berhasil menolak setan Jin, maka khodamnya yang
asalnya setan Jin akan kembali berganti menjadi golongan malaikat.
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا
اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا
تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ
تُوعَدُونَ(30)نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ
وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ
“Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka
meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka
(dengan mengatakan) “Janganlah kamu merasa takut janganlah kamu merasa sedih
dan bergembiralah kamu dengan memperoleh surga yang telah dijanjikan Allah
kepadamu”(30)Kamilah pelindung-pelindungmu di dalam kehidupan di dunia maupun
di akherat”. (QS. Fushilat; 41/30-31)
Firman
Allah s.w.t di atas yang artinya: “Kami adalah pelindung-pelindungmu di
dalam kehidupan di dunia maupun di akherat”, itu menunjukkan bahwa
malaikat-malaikat yang diturunkan Allah s.w.t kepada orang yang istiqamah tersebut adalah untuk
dijadikan khodam-khodam baginya.
Walhasil,
bagi pengembara-pengembara di jalan Allah, kalau pengembaraan yang dilakukan
benar dan pas jalannya, maka mereka akan mendapatkan khodam-khodam
malaikat. Seandainya orang yang
mempunyai khodam Malaikat itu
disebut wali, maka mereka adalah waliyullah. Adapun pengembara yang
pas dengan jalan yang kedua, yaitu jalan hawa nafsunya, maka mereka akan
mendapatkan khodam Jin. Apabila khodam jin itu
ternyata setan maka pengembara itu
dinamakan walinya setan.
Jadi
Wali itu ada dua (1) Auliyaaur-Rohmaan (Wali-walinya Allah), dan (2) Auliyaausy-Syayaathiin
(Walinya setan). Allah s.w.t menegaskan dengan firman-Nya:
اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ ءَامَنُوا
يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا
أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ
أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Dan
orang-orang yang tidak percaya, Wali-walinya adalah setan yang mengeluarkan
dari Nur kepada kegelapan. Mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di
dalamnya”. (QS.al-Baqoroh.2/257)
Dan
juga firman-Nya:
إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ
أَوْلِيَاءَ لِلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ
“Sesungguhnya
kami telah menjadikan setan-setan sebagai Wali-wali bagi orang yang tidak
percaya “. (QS. Al-A’raaf; 7/27)
Seorang
pengembara di jalan Allah, baik dengan dzikir maupun wirid, mujahadah maupun riyadlah, kadang-kadang dengan
melaksanakan wirid-wirid khusus di tempat yang khusus pula, perbuatan itu
mereka lakukan sekaligus dengan tujuan untuk berburu khodam-khodam
yang diingini. Khodam-khodam tersebut dicari dari rahasia
ayat-ayat yang dibaca. Semisal mereka membaca ayat kursi sebanyak seratus ribu
dalam sehari semalam, dengan ritual tersebut mereka berharap mendapatkan khodamnya
ayat kursi.
Sebagai
pemburu khodam, mereka juga kadang-kadang mendatangi tempat-tempat yang
terpencil, di kuburan-kuburan yang dikeramatkan, di dalam gua di tengah hutan
belantara. Mereka mengira khodam itu bisa diburu di tempat-tempat
seperti itu. Kalau dengan itu ternyata mereka mendapatkan khodam yang
diingini, maka boleh jadi mereka justru terkena
tipudaya setan Jin. Artinya,
bukan Jin dan bukan Malaikat yang telah menjadi khodam mereka, akan
tetapi sebaliknya, tanpa disadari sesungguhnya mereka sendiri yang menjadi khodam
Jin yang sudah didapatkan itu. Akibat dari itu, bukan manusia yang dilayani
Jin, tapi merekalah yang akan menjadi pelayan Jin dengan selalu setia
memberikan sesaji kepadanya.
Sesaji-sesaji
itu diberikan sesuai yang dikehendaki oleh khodam Jin tersebut. Memberi
makan kepadanya, dengan kembang telon atau membakar kemenyan serta apa saja
sesuai yang diminta oleh khodam- khodam tersebut, bahkan dengan
melarungkan sesajen di tengah laut dan memberikan tumbal. Mengapa hal tersebut
harus dilakukan, karena apabila itu tidak dilaksanakan, maka khodam Jin
itu akan pergi dan tidak mau membantunya lagi. Apabila perbuatan seperti itu
dilakukan, berarti saat itu manusia telah berbuat syirik kepada Allah s.w.t.
Kita berlindung kepada Allah s.w.t dari godaan setan yang terkutuk.
Memang
yang dimaksud khodam adalah “rahasia bacaan” dari wirid-wirid yang didawamkan manusia. Namun, apabila
dengan wirid-wirid itu kemudian manusia mendapatkan khodam, maka khodam tersebut hanya didatangkan
sebagai anugerah Allah s.w.t dengan proses yang diatur oleh-Nya. Khodam
itu didatangkan dengan izin-Nya, sebagai buah ibadah yang ikhlas semata-mata
karena pengabdian kepada-Nya, bukan dihasilkan karena sengaja diusahakan untuk
mendapatkan khodam.
Apabila
khodam-khodam itu diburu, kemudian orang mendapatkan, yang pasti khodam
itu bukan datang dari sumber yang diridlai Allah s.w.t, walaupun datang dengan
izin-Nya pula. Sebab, tanda-tanda sesuatu yang datangnya dari ridho Allah, di
samping datang dari arah yang tidak disangka-sangka, bentuk dan kondisi
pemberian itu juga tidak seperti yang diperkiraan oleh manusia. Demikianlah
yang dinyatakan Allah s.w.t:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ
مَخْرَجًا(2)وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
“Dan
barangsiapa bertakwa kepada Allah. Allah akan menjadikan jalan keluar baginya
(untuk menyelesaikan urusannya) (2) Dan memberikan rizki kepadanya dari arah
yang tidak terduga”. (QS. ath-Tholaq; 65/2-3)
Khodam-khodam tersebut didatangkan Allah s.w.t sesuai yang
dikehendaki-Nya, dalam bentuk dan keadaan yang dikehendaki-Nya pula, bukan
mengikuti kehendak hamba-Nya. Bahkan juga tidak dengan sebab apa-apa, tidak
sebab ibadah dan mujahadah yang dijalani seorang hamba, tetapi semata sebab
kehendakNya. Hanya saja, ketika Allah sudah menyatakan janji maka Dia tidak
akan mengingkari janji-janji-Nya.
Subhanallah, maha suci Allah….semoga yang sedikit ini
bermanfaat bagi kita semua. Bagi anda dan saya, insya Allah, amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar