Minggu, 19 Mei 2013

QURRATU A'YUN



Oleh : pak Agus Balung

Qurratu a‘yun adalah suatu inti atau esensi kebahagiaan. Misalnya, tujuan dari rumah tangga ialah untuk menciptakan sakînah, yang dalam bahasa lain ialah qurratu a‘yun.    Seperti ungkapan doa,    Dan mereka yang berdoa,Tuhan, jadikanlah istri-istri kami dan keturunan kami cendera mata (sebagai penyenang hati) bagi kami, dan jadikanlah kami teladan bagi orang yang bertakwa (Q., 25:74).


Esensi kebahagiaan adalah surga. Di dalam surga setidaknya ada sakinah. Banyak sekali gambaran mengenai surga. Tetapi rupanya yang paling menarik bagi Nabi adalah di dalam surat Al-Sajdah ketika disebutkan, Tiada seorang pun tahu cendera mata apa yang masih tersembunyi bagi mereka sebagai balasan atas amal kebaikan yang mereka lakukan (Q., 32:17).

Itulah surga. Surga itu tidak ada seorang pun yang tahu. Bagaimana dengan gambaran di dalam Al-Quran?. Itu semuanya adalah simbol, metafora, gambaran-gambaran populer. Karena itu, Nabi kemudian menyampaikan sebuah hadis qudsi (firman Allah tetapi kalimatnya dari Nabi), “Aku siapkan untuk hamba-hamba-Ku yang saleh sesuatu yang tidak pernah terlihat oleh mata dan tidak pernah terdengar oleh telinga serta tidak pernah terbetik dalam hati manusia. Dan kalau kamu mau (kata Nabi), bacalah (ayat al-Qur’an itu), tidak seorang pun mengetahui esensi kebahagiaan yang dirahasiakan baginya sebagai balasan untuk amal perbuatan baiknya (HR Bukhari).

Di dalam surga kita akan merasa aman, salâm, dan sebagainya. Dalam suatu stadium tingkat tertinggi yang bersifat ruhani, sebetulnya itu tidak bisa digambarkan. Itu hanya bisa dialami. Untuk mengalaminya pun perlu usaha yang sungguh-sungguh, yang dalam bahasa Arab disebut juhd-un. Dari perkataan juhd-un (usaha yang sungguh-sungguh) diambil perkataan jihâd (jihad). Jihad tidak hanya berarti fisik seperti perang, tetapi juga jihâd-u ‘l-nafs, jihad melawan diri sendiri atau ijtihâd menggunakan seluruh kemampuan pikiran. Bahkan juga mujâhadah, atau spiritual exercise, olah ruhani. Jadi tidak hanya olahraga, olah jasmani, juga tidak hanya olah jiwa, olah nafsani, tetapi juga olah ruhani. Maka, sebetulnya kebahagiaan ialah dalam kelapangan ini, yang sebetulnya tempat di mana terletak adanya rahmat Allah kepada kita.
Ketika Allah memuji Nabi Muhammad sebagai orang yang lapang dada, maka itu dikaitkan dengan rahmat Allah.  Bukankah Allah telah berfirman dana surah Ali Imron ayat : 159  Karena rahmat dari Allah jugalah maka engkau bersikap lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau kasar dan berhati tegar niscaya mereka menjauhi kamu. Maka maafkanlah mereka dan mohonkan ampun buat mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam segala urusan. Maka jika engkau sudah mengambil keputusan bertawakallah kepada Allah, karena Allah mencintai orang yang tawakal”  (Q., 3:159).
Sumber:
Ensiklopedi Nurcholish Madjid: Pemikiran Islam di Kanvas Peradaban, Penyunting: Budhy Munawar-Rachman, Editor: Ahmad Gaus AF, et.al., diterbitkan oleh: Penerbit Mizan, bekerjasama dengan Yayasan Wakaf Paramadina, dan Center for Spirituality & Leadership (CSL), Jakarta, Mizan, 2006.

Tidak ada komentar: