Oleh : pak
Agus Balung
Pernah suatu ketika seorang rekan
bertanya tentang seorang temannya yang mempelajari suatu ilmu tertentu, rekan
tersebut kurang tahu pasti apa nama ilmunya, bahwa sebelum mempelajari ilmu tersebut,
ia diharuskan untuk menyembelih ayam di rumah gurunya. Setelah itu ia disuruh
mengamalkan bacaaan/wiridan tertentu dengan jumlah tertentu pula. Kemudian apabila sang murid bermimpikan
sesuatu, maka ia harus konsultasi dengan gurunya, lalu sang guru menafsirkan
mimpi tersebut. Dan itu bisa jadi sekedar analogi, bisa dikembangkan dengan
contoh contoh yang lain, misalnya harus mewiridkan bacaan tertentu dengan sikap
tertentu pula, bahkan jumlahnyapun juga tertentu. Diakui atau tidak hal hal
yang semacam ini banyak berkembang ditengah masyarakat kita.
Lalu, rekan tersebut bertanya,
apakah ilmu tersebut sesuai dengan syariat islam ataukah termasuk bid’ah. Kemudian apakah dalam islam ada dalilnya
mengamalkan wiridan dalam jumlah tertentu, dan apakah ada kemungkinan hal tersebut
berhubungan dengan alam ghaib, jin ?
Menuntut ilmu itu hukumnya wajib
Saudaraku para pembaca yang budiman,
belajar atau menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah, Allah akan mengangkat derajat orang yang
beriman dan berilmu dengan beberapa derajat
(QS. al-Mujadilah: 11). llmu dalam ayat ini
tentu yang dimaksud adalah ilmu yang sesuai dengan syariat. Bukan
ilmu yang bertentangan dengan agama. Demikian
juga dalam memperoleh ilmu tidak ada penyimpangan-penyimpangan dari syariat
Allah azza wajalla.
Hakekat ilmu
llmu adalah pengetahuan tentang hakekat sesuatu (al-mu’jamul wasith: 264), jika
kita berkata orang itu berilmu berarti maksudnya adalah orang itu memiliki
pengetahuan akan hakekat sesuatu. Misalnya pengetahuan tentang al-Qur’an, hadits, bahasa Arab dan lain-lain. Dari beberapa pengertian ini kami memahami
yang dimakud oleh rekan kita yang
bertanya tentang ilmu yang dipelajari oleh temannya adalah bukan ilmu yang
biasa dipelajari oleh siswa/siswi dibangku sekolah atau pesantren. Hal ini banyak terjadi dimasyarakat kita yang
menamakan ritual tertentu dengan ilmu. Padahal sebenarnya bukan mencari ilmu,
tetapi ritual untuk mendapatkan ,kesaktian, agar mampu melakukan sesuatu yang
luar biasa, mencari wangsit (bisikan) agar mampu membaca isi hati orang dan
lain-lain. Bahkan ada yang menganggapnya karamah (keistimewaan) yang datangnya
dari Allah.
Maka jelaslah bahwa ritual yang
mengharuskan menyembelih ayam sebelum belajar ilmu tersebut bukan berasal dari
aiaran agama lslam. Walaupun menyembelih ayam hukumnya mubah, tetapi ketika
diharuskan dan dikaitkan dengan amalan-amalan berarti terkandung di dalamnya
suatu persembahan. Akan lebih terbuka lagi kedok sesatnya jika ada permintaan
dengan cirri-ciri khusus, seperti hitam mulus, putih mulus, ayam cemani dan
lain-lain. Persembahan atau korban yang tidak karena Allah dan untuk-Nya, pasti
tertolak dan termasuk perbuatan syirik.
Penyembelihan yang tidak karena
perintah Allah biasanya menjadi persyaratan yang diajukan oleh jin sebagai
imbal balik jasa yang akan jin berikan kepada manusia yang bekerja sama
dengannya. Perbuatan syirik seperti ini dapat menghapus pahala amal baik
pelakunya selama ia belum bertaubat kepada Allah.
Di dalam surat al-An’am ayat 88
Allah berfirman, “Dan jika mereka berbuat syirik, sungguh akan terhapus (pahala) apa yang telah mereka kerjakan.”
Saudaraku kaum muslim dan muslimat yang dikasihi Allah, hati-hatilah dengan
propaganda syetan serta antek-anteknya. Di antara tipuan-tipuannya adalah jin
mengajarkan mantera-mantera tertentu kepada manusia yang isinya meminta bantuan kepadanya atau
menyekutukan Allah. Mantera-mantera itu biasanya antara daerah satu dengan
lainnya berbeda karena adanya perbedaan bahasa. Maka mantera orang Jawa berbeda
dengan Melayu atau suku lainnya. Mantera orang Arab berbeda dengan mantera
orang Amerika atau Afrika dan seterusnya. Dari sini banyak mantera berbahasa
Arab dianggap sebagai al-Qur’an atau doa dari Rasulullah .
Seandainy a yang dibaca itu
benar-benar ayat-ayat atau surat-surat dari al-Qur’an jika tujuannya salah,
maka hal itu tetap saja dilarang dalam lslam. Karena seseorang beribadah itu
harus dengan niat yang benar yaitu karena Allah. lni yang disebut dengan
ikhlas. Diterimanya suatu aml disisi Allah ternyata syaratnya tidak hanya
ikhlas. Ada syarat lain yaitu harus ittiba’
Rasulullah (mengikuti sunahnya). Artinya tata cara ibadah tersebut telah diatur
lengkap.
Sedangkan mengenai jumlah hitungan
wirid atau dzikir memang ada yang ditentukan jumlahnya. Seperti dzikir sehabis
shalat membaca tasbih 33 kali, tahmid 33 kali, takbir 33 kali dan dzikir pagi
sore atau yang disebut al-Ma'tsurat (diriwayatkan dari Rasulullah ).Juga ada
yang tidak ditentukan, artinya kita dianjurkan untuk selalu ingat Allah di mana
saja dan kapan saja.
Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman dzikirlah kepada Allah dengan dzikir yang banyak. Dan bertasbihlah kepadanya pada waktu pagi dan petang.” (QS. al-Ahzab: 4l-42).
Ada sahabat yang bertanya, “Wahai
Rasulullah, sesungguhnya syariat lslam telah banyak atasku. Maka tunjukkanlah
kepadaku dengan apa aku bergantung kepadanya? Rasulullah bersabda, “Senantiasa
lisanmu terus menerus basah dzikir kepada Allah.” (HR. Timidzi)
Apabila ada dzikir yang ditentukan
jumlahnya sedang jumlah itu bukan berasal dari Rasulullah, maka harus kita
tinggalkan. Apalagi jika ditambah dengan syarat-syarat lain seperti; harus jam
12, malam Jum’at (Kliwon, legi, dll), tujuh hari berturut-turut dan sebagainya.
Karena Rasulullah bersabda, “Barang siapa melakukan
suatu amal yang bukan dari urusan kami maka amal itu tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Waspadalah dengan dzikir-dzikir dan
tata caranya yang tidak jelas dalilnya agar kita semua selamat dunia dan
akhirat. Untuk menyadarkan teman, jelaskan dengan dalil dan jangan lupa berdoa,
karena kita hanya berusaha, sedang hati manusia ada di antara jari-jari
Allah.
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar