Selasa, 26 Februari 2013

BELAJAR ILMU DENGAN SYARAT TERTENTU





Oleh  :  pak Agus Balung

Pernah suatu ketika seorang rekan bertanya tentang seorang temannya yang mempelajari suatu ilmu tertentu, rekan tersebut kurang tahu pasti apa nama ilmunya, bahwa sebelum mempelajari ilmu tersebut, ia diharuskan untuk menyembelih ayam di rumah gurunya. Setelah itu ia disuruh mengamalkan bacaaan/wiridan tertentu dengan jumlah tertentu pula.  Kemudian apabila sang murid bermimpikan sesuatu, maka ia harus konsultasi dengan gurunya, lalu sang guru menafsirkan mimpi tersebut. Dan itu bisa jadi sekedar analogi, bisa dikembangkan dengan contoh contoh yang lain, misalnya harus mewiridkan bacaan tertentu dengan sikap tertentu pula, bahkan jumlahnyapun juga tertentu. Diakui atau tidak hal hal yang semacam ini banyak berkembang ditengah masyarakat kita.
Lalu, rekan tersebut bertanya, apakah ilmu tersebut sesuai dengan syariat islam ataukah termasuk bid’ah.  Kemudian apakah dalam islam ada dalilnya mengamalkan wiridan dalam jumlah tertentu, dan apakah ada kemungkinan hal tersebut berhubungan dengan alam ghaib, jin ?

Menuntut ilmu itu hukumnya wajib
Saudaraku para pembaca yang budiman, belajar atau menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah,   Allah akan mengangkat derajat orang yang beriman dan berilmu dengan beberapa derajat   (QS. al-Mujadilah: 11).  llmu dalam ayat ini tentu yang dimaksud adalah ilmu yang sesuai dengan syariat.   Bukan ilmu yang bertentangan dengan agama.   Demikian juga dalam memperoleh ilmu tidak ada penyimpangan-penyimpangan dari syariat Allah azza wajalla.

Hakekat ilmu
llmu adalah pengetahuan tentang hakekat sesuatu  (al-mu’jamul wasith: 264),    jika kita berkata orang itu berilmu berarti maksudnya adalah orang itu memiliki pengetahuan akan hakekat sesuatu.  Misalnya pengetahuan tentang  al-Qur’an, hadits, bahasa Arab dan lain-lain.  Dari beberapa pengertian ini kami memahami yang dimakud oleh  rekan kita yang bertanya tentang ilmu yang dipelajari oleh temannya adalah bukan ilmu yang biasa dipelajari oleh siswa/siswi dibangku sekolah atau pesantren.  Hal ini banyak terjadi dimasyarakat kita yang menamakan ritual tertentu dengan ilmu. Padahal sebenarnya bukan mencari ilmu, tetapi ritual untuk mendapatkan ,kesaktian, agar mampu melakukan sesuatu yang luar biasa, mencari wangsit (bisikan) agar mampu membaca isi hati orang dan lain-lain. Bahkan ada yang menganggapnya karamah (keistimewaan) yang datangnya dari Allah.
Maka jelaslah bahwa ritual yang mengharuskan menyembelih ayam sebelum belajar ilmu tersebut bukan berasal dari aiaran agama lslam. Walaupun menyembelih ayam hukumnya mubah, tetapi ketika diharuskan dan dikaitkan dengan amalan-amalan berarti terkandung di dalamnya suatu persembahan. Akan lebih terbuka lagi kedok sesatnya jika ada permintaan dengan cirri-ciri khusus, seperti hitam mulus, putih mulus, ayam cemani dan lain-lain. Persembahan atau korban yang tidak karena Allah dan untuk-Nya, pasti tertolak dan termasuk perbuatan syirik.
Penyembelihan yang tidak karena perintah Allah biasanya menjadi persyaratan yang diajukan oleh jin sebagai imbal balik jasa yang akan jin berikan kepada manusia yang bekerja sama dengannya. Perbuatan syirik seperti ini dapat menghapus pahala amal baik pelakunya selama ia belum bertaubat kepada Allah.
Di dalam surat al-An’am ayat 88 Allah berfirman, Dan jika mereka berbuat syirik, sungguh akan terhapus (pahala) apa yang telah mereka kerjakan.”
Saudaraku kaum muslim dan muslimat  yang dikasihi Allah, hati-hatilah dengan propaganda syetan serta antek-anteknya. Di antara tipuan-tipuannya adalah jin mengajarkan mantera-mantera tertentu kepada manusia yang  isinya meminta bantuan kepadanya atau menyekutukan Allah. Mantera-mantera itu biasanya antara daerah satu dengan lainnya berbeda karena adanya perbedaan bahasa. Maka mantera orang Jawa berbeda dengan Melayu atau suku lainnya. Mantera orang Arab berbeda dengan mantera orang Amerika atau Afrika dan seterusnya. Dari sini banyak mantera berbahasa Arab dianggap sebagai al-Qur’an atau doa dari Rasulullah .
Seandainy a yang dibaca itu benar-benar ayat-ayat atau surat-surat dari al-Qur’an jika tujuannya salah, maka hal itu tetap saja dilarang dalam lslam. Karena seseorang beribadah itu harus dengan niat yang benar yaitu karena Allah. lni yang disebut dengan ikhlas. Diterimanya suatu aml disisi Allah ternyata syaratnya tidak hanya ikhlas. Ada syarat lain yaitu harus ittiba’ Rasulullah (mengikuti sunahnya). Artinya tata cara ibadah tersebut telah diatur lengkap.
Sedangkan mengenai jumlah hitungan wirid atau dzikir memang ada yang ditentukan jumlahnya. Seperti dzikir sehabis shalat membaca tasbih 33 kali, tahmid 33 kali, takbir 33 kali dan dzikir pagi sore atau yang disebut al-Ma'tsurat (diriwayatkan dari Rasulullah ).Juga ada yang tidak ditentukan, artinya kita dianjurkan untuk selalu ingat Allah di mana saja dan kapan saja. 
 Allah berfirman, Wahai orang-orang yang beriman dzikirlah kepada Allah dengan dzikir yang banyak. Dan bertasbihlah kepadanya pada waktu pagi dan petang.”    (QS. al-Ahzab: 4l-42).
Ada sahabat yang bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya syariat lslam telah banyak atasku. Maka tunjukkanlah kepadaku dengan apa aku bergantung kepadanya? Rasulullah bersabda, “Senantiasa lisanmu terus menerus basah dzikir kepada Allah.” (HR. Timidzi)
Apabila ada dzikir yang ditentukan jumlahnya sedang jumlah itu bukan berasal dari Rasulullah, maka harus kita tinggalkan. Apalagi jika ditambah dengan syarat-syarat lain seperti; harus jam 12, malam Jum’at (Kliwon, legi, dll), tujuh hari berturut-turut dan sebagainya.    Karena Rasulullah bersabda, “Barang siapa  melakukan suatu amal yang bukan dari urusan kami maka amal itu tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Waspadalah dengan dzikir-dzikir dan tata caranya yang tidak jelas dalilnya agar kita semua selamat dunia dan akhirat. Untuk menyadarkan teman, jelaskan dengan dalil dan jangan lupa berdoa, karena kita hanya berusaha, sedang hati manusia ada di antara jari-jari Allah. 
 Wallahu a’lam.


Tidak ada komentar: