TAQWA DAN ULIL ALBAB
Oleh
: pak Agus Balung
Kita semua tahu, bahwa untuk mencapai tingkat
ketaqwaan tertentu, kita tidak bisa terlepas dari proses pembelajaran.
Dengan belajar seseorang menjadi paham. Dengan pemahaman itu, maka ia akan
menjadi yakin. Dengan keyakinan ia akan menjadi seorang yang beriman. Dan dengan keimanannya,
maka ia akan berproses menjadi taqwa.
Dengan demikian, ketaqwaan memiliki kaitan sangat erat dengan sikap pembelajaran
itu. Di dalam Al Qur’an, orang yang terus
belajar dari lingkungannya disebut sebagai ulul albab. Alias, orang
yang terus menerus menggunakan akalnya untuk memahami ayat-ayat Allah. Bukan
hanya ayat-ayat yang terdapat di dalam Al Qur’an melainkan juga yang terdapat
di alam semesta.
Ayat berikut ini misalnya, menunjukkan
bagaimana seorang ulul albab selalu belajar hikmah dari
ayat-ayat alam semesta atau yang kita kenal sebagai ayat-ayat kauniyah
itu. QS. Ali Imran (3): 190 – ‘’Sesungguhnya
dalam penciptaan langit
dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (pelajaran) bagi
orang-orang yang berakal (ulul albab).’’
Ada dua jenis pembelajaran yang
digambarkan dalam ayat tersebut. Yang pertama
adalah tentang benda-benda, diwakili oleh ‘langit dan bumi’. Dan yang kedua, adalah tentang peristiwa yang
diwakili oleh ‘silih bergantinya’ siang dan malam hari.
Artinya, seorang ulul albab adalah seorang pembelajar sejati terhadap segala
peristiwa dan benda-benda yang ada di sekitarnya. Tak ada yang terlewatkan,
karena semua itu adalah ilmu Allah yang dihamparkan dengan penuh hikmah.
Penekanan untuk selalu belajar itu
sedemikan kuatnya di dalam Al Qur’an, sehingga sampai ditegaskan berulang-ulang
dalam ratusan ayat. Mulai dari ayat-ayat yang sekedar bersifat informasi,
sindiran, perintah, sampai klaim penegasan bahwa untuk bisa belajar haruslah
menggunakan akal kecerdasan sebagai seorang ulul albab.
Ayat berikut ini, bahkan juga
memberikan penegasan bagi yang ingin belajar makna Al Qur’an, mau tidak mau
harus menjadi seorang ulul
albab.
Jika tidak, maka ia tidak akan bisa memetik
hikmah dari firman-firman Allah. Kenapa bisa demikian?
Karena, ayat-ayat Al Qur’an tidaklah
selalu mudah untuk dipahami. Ada yang mudah dan sederhana yang disebut sebagai
ayat muhkamat, dan ada yang
lebih sulit karena maknanya samar dan harus dipahami secara holistik dan
merujuk ke sains, yaitu ayat-ayat mutasyabihat
.
Hanya orang-orang yang menggunakan
akal saja yang bisa mengambil pelajaran darinya. Dialah sang ulul albab.
QS. Ali Imran (3): 7 – ‘’Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepadamu. Di
antara (isi)-nya ada ayat-ayat yang muhkamaat (jelas), itulah pokok-pokok isi
Alqur'an. Dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat (samar). Adapun orang-orang
yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian
ayat-ayat mutasyaabihaat untuk menimbulkan fitnah (dan) mencari-cari ta'wilnya.
Padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang
yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat mutasyaabihaat,
semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak bisa mengambil pelajaran (darinya) kecuali
orang-orang yang berakal
(ulul albab).’’
Maka tidak heran Rasulullah menangis
semalaman sampai matanya sembab ketika menerima wahyu tentang ulul albab itu. Yakni, wahyu QS. Ali Imran (3): 190-191.
Padahal, sepanjang hidup beliau
tidak pernah menerima wahyu sampai menangis sehebat itu. Sampai-sampai, Bilal
yang melihat kondisi beliau di waktu menjelang Subuh itu sangat mengkhawatirkan
keadaan Rasulullah, jangan-jangan beliau sakit. Tetapi dengan tersenyum beliau
menggelengkan kepala, dan menjelaskan bahwa beliau baru saja menerima wahyu
yang membuat jiwa beliau bergetar hebat. Lengkapnya, adalah sebagai berikut.
QS. Ali Imran : 190-191 – ‘’Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang hari terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (ulul albab), (yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk ataupun berbaring, dan
mereka bertafakur tentang
penciptaan langit dan bumi (sehingga memperoleh
kesimpulan): "Ya Tuhan kami, tidak ada yang sia-sia segala yang Engkau
ciptakan ini. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.’’
Kenapa Rasulullah sampai menangis
sehebat itu, padahal ayat tersebut bukanlah ayat yang menegur Nabi, atau ayat
yang menceritakan kesedihan. Bahkan, sebenarnya ayat itu adalah ayat ilmu
pengetahuan. Ayat yang mendorong setiap muslim untuk menjadi seorang ulul albab.
Ya, karena beliau adalah seorang
ulul albab sejati yang memiliki kemampuan memahami peristiwa dengan sangat
mendalam. Sehingga, ‘sentilan’ tentang penciptaan langit dan bumi itu tergambar
dengan sangat mengagumkan bagi beliau.
Apalagi ayat itu diwahyukan di
Madinah, dimana Rasulullah sudah mengalami perjalanan Isra’ Mi’raj menembus
dimensi langit ketujuh sampai di Sidratul Muntaha. Beliau seperti sedang
bernostalgia atas perjalanan fenomenal tersebut.
Selain itu, ayat ini menjadi
landasan yang sangat kokoh bagi umat Muhammad untuk meningkatkan kualitas
keimanannya menjadi bertaqwa. Cara paling hebat untuk mendekatkan diri bagi seorang
hamba kepada Tuhannya. Sehingga dalam sejumlah ayat, Allah menegaskan tidak
akan bisa memahami ayat-ayat Allah sebagai pembelajaran jika tidak menjadi
seorang ulul albab, sebagaimana disampaikan di atas.
Umat Islam harus menjadi umat yang ulul albab. Yang mengedepankan akal sehatnya dalam beragama.
Sehingga tidak gampang diakal-akali oleh siapa pun.
Inilah agama yang terus menerus
memberdayakan umatnya untuk menjadi orang-orang pintar, yang suka bekerja keras
dan bekerja cerdas, penuh keikhlasan dan kesabaran, serta mengorientasikan
hidupnya karena Allah semata.
Dengan cara ini, umat Islam akan
terhindar dari berbagai keburukan, dan bisa mencapai berbagai kebaikan dalam
kehidupannya. Meskipun, secara alamiah, tak jarang keburukan bisa terlihat
lebih mengesankan dan menarik hati.
Tetapi, karena seorang ulul albab adalah seorang pembelajar sejati yang memiliki kualitas
tinggi dalam memahami dan menganalisa masalah, maka insya Allah keputusan-keputusan
selalu dalam koridor petunjuk Allah Sang Maha Berilmu lagi Maha
Bijaksana.
Dalam QS. Al Maa-idah : 100, Allah
berfirman – ‘’Katakanlah: Tidak sama
yang buruk dengan yang baik, meskipun kebanyakan yang buruk itu menarik hatimu,
maka bertakwalah kepada
Allah hai orang-orang berakal,
agar kamu mendapat keberuntungan.’’
Semoga Allah membimbing kita
semua menjadi sang pembelajar sejati dalam kehidupan ini. Amin. Insya Allah.
Wallahua’lam bissawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar