BUATLAH FREKWENSI YANG BAIK, MAKA RESONANSINYA PASTI BAIK
Oleh : pak
Agus Balung
Didalam ilmu fisika,
Resonansi adalah proses bergetarnya suatu benda dikarenakan ada benda lain yang
bergetar. Hal ini terjadi dikarenakan suatu benda bergetar pada frekwensi yang
sama dengan frekwensi benda yang terpengaruhi.
Misalnya, apabila ada suatu gitar yang dipetik pada nada D, pasti dawai
ke-4 akan ikut bergetar juga.
Kenapa, karena dawai keempat
gitar biasanya bernada D juga, sehingga
karena kesamaan frekwensi ini, maka senar tersebut juga ikut bergetar walau
tidak disentuh.
Maka begitu juga dengan yang terjadi
pada alam semesta ini. Kesucian
akan meresonansi sesuatu yang suci. Kebaikan akan meresonansi segala
yang baik. Dan keburukan pun akan meresonansi segala keburukan. Itulah cara
kerja alam semesta yang kita sebut sebagai sunnatullah
itu. Maka, jika kita ingin memperoleh petunjuk dari kitab suci AlQur’an, maka hendaklah kita juga harus mensucikan diri.
Seluruh benda dan peristiwa di alam
semesta ini tak lebih dari getaran yang memiliki frekuensi. Benda kecil maupun
besar, peristiwa dekat maupun jauh semuanya adalah manifestasi dari getaran.
Maka, dalam sudut pandang ini, seluruh peristiwa yang terjadi di sekitar kita
adalah manifestasi dari komposisi getaran belaka.
Seluruh panca indera dan kinerja
otak kita pun bekerja berdasar getaran tersebut. Mata adalah indera yang
bekerja pada getaran cahaya tampak (sekitar 10^14 Hz), telinga bekerja pada
gelombang suara (20-20.000 Hz), demikian pula penciuman, peraba dan perasa,
adalah indera yang bekerja secara gelombang atau getaran pada ujung-ujung saraf
penginderaan yang diteruskan secara elektromagnetik ke pusat penginderaan di
otak kita.
Apalagi kalau kita berbicara tentang
informasi. Seluruh informasi yang berseliweran di alam semesta ini adalah
peristiwa-peristiwa yang berbasis pada getaran alias gelombang. Mirip dengan
terpancarnya gelombang televisi atau gelombang radio dari stasiun pemancar ke
alat penerimanya. Manusia adalah alat penerima gelombang, sedangkan berbagai
peristiwa alam adalah stasiun pemancarnya. Demikan pula, manusia bisa sebagai
pemancar dan manusia lainnya sebagai penerima. Termasuk juga, makhluk-makhluk
lainnya seperti binatang, tetumbuhan, bahkan makhluk gaib seperti malaikat dan
jin.
Mekanisme tertangkapnya gelombang
oleh penerima bisa digambarkan sebagai proses resonansi. Ambillah contoh
pendengaran kita. Saat kita mendengar suara, sebenarnya yang terjadi itu adalah
bergetarnya gendang telinga kita oleh gelombang suara yang memasuki lubang
telinga tersebut. Getaran suara yang menggetarkan gendang telinga itu lantas
diubah menjadi sinyal-sinyal elektromagnetik yang diteruskan oleh jaringan
saraf ke pusat pendengaran di otak. Maka, muncullah kesan informative
yang kita sebut sebagai mendengar.
Demikian pula dengan penglihatan,
penciuman, peraba, dan perasa. Meskipun sedikit berbeda, tetapi prinsip
dasarnya adalah sama, ‘menularkan’ getaran dari sumbernya ke jaringan saraf
kita dan kemudian diteruskan ke otak sebagai pusat penginderaan secara gelombang
elektromagnetik.
Maka, bagaimanakah agar transfer
informasi itu berjalan secara maksimum dan tidak memunculkan distorsi? Prinsip
dasarnya adalah menjadikan peralatan penerima getaran itu peka, sepeka-pekanya.
Gampang bergetar selembut apa pun sinyal getaran yang datang. Ibarat sebuah
membran supertipis yang bergetar ketika ada angin lembut melewatinya.
Salah satu mekanisme utamanya adalah
apa yang disebut sebagai resonansi itu. Yakni, bergetarnya sebuah benda
disebabkan oleh benda lain yang memiliki kesamaan frekuensi. Misalnya, dua alat
musik yang dijejerkan, salah satunya akan ikut bergetar dengan sendirinya
ketika alat musik yang lain sedang dimainkan. Kenapa bisa demikian? Ya, karena
alat-alat musik tersebut memiliki frekuensi yang sama dengan sumbernya,
sehingga getarannya ‘menular’ secara resonansi.
Contoh lainnya lagi adalah antara
stasiun radio dan pesawat radionya. Apa yang kita lakukan dengan menekan atapun
memutar tombol gelombang itu sebenarnya adalah dalam upaya untuk menyamakan
frekuensi antara radio kita dengan stasiun pemancar. Maka ketika frekuensi
gelombang keduanya sama, kita bisa mendengarkan berbagai informasi yang
dipancarkan oleh stasiun tersebut. Semakin tepat frekuensi, semakin tajam
suaranya, dan semakin lemah noise-nya. Tetapi, semakin tidak tepat
frekuensinya, akan semakin besar noise dan gangguan suaranya.
Begitu jugalah sebenarnya
proses-proses spiritual yang terjadi pada kita. Orang-orang yang mengotori
jiwanya dengan keburukan, sesungguhnya dia sedang membangkitkan gelombang
keburukan dalam hidupnya. Receiver alias peralatan penerima dalam
jiwanya bergetar dalam frekuensi yang tidak baik, maka jiwanya akan menangkap
sinyal-sinyal ketidak-baikan juga dari sekitarnya.
Sebaliknya, orang-orang yang menjaga
jiwanya selalu dalam kebaikan, sebenarnya dia sedang searching gelombang
kebaikan pula dari sekitarnya. Maka, resonansi yang terjadi adalah resonansi
kebaikan pula. Alam semesta ini berisi segala macam gelombang – baik dan buruk.
Tinggal, jiwa kita ini mau kita arahkan kemana, di gelombang itulah informasi
akan mengaliri jiwa kita. Persis dengan apa yang kita lakukan saat menyetel
radio.
Orang-orang yang sedang berpuasa
adalah mereka yang sedang berusaha searching gelombang kebaikan.
Orang-orang yang sedang berupaya untuk mensucikan dirinya. Maka, jika ia
berhasil mensucikannya, gelombang yang datang meresonansi jiwanya adalah
gelombang-gelombang kebaikan. Yang tidak baik tidak akan matching. Tidak
bisa meresonansi. Sekedar lewat tanpa menimbulkan efek bagi jiwanya. Sedangkan
yang gelombang baik, bakal menggetarkan radar jiwanya dan kemudian dikirim ke
pusat spiritualitas dalam dirinya.
QS. Asy Syams : 7-10, ‘’Demi jiwa beserta (proses)
penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu kefasikan dan
ketakwaannya. Sungguh, menanglah orang yang mensucikan jiwanya, dan sungguh
(bakal) merugi orang yang mengotorinya.’’
Jadi pensucian jiwa menjadi kunci
utama dalam mencapai kesuksesan spiritualitas kita. Sebaliknya, pengotoran jiwa
menjadi kunci utama atas kegagalan kita dalam beragama. Dengan mensucikan diri,
segala kebaikan akan datang dengan sendirinya. Dan membekas dalam jiwa kita.
Termasuk proses yang terjadi pada orang-orang yang sedang berpuasa Ramadan.
Semoga puasa yang baru saja kita
lakukan, menjadi sebuah upaya untuk menggetarkan kualitas spiritual kita
menjadi jauh lebih tinggi. Sehingga, dengan itu akan menghadirkan segala
kebaikan dalam kehidupan kita selanjutnya. Menjadi orang-orang yang memperoleh
resonansi cahaya dari petunjuk Ilahi.
Wallahu a’lam bissawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar