BESARNYA ENERGI RESONANSI AL QUR’AN
Oleh :
pak Agus Balung
Sebagaimana yang telah
disebutkan dalam tulisan terdahulu tentang Resonansi, yaitu yang secara
definitive resonansi dalam ilmu fiskia adalah : merupakan
proses bergetarnya suatu benda dikarenakan ada benda lain yang bergetar,
yan mana hal ini bisa terjadi
dikarenakan suatu benda bergetar pada frekwensi yang sama dengan frekwensi
benda yang terpengaruhi Maka begitu juga dengan Al Qur’an, dia mempunyai energy resonansi yang sangat
dahsyat. Berikut ini mari kita coba menggali dan mengkaji sedahsyat apa Energi
Resonansi yang ada dalam kitab suci Al Qur’an itu.
Energi resonansi yang ada dalam Al
Qur’an sangatlah besar. Sehingga, segala yang memiliki kesamaan frekuensi
dengannya akan bergetar hebat. Semakin presisi kesamaannya, semakin kecil noise-nya,
dan semakin dahsyat pula resonansi yang terjadi.
Sehingga, tidak heran, Allah sampai memberikan
perumpamaan tentang hancurnya gunung, ketika Al Qur’an diturunkan kepadanya.
Sebagaimana yang tersebut dalam Surah Al-Hasyr,
ayat : 21
‘’Kalau
sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan
melihatnya tunduk hancur berantakan disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan
perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir.’’
Kalimat penutup pada ayat di atas
sangatlah menarik: ...watilkal
amtsaalu nadlribuhaa linnaasi la’allahum yatafakkaruun – ‘’dan perumpamaan ini
Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir (secara ilmiah).’
Ya,istilah tafakkur di dalam al Qur’an bermakna berpikir secara ilmiah,
tentang segala ciptaan Allah. Sehingga melibatkan logika, rasionalitas, analisa
empirik, dan sebagainya secara obyektif. Berbeda dengan tadzakkur yang bermakna ‘merasakan’ kehadiran Allah,
secara subyektif.
Al Qur’an mengandung energi yang
sangat besar bagi siapa saja yang matching dengan frekuensinya. Bagi
gunung yang tidak berakal, energi Al Qur’an akan bersifat menghancurkannya
secara fisikal jika diresonansikan kepadanya. Karena, sesungguhnya energi Al
Qur’an itu bukan tersimpan di dalam tulisan-tulisannya – sehingga ada orang
yang menggunting lembaran Al Qur’an untuk menjadi jimat – melainkan tersimpan
di dalam maknanya. Hanya mereka yang faham secara maknawi saja yang akan
merasakan resonansinya. Semakin paham, semakin dahsyat pula getarannya.
Energi makna itu jika diturunkan
kepada makhluk berakal akan terserap sebagai potensi yang sangat besar, yang
bisa menghancurkan dunia, atau sebaliknya mensejahterakannya, bergantung pada
keimanan. Bagi mereka yang tidak beriman, atau apalagi ingkar, potensi yang
besar justru sangat membahayakan kehidupan. Sementara, bagi mereka yang
beriman, potensi yang besar itu akan sangat bermanfaat untuk membangun
kehidupan yang lebih baik. Yang rahmatan lil alamin.
Resonansi pada benda mati, yang
berasal dari sumber frekuensi super besar seperti itu, bisa sangat
membahayakan. Ibarat ada suara pesawat supersonik yang terbang rendah, bakal
menghancurkan kaca-kaca jendela dikarenakan kerasnya suara, yang disebut sonic
boom. Hal seperti ini, juga diinformasikan oleh Al Qur’an saat menceritakan
hancurnya kaum Tsamud. QS. Huud : 67. ‘’Dan
suara yang menggelegar menghancurkan orang-orang zalim itu (kaum Tsamud). Lalu
mereka mati bergelimpangan di kediamannya.’’
Maka, perumpamaan hancurnya gunung
itu adalah menunjukkan betapa besarnya energi yang tersimpan di dalam Al
Qur’an. Yang jika dikonsentrasikan bisa menjadi gelombang suara yang
menghancurkan secara fisikal, ataupun menghanguskan segalanya seperti terkena
cahaya laser. Tak ada benda mati yang sanggup menerima konsentrasi energi itu
secara fisikal. Bahkan, planet Bumi sekalipun.
QS. Ar Ra’d : 31 ‘’Dan sekiranya ada suatu bacaan (kitab
suci) yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat diguncangkan atau bumi jadi
terbelah, atau oleh karenanya orang-orang yang sudah mati dapat berbicara,
(niscaya itulah Al Quran). Sebenarnya segala urusan itu adalah milik Allah.
Maka tidakkah orang-orang yang beriman itu mengetahui bahwa seandainya Allah
menghendaki tentu Allah memberi petunjuk kepada manusia semuanya...’’
Berbeda dengan manusia, yang
memiliki akal kecerdasan, energi besar itu akan ‘tenggelam’ di dalam gelombang
informasi yang tersimpan di dalam makna ayat-ayat-Nya dan terserap dalam
potensi kejiwaan kita, yang kelak disalurkan dalam bentuk karya-karya yang
menyejahterakan kehidupan manusia beserta peradaban yang menyertainya. Atau,
bisa juga, menjadi penghancur kehidupan kita sendiri jika potensi semacam itu
berada di tangan orang-orang yang zalim.
Itulah sebabnya, badan Rasulullah
bergetar hebat ketika beliau menerima wahyu Al Qur’an yang berenergi sangat
besar itu. Resonansinya menggetarkan pusat kecerdasan spiritual beliau
sedemikian dahsyatnya. Dan itulah yang oleh Al Qur’an disebut sebagai fuaad, yang berfungsi
sebagai mata batin dalam berinteraksi spiritual, sebagaimana saya jelaskan pada
tulisan sebelumnya. Bahwa, fuaad
Rasulullah tidak mendustakan apa yang dilihatnya.
Kisah tentang gemetarnya Rasulullah
saat menerima wahyu itu terjadi pada saat beliau sedang di gua Hira’. Demikian
gemetar dan menggigilnya beliau, sehingga saat pulang kerumah minta diselimuti
oleh istrinya, Siti Khadijah. Sebuah rasa ketakutan dikarenakan resonansi
energi yang demikian dahsyat. Istilah ‘ketakutan’ ini juga digunakan untuk
menjelaskan gunung saat ia hancur berantakan, jika Al Qur’an itu diturunkan
kepadanya.
Gemetaran yang disebabkan oleh
turunnya energi spiritual itu memang bukan hanya menyentuh pusat kecerdasan di fuaad saja, melainkan lantas
merembet menggetarkan qalbu,
dan akhirnya sampai ke permukaan kulit. Artinya, seluruh tubuh akan bereaksi
menerima curahan potensi energi yang sangat besar itu.
QS. Az Zumar (39): 23. ‘’Allah telah menurunkan perkataan
yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (ayat-ayatnya) lagi
berulang-ulang. “Gemetar”
karenanya ”kulit” orang-orang
yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan ” hati” (qalbu) mereka di waktu
mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa
yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada
baginya seorang pemimpin pun.’’
Getaran energi makna yang masuk
secara spiritual dan kemudian merembet ke seluruh penjuru tubuh secara fisikal
itu akan menjadi tenang kembali ketika kita berdzikir kepada Allah. Mengingat
dan merasakan kehadiran Allah sebagai Sang Pemberi Petunjuk. Dan itu, dirasakan
oleh Rasulullah setelah beliau bisa ditenangkan oleh istrinya dan pendeta
Waraqah bin Naufal, yang meyakinkannya bahwa peristiwa itu adalah turunnya
wahyu dari Allah Sang Maha Agung.
Dengan turunnya energi makna yang
sedemikian dahsyat dari dalam firman-firman Allah itu, maka beliaupun menjadi seorang
manusia teladan yang mengubah dunia. Karya-karya dakwahnya memancarkan cahaya
yang terang benderang bagi peradaban manusia. Yang resonansinya, menyebabkan
umat Islam mencapai zaman keemasannya di abad-abad yang lalu.
Lantas kenapa sekarang umat Islam
mengalami kemunduran yang luar biasa dibandingkan zaman itu? Secara teori
resonansi, penjelasannya menjadi sangat sederhana. Dikarenakan, banyak diantara
kita yang tidak lagi teresonansi oleh kepribadian Rasulullah dan pancaran
energi Al Qur’an itu. Kenapa tidak teresonansi? Karena, frekuensi jiwa kita
tidak seperti Rasul. Beliau lembut, kita kasar. Beliau suka memaafkan, kita
suka mendendam. Beliau ikhlas, kita penuh pamrih. Beliau penuh kasih sayang,
kita penuh dengan amarah. Beliau berakhlak mulia, sedangkan akhlak kita
‘entahlah’..!
Mudah-mudahan Ramadhan yang baru
saja kita lewati mampu melembutkan
kembali frekuensi jiwa kita selembut Rasulullah, sehingga petunjuk Allah akan
meresonansi jiwa kita menjadi nafsul
muthmainnah, kualitas tertinggi seorang
manusia, yang membawa manfaat sebesar-besarnya buat lingkungannya.
Wallahu a’lam bissawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar