Oleh : pak Agus Balung
Suatu ketika, Al-Qamah
bertanya kepada Ibnu Mas’ud perihal siapa saja yang telah menemani Rasul
untuk menemui bangsa jin (baca: untuk berdakwah). Saat itu, Ibnu Mas’ud
menjelaskan bahwa suatu malam, para sahabat pernah tidak melihat Rasulullah
saw. Setelah dicari, Rasul tetap tidak kelihatan. Para sahabat pun sangat
khawatir. Apalagi, saat itu kaum kafir Quraisy sedang gencar-gencarnya
melancarkan tipu muslihat untuk mencelakakan Nabi saw. Mereka mengira, beliau
telah diculik kaum kafir Quraisy. Sepanjang malam, para sahabat dilanda
kegelisahan dan perasaan yang tidak menentu. Mereka tidak bisa tidur karena
menunggu kabar tentang keberadaan Rasulullah.
Nabi berdakwah kepada bangsa jin,
mungkinkah? Ya, dalam berdakwah, Nabi tidak saja didatangi para jin
muslim, tapi juga kerapkali mendatangi tempat jin berkumpul.
Menjelang pagi hari, mereka melihat
Rasulullah muncul dari arah gua Hira. Melihat kedatangan Rasulullah tersebut,
serentak para sahabat sangat lega dan gembira. Mereka kemudian mengabarkan
kepada Rasulullah ihwal kegelisahan mereka selama semalam suntuk karena tak
melihat beliau.
Mereka pun melontarkan kekhawatiran
mereka perihal keselamatan Nabi saw dan kemungkinan-kemungkinan buruk yang
mereka perkirakan bakal menimpa Rasul. Mereka merasa bersyukur, karena Nabi
yang mereka cintai ternyata tidak mengalami peristiwa seperti yang mereka
khawatirkan.
Rasul dapat memahami kekhawatiran
para sahabatnya itu. Beliau pun kemudian menjelaskan tentang apa sebenarnya
yang telah terjadi kepada dirinya, “Sesungguhnya para mubaligh dari bangsa jin
telah datang menemuiku. Maka, mereka kudatangi dan kemudian aku membacakan
ayat-ayat al-Qur’an untuk mereka.”
Untuk meyakinkan para sahabat
tentang apa yang beliau katakan, Rasulullah mengajak para sahabat menelusuri
jejak beliau. Pada jejak-jejak itu juga terdapat jejak para jin yang berkumpul
dan bekas api yang mereka bawa sebagai alat penerangan.
Menurut penafsiran Al-Suhaili
sebagaimana dilansir Abu Azka Fathin Mazayasyah dan Ummi Alhan
Ramadhan M dalam buku Bercinta Dengan Jin, jin yang masuk Islam
lewat bacaan ayat-ayat al-Qur’an yang diperdengarkan oleh Rasulullah semula
berasal dari agama Yahudi, yaitu pengikut Nabi Musa as.
Sementara Ibnu Salam memiliki
pandangan yang sama tentang hal itu. Ia menambahkan, peristiwa tersebut
berlangsung dalam masa tiga tahun sebelum ia hijrah ke Madinah. Juga sebelum
terjadinya peristiwa Isra Mi’raj.
Adapun mengenai jumlah jin yang
hadir saat itu, menurut Ibnu Ishak, ada tujuh jin saja. Ibnu Hatim
menjelaskan secara lebih spesifik lagi. Menurutnya, dari tujuh jin itu, tiga
jin berasal dari Haran dan empat jin dari Nashibin.
Menurut Al-Tsauri, yang diberitakan
oleh Ashim dan bersumber dari Zurr bahwa jin yang hadir itu
berjumlah sembilan jin. Sedangkan pendapat Al-Tsauri yang diriwayatkan Ikrimah,
jumlahnya melonjak secara fantastis, yaitu dua belas ribu jin.
Terlepas mana yang benar dari
jumlah-jumlah tersebut; yang jelas, pertemuan Rasulullah saw dengan bangsa jin
tiada lain adalah untuk mendakwahkan agama tauhid kepada mereka. Di antara para
jin yang pernah ikut mendengarkan dakwah Rasulullah saw tersebut, menurut Ibnu
Durair, adalah Syashir, Mashir, Munsyini, Masyie dan Al-Ahqag.
Dalam buku Laskar Api: Buku
Paling Pintar tentang Jin karya Ruqayyah Yaqubi disebutkan bahwa ada
suatu malam yang disebut dengan istilah lailatul jin (malam jin).
Artinya, suatu malam di mana Rasulullah mendatangi para jin untuk berdakwah:
mengajarkan agama dan memperdengarkan ayat-ayat al-Qur’an. Istilah ini semakin
menegaskan bahwa ada hari-hari tertentu di mana Nabi akan mendatangi bangsa jin
untuk berdakwah.
Tempat jin yang didatangi Rasul
untuk berdakwah berbeda-beda: kadang gua, kadang pula pohon besar dan
sebagainya. Misalnya, seperti disebutkan Mazayasyah dan Ummi Alhan
Ramadhan M, bahwa suatu ketika Allah pernah mendatangkan kepada Nabi
sekelompok jin untuk belajar agama kepadanya. Konon, sebuah pohon besar
kemudian menawarkan dirinya kepada Nabi sebagai tempat berkumpulnya para jin
yang hadir tersebut. Para jin itu pun datang dan lalu belajar agama kepada
Nabi. Setelah itu, mereka segera kembali kepada kaumnya untuk menyampaikan apa
yang telah dipelajarinya dari Rasul.
Mengajak
Sahabat
Dalam dakwahnya kepada bangsa jin,
Nabi kerapkali mengajak sahabatnya untuk melihat apa yang dilakukannya
tersebut. Menurut Ibnu Mas’ud, suatu malam, Rasulullah saw pernah bersabda
kepada para sahabat, “Barangsiapa pada malam ini ingin mengetahui masalah
yang berkaitan dengan jin, maka ayo, ikutilah saya.”
Ternyata, tak ada seorang pun yang berani menyatakan kesediaannya untuk ikut
bersamanya. Biasanya, diamnya para sahabat itu bukan karena mereka takut atau
tidak mau mengikuti Nabi saw. Akan tetapi, mereka merasa segan kepadanya. Rasa
hormat dan sifat ingin memuliakan Nabi saw yang begitu besar menyebabkan mereka
tidak banyak bicara di hadapannya. Pada kesempatan itu, Ibnu Mas’ud
memberanikan diri untuk usul kepada Rasulullah. Ia menawarkan diri agar dapat
menyertainya. Akhirnya, Rasulullah saw mengajak Ibnu Mas’ud pergi menuju
dataran tinggi di kota Mekkah. Setelah sampai, ia membuat garis di tanah dengan
menggunakan jari kaki. Ibnu Mas’ud diperintahkan untuk duduk di garis itu.
Setelah ia duduk, kemudian Rasulullah saw berjalan menjauh dari tempat Ibnu
Mas’ud duduk.
Dari kejauhan, Ibnu Mas’ud masih dapat melihat Rasulullah dengan jelas. Ia
berhenti di suatu tempat dan kemudian membaca ayat-ayat al-Qur’an. Tak lama
kemudian, Ibnu Mas’ud melihat banyak orang mengerumuni Rasulullah saw. Ia tak
tahu dari mana arah datangnya mereka itu. Tiba-tiba saja mereka muncul dan
mengelilingi Rasulullah saw. Bersamaan dengan itu, Ibnu Mas’ud tidak bisa lagi
melihat tubuh Rasulullah dan bacaan al-Qur’an beliau sudah tak dapat didengar
olehnya.
Ketika penyampaian ayat-ayat al-Qur’an itu telah selesai dibaca Rasulullah,
Ibnu Mas’ud melihat orang-orang itu mulai pergi meninggalkan Rasulullah secara
bergerombol. Mereka tampak seperti mega yang berarak-arakan di atas langit. Namun,
ada satu kelompok lagi yang masih tetap tinggal bersamanya. Rasulullah terlihat
masih menyampaikan dakwah kepada sekelompok jin tersebut sampai fajar tiba.
Setelah itu, ia menyudahi pertemuan dan kembali mendekat ke arah Ibnu Mas’ud
yang masih setia duduk menunggu. Kepada Ibnu Mas’ud, Rasulullah bertanya,
“Lihatlah, apakah yang mereka kerjakan?” Ibnu Mas’ud menjawab, “Ya Rasulullah,
begitulah mereka.”
Mendengar jawaban Ibnu Mas’ud demikian, Rasulullah kemudian mengambil sebatang
tulang dan kotoran. Ia memberikannya kepada para jin yang masih menunggu di
situ sebagai bekal mereka. Setelah itu, ia bersabda, yang isinya melarang siapa
pun beristinja atau bersuci dengan menggunakan tulang dan kotoran.
Pada masa itu, di negeri gurun pasir, tulang hewan dan kotoran acap kali
menjadi kering-kerontang. Orang yang kurang hati-hati, bisa jadi akan mengambil
salah satunya sebagai alat untuk beristinja setelah membuang hadats besar atau
hadats kecil. Padahal, jika air tidak ditemukan, alat yang dibolehkan untuk
beristinja adalah batu.
Dalam riwayat lainnya dengan sumber yang sama, yaitu dari Ibnu Mas’ud,
dikatakan bahwa pada saat itu Ibnu Mas’ud sempat melihat dan mendengar ada jin
yang bertanya pada Rasulullah saw, “Siapa yang telah bersaksi bahwa engkau
adalah utusan Allah?”
Rasul kemudian menunjuk ke arah
sebuah pohon yang tumbuh di dekat situ, seraya balik bertanya, “Apakah jika
pohon yang berada di dekat kalian itu mau bersaksi bahwa aku adalah utusan
Allah, maka kalian akan ikut beriman?”
Bersamaan dengan itu, Ibnu Mas’ud
melihat tiba-tiba saja pohon itu menggerakkan cabang-cabangnya. Kemudian
Rasulullah bersabda kepada pohon itu, “Apakah kamu bersaksi bahwa aku
Rasulullah?” Pohon itu lalu mengeluarkan suara sebagai jawaban, “Ya. Aku
bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah saw.”
Demikian salah satu model dakwah Nabi kepada bangsa jin. Jadi, kadang Nabi
mendatangi para jin tersebut di sebuah tempat tertentu, seperti pohon besar,
gua, dan sebagainya; dan kadang pula mereka sendiri yang mendatangi Rasul untuk
belajar agama. Dalam dakwahnya itu, Nabi juga kadang mengajak sahabatnya dan
kadang pula sendirian. Yang jelas, apa yang dilakukan Rasul benar-benar sebuah
perjuangan yang sangat berat. Sebab, ia tidak saja berdakwah kepada manusia,
tapi juga kepada bangsa jin. Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah yang
mendapatkan syafaatnya di akhirat nanti! Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar