Minggu, 11 Agustus 2013

BUATLAH FREKWENSI YANG BAIK, MAKA RESONANSINYA PASTI BAIK



BUATLAH FREKWENSI YANG BAIK, MAKA RESONANSINYA PASTI BAIK

Oleh  :  pak Agus Balung

Didalam ilmu fisika, Resonansi adalah proses bergetarnya suatu benda dikarenakan ada benda lain yang bergetar. Hal ini terjadi dikarenakan suatu benda bergetar pada frekwensi yang sama dengan frekwensi benda yang terpengaruhi.  Misalnya, apabila ada suatu gitar yang dipetik pada nada D, pasti dawai ke-4 akan ikut bergetar juga.  Kenapa,  karena dawai keempat gitar biasanya bernada D juga,  sehingga karena kesamaan frekwensi ini, maka senar tersebut juga ikut bergetar walau tidak disentuh.

Maka begitu juga dengan yang terjadi pada alam semesta ini.  Kesucian akan meresonansi sesuatu yang suci. Kebaikan akan meresonansi segala yang baik. Dan keburukan pun akan meresonansi segala keburukan. Itulah cara kerja alam semesta yang kita sebut sebagai sunnatullah itu. Maka, jika kita ingin memperoleh petunjuk dari kitab suci AlQur’an, maka  hendaklah kita juga harus mensucikan diri.

Seluruh benda dan peristiwa di alam semesta ini tak lebih dari getaran yang memiliki frekuensi. Benda kecil maupun besar, peristiwa dekat maupun jauh semuanya adalah manifestasi dari getaran. Maka, dalam sudut pandang ini, seluruh peristiwa yang terjadi di sekitar kita adalah manifestasi dari komposisi getaran belaka. 

Seluruh panca indera dan kinerja otak kita pun bekerja berdasar getaran tersebut. Mata adalah indera yang bekerja pada getaran cahaya tampak (sekitar 10^14 Hz), telinga bekerja pada gelombang suara (20-20.000 Hz), demikian pula penciuman, peraba dan perasa, adalah indera yang bekerja secara gelombang atau getaran pada ujung-ujung saraf penginderaan yang diteruskan secara elektromagnetik ke pusat penginderaan di otak kita.

Apalagi kalau kita berbicara tentang informasi. Seluruh informasi yang berseliweran di alam semesta ini adalah peristiwa-peristiwa yang berbasis pada getaran alias gelombang. Mirip dengan terpancarnya gelombang televisi atau gelombang radio dari stasiun pemancar ke alat penerimanya. Manusia adalah alat penerima gelombang, sedangkan berbagai peristiwa alam adalah stasiun pemancarnya. Demikan pula, manusia bisa sebagai pemancar dan manusia lainnya sebagai penerima. Termasuk juga, makhluk-makhluk lainnya seperti binatang, tetumbuhan, bahkan makhluk gaib seperti malaikat dan jin.

Mekanisme tertangkapnya gelombang oleh penerima bisa digambarkan sebagai proses resonansi. Ambillah contoh pendengaran kita. Saat kita mendengar suara, sebenarnya yang terjadi itu adalah bergetarnya gendang telinga kita oleh gelombang suara yang memasuki lubang telinga tersebut. Getaran suara yang menggetarkan gendang telinga itu lantas diubah menjadi sinyal-sinyal elektromagnetik yang diteruskan oleh jaringan saraf ke pusat pendengaran di otak. Maka, muncullah kesan informative yang kita sebut sebagai mendengar.

Demikian pula dengan penglihatan, penciuman, peraba, dan perasa. Meskipun sedikit berbeda, tetapi prinsip dasarnya adalah sama, ‘menularkan’ getaran dari sumbernya ke jaringan saraf kita dan kemudian diteruskan ke otak sebagai pusat penginderaan secara gelombang elektromagnetik.

Maka, bagaimanakah agar transfer informasi itu berjalan secara maksimum dan tidak memunculkan distorsi? Prinsip dasarnya adalah menjadikan peralatan penerima getaran itu peka, sepeka-pekanya. Gampang bergetar selembut apa pun sinyal getaran yang datang. Ibarat sebuah membran supertipis yang bergetar ketika ada angin lembut melewatinya.

Salah satu mekanisme utamanya adalah apa yang disebut sebagai resonansi itu. Yakni, bergetarnya sebuah benda disebabkan oleh benda lain yang memiliki kesamaan frekuensi. Misalnya, dua alat musik yang dijejerkan, salah satunya akan ikut bergetar dengan sendirinya ketika alat musik yang lain sedang dimainkan. Kenapa bisa demikian? Ya, karena alat-alat musik tersebut memiliki frekuensi yang sama dengan sumbernya, sehingga getarannya ‘menular’ secara resonansi.

Contoh lainnya lagi adalah antara stasiun radio dan pesawat radionya. Apa yang kita lakukan dengan menekan atapun memutar tombol gelombang itu sebenarnya adalah dalam upaya untuk menyamakan frekuensi antara radio kita dengan stasiun pemancar. Maka ketika frekuensi gelombang keduanya sama, kita bisa mendengarkan berbagai informasi yang dipancarkan oleh stasiun tersebut. Semakin tepat frekuensi, semakin tajam suaranya, dan semakin lemah noise-nya. Tetapi, semakin tidak tepat frekuensinya, akan semakin besar noise dan gangguan suaranya.

Begitu jugalah sebenarnya proses-proses spiritual yang terjadi pada kita. Orang-orang yang mengotori jiwanya dengan keburukan, sesungguhnya dia sedang membangkitkan gelombang keburukan dalam hidupnya. Receiver alias peralatan penerima dalam jiwanya bergetar dalam frekuensi yang tidak baik, maka jiwanya akan menangkap sinyal-sinyal ketidak-baikan juga dari sekitarnya.

Sebaliknya, orang-orang yang menjaga jiwanya selalu dalam kebaikan, sebenarnya dia sedang searching gelombang kebaikan pula dari sekitarnya. Maka, resonansi yang terjadi adalah resonansi kebaikan pula. Alam semesta ini berisi segala macam gelombang – baik dan buruk. Tinggal, jiwa kita ini mau kita arahkan kemana, di gelombang itulah informasi akan mengaliri jiwa kita. Persis dengan apa yang kita lakukan saat menyetel radio.

Orang-orang yang sedang berpuasa adalah mereka yang sedang berusaha searching gelombang kebaikan. Orang-orang yang sedang berupaya untuk mensucikan dirinya. Maka, jika ia berhasil mensucikannya, gelombang yang datang meresonansi jiwanya adalah gelombang-gelombang kebaikan. Yang tidak baik tidak akan matching. Tidak bisa meresonansi. Sekedar lewat tanpa menimbulkan efek bagi jiwanya. Sedangkan yang gelombang baik, bakal menggetarkan radar jiwanya dan kemudian dikirim ke pusat spiritualitas dalam dirinya.

QS. Asy Syams : 7-10, ‘’Demi jiwa beserta (proses) penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu kefasikan dan ketakwaannya. Sungguh, menanglah orang yang mensucikan jiwanya, dan sungguh (bakal) merugi orang yang mengotorinya.’’

Jadi pensucian jiwa menjadi kunci utama dalam mencapai kesuksesan spiritualitas kita. Sebaliknya, pengotoran jiwa menjadi kunci utama atas kegagalan kita dalam beragama. Dengan mensucikan diri, segala kebaikan akan datang dengan sendirinya. Dan membekas dalam jiwa kita. Termasuk proses yang terjadi pada orang-orang yang sedang berpuasa Ramadan.

Semoga puasa yang baru saja kita lakukan, menjadi sebuah upaya untuk menggetarkan kualitas spiritual kita menjadi jauh lebih tinggi. Sehingga, dengan itu akan menghadirkan segala kebaikan dalam kehidupan kita selanjutnya. Menjadi orang-orang yang memperoleh resonansi cahaya dari petunjuk Ilahi. 

 Wallahu a’lam bissawab.

Tidak ada komentar: