Oleh :
pak Agus Balung
“Katakanlah, tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib kecuali Allah”. (QS. An-Naml: 65).
Definisi
Ghaib
Ghaib secara bahasa adalah sesuatu
yang tidak tampak. Sedangkan ghaib menurut istilah adalah sesuatu yang tidak
tampak oleh panca indra tapi ada dalil tertulis yang menjelaskan akan
keberadaannya. Apabila ada dalil yang jelas dari ayat atau hadits yang shahih
akan keberadaan sesuatu yang ghaib itu lalu diingkari, maka pengingkaran itu
bisa menjadikan pelakunya kafir. Karena dia telah mengingkari bagian dari
ajaran agama yang penting.
Misalnya keberadaan makhluk Allah
yang bernama jin. Allah telah menginformasikan kepada kita semua akan
keberadaan jin di dalam al-Qur’an, bahkan salah satu dari surat al-Qur’an ada
yang bernama surat jin, yaitu surat ke 72.
Allah berfirman, “Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.
(Adz-Dzariyat: 56).
Begitu juga dalam hadits Rasulullah
telah bersabda: “Malaikat diciptakan
dari cahaya, dan jin diciptakan dari nyala api, dan Adam diciptakan dari apa
yang telah dijelaskan kepada kalian (tanah)”. (HR. Muslim).
Dalam ayat dan hadits di atas dijelaskan bahwa Allah telah menciptakan jin sebagaimana Dia telah menciptakan manusia dan malaikat. Berarti keberadaan jin tidak boleh kita ingkari, walaupun kita tidak bisa melihat wujud dan keberadaan mereka, sebagaimana yang ditegaskan oleh Allah “Sesungguhnya ia (iblis) dan teman-temannya melihat kamu (manusia) dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka”. (QS. Al-A’raf: 27).
Oleh sebab itu makhluk Allah yang
bernama jin itu dikategorikan sebagai makhluk ghaib, yang informasi
keberadaannya ada dalam nash (teks), tapi kita tidak bisa melihatnya dengan
panca indra kita.
Al-Quran sendiri telah menyebutkan kata “ghaib” kurang lebih sebanyak 56 kali. Dan di permulaan surat al-Baqarah, Allah meyebutkan salah satu dari karakter orang-orang yang bertaqwa adalah, orang-orang yang beriman kepada yang ghaib. “Alif Lam Mim. Kitab al-Qur’an ini tidak ada keraguan di dalam padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib...”. (QS. Al-Baqarah: 1-3).
Ayat tersebut sebagai dalil akan
pentingnya mengetahui hal yang ghaib secara benar, lalu mempercayainya dan
menjadikannya sebagai pilar-pilar keimanan. Kalau kita salah dalam memahami hal
yang ghaib, berarti salah pula pilar iman yang kita miliki.
Maka dari itu untuk memahami hal
yang ghaib kita membutuhkan referensi yang valid dan akurat, agar tidak
menghasilkan pemahaman yang salah dan menyimpang. Dan referensi itu bernama
al-Qur’an dan al-Hadits.
Seorang ahli tafsir yang bernama
Abul ‘Aliyah berkata, “Yang dimaksud dengan ghaib pada ayat tersebut adalah
Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, dan Hari akhir,
Surga dan Neraka-Nya, pertemuan dengan-Nya serta hari kebangkitan dan kehidupan
setelah kematian”. (Tafsir Ibnu Katsir: 1/ 45).
Dan kalau kita kalkulasi jumlah prosentase hal
yang ghaib di sekitar kita terutama masalah akidah, maka akan kita dapatkan
prosentase hal yang ghaib dan harus kita percayai akan lebih banyak jumlahnya
dari pada yang nyata. Tapi karena keberadaannya ada dalam al-Qur’an dan
disebutkan Rasulullah dalam haditsnya yang shahih, maka kita sebagai orang yang
beriman dan bertaqwa harus mempercayainya dan meyakini dengan seyakin-yakinya
tanpa keraguan sedikitpun.
Jadi, kita tidak boleh bicara
tentang suatu yang ghaib hanya berdasarkan akal pikiran belaka, atau bersumber
dari bisikan-bisikan ghaib, mimipi-mimpi, atau mitos-mitos yang berekembang.
Kesemuanya itu harus kita filter dengan syari’at Islam. bila sesuai dan
disahkan oleh syariat, berarti kita terima dan kita jadikan sebagai pilar
keimanan. Tapi bila menyimpang dari syari’at atau bertolak belakang, maka harus
kita tolak kebenarannya.
Masalah ghaib tidak hanya seputar kehidupan
jin dan syetan sebagaimana yang banyak diekspos oleh media massa akhir-akhir
ini. Karena jin dan syetan hanya bagian kecil dari masalah keghaiban yang
sangat luas cakupannya. Kita belum pernah melihat suratan taqdir kita dalam
mengarungi kehidupan di dunia ini, tapi kita harus percaya akan adanya taqdir
yang telah digariskan Allah untuk kita, yang baik maupun yang buruk.
Begitu juga dengan umur kita, Allah telah
menentukan batasannya dan kita harus mempercayainya, walaupun kita belum tahu
berapa lama ketentuan umur kita.
Dan masih banyak hal yang berkaitan
dengan kehidupan kita, yang termasuk kategori ghaib karena tidak bisa kita
indra dengan panca indra kita. “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua
yang ghaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia
mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun
yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula). Dan tidak jatuh sebutir biji pun
dalam kegelapan bumi dan tiada suatu pun yang basah dan kering, melainkan tertulis
dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)”. (QS. Al-An’am: 59).
Jenis keghaiban dalam kehidupan kita
Secara umum jin itu seperti manusia, mereka tidak mengetahui hal yang ghaib sebagaimana manusia. Kelemahan itu diakui sendiri oleh jin, “Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui apakah keburukan yang dikehendaki bagi orang yang di bumi, ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan bagi mereka”.(QS. Al-Jin: 10).
Keghaiban
yang ada dalam kehidupan kita ada empat jenis, sebagian bisa diketahui oleh
jin dan manusia dengan usaha-usaha mereka, dan sebagian lain tidak bisa
dijangkau oleh mereka. Ragam dari keghaiban itu sebagai berikut:
1. Al-Ghaibul Madhi (Ghaib karena sudah berlalu),
yaitu segala sesuatu atau kejadian
yang terjadi pada zaman dahulu, yang mana kita tidak hidup sezaman dengannya
sehingga kita tidak bisa melihat keberadaannya. Sebenarnya keghaiban jenis ini
bukan suatu ghaib yang tidak bisa diindra, tetapi karena keterbatasan indra
kita untuk melihatnya dan karena berlalunya waktu, akhirnya masuk kategori
ghaib.
Keghaiban jenis ini bisa ditembus oleh jin dan kroninya, ataupun manusia itu sendiri. Misalnya, telah terjadi perang Diponegoro dan pasukannya melawan penjajah Belanda. Bagi orang yang lahir setelah kemerdekaan negeri ini 1945, perang Diponegoro adalah kejadian yang ghaib, karena kejadian itu terjadi beberapa tahun silam. Kita sebagai manusia yang lahir setelah Tahun 1945 bisa melihat kejadian perang tersebut dengan melihat film dokumenter atau baca sejarahnya.
Keghaiban jenis ini bisa ditembus oleh jin dan kroninya, ataupun manusia itu sendiri. Misalnya, telah terjadi perang Diponegoro dan pasukannya melawan penjajah Belanda. Bagi orang yang lahir setelah kemerdekaan negeri ini 1945, perang Diponegoro adalah kejadian yang ghaib, karena kejadian itu terjadi beberapa tahun silam. Kita sebagai manusia yang lahir setelah Tahun 1945 bisa melihat kejadian perang tersebut dengan melihat film dokumenter atau baca sejarahnya.
2. Al-Ghaibul Hadhir (Ghaib yang terjadi sekarang),
yaitu segala sesuatu yang ada atau
kejadian yang terjadi pada zaman sekarang tapi ghaib bagi kita. Karena jauhnya
kejadian dari posisi kita atau karena pandangan kita terhalang untuk bisa
mengetahui kejadian itu.
Keghaiban jenis ini bisa dijangkau oleh jin ataupun manusia. Misalnya, ada seseorang yang datang ke dukun untuk mencari solusi dari permasalahan hidup yang menghimpitnya (usaha ini dilarang oleh Islam). Begitu orang itu masuk rumah dukun, si dukun langsung menebak dan membeberkan maksud orang tersebut sebelum orang tadi berkata sepatah katapun. Padahal orang tadi rumahnya sangat jauh dengan tempat tinggalnya dukun, tapi apa yang dikatakan dukun ternyata persis dan tidak melenceng.
Janganlah heran dengan fenomena itu, karena jin piaraan dukun telah bertanya atau diberitahu oleh jin qarin (pendamping) orang tersebut. Lalu dibisikkan ke telingan dukun, dan dukun pun nyerocos menebak maksud dari pasiennya yang datang. Bisa juga dengan cara yang sederhana, yaitu dukun tersebut mencari informasi dari orang bayarannya, atau para intel yang telah disebarnya seputar maksud dari pasien yang datang melalui telepon rumah atau HP nya.
Keghaiban jenis ini bisa dijangkau oleh jin ataupun manusia. Misalnya, ada seseorang yang datang ke dukun untuk mencari solusi dari permasalahan hidup yang menghimpitnya (usaha ini dilarang oleh Islam). Begitu orang itu masuk rumah dukun, si dukun langsung menebak dan membeberkan maksud orang tersebut sebelum orang tadi berkata sepatah katapun. Padahal orang tadi rumahnya sangat jauh dengan tempat tinggalnya dukun, tapi apa yang dikatakan dukun ternyata persis dan tidak melenceng.
Janganlah heran dengan fenomena itu, karena jin piaraan dukun telah bertanya atau diberitahu oleh jin qarin (pendamping) orang tersebut. Lalu dibisikkan ke telingan dukun, dan dukun pun nyerocos menebak maksud dari pasiennya yang datang. Bisa juga dengan cara yang sederhana, yaitu dukun tersebut mencari informasi dari orang bayarannya, atau para intel yang telah disebarnya seputar maksud dari pasien yang datang melalui telepon rumah atau HP nya.
3. Al-Ghaibul Istintaji (Ghaib yang bisa diprediksi),
yaitu suatu kejadian yang belum terjadi, tapi
bisa diketahui hasilnya dari pengamatan dan analisa atas fenomena, lalu ditarik
kesimpulannya sesuai hukum sebab akibat. Dikategorikan ghaib karena hal itu
belum terjadi. Tapi kalau sudah terjadi sesuai yang diprediksikan atau tidak,
hal tersebut bukan ghaib lagi.
Keghaiban jenis ini juga bisa ditembus oleh jin, ataupun manusia biasa. Karena keghaiban ini berkaitan erat dengan hukum alam sebab akibat yang sudah diciptakan oleh Allah. Misalnya, orang yang normal kesehatannya dan pada suatu malam dia dia tidak tidur semalam suntuk. Kemudian ada temannya mengatakan, “Besok pagi kamu pasti ngantuk deh”. Setelah paginya datang, ternyata orang tersebut ngantuk berat. Dalam hal ini bukan berarti temannya tadi tahu sesuatu yang akan terjadi (ghaib), tapi itu adalah hasil dari sebab yang ada, yang secara sunnatullah akan berakibat seperti itu.
Jadi, ngantuk yang akan dialami orang yang bergadang semalaman itu adalah hal yang ghaib, karena belum terjadi dan hasilnya belum bisa dilihat oleh mata kita. Tapi setelah rasa ngantuk betul-betul menyerang orang tersebut, maka terbuktilah apa yang diucapkan temannya tadi. Walaupun bisa saja orang yang bergadang tadi melakukan suatu aktifitas atau minum ramuan tertentu yang bisa menahan rasa kantuk atau menghilangkannya, untuk mematahkan kesimpulan yang telah diambil oleh temannya.
Keghaiban jenis ini juga bisa ditembus oleh jin, ataupun manusia biasa. Karena keghaiban ini berkaitan erat dengan hukum alam sebab akibat yang sudah diciptakan oleh Allah. Misalnya, orang yang normal kesehatannya dan pada suatu malam dia dia tidak tidur semalam suntuk. Kemudian ada temannya mengatakan, “Besok pagi kamu pasti ngantuk deh”. Setelah paginya datang, ternyata orang tersebut ngantuk berat. Dalam hal ini bukan berarti temannya tadi tahu sesuatu yang akan terjadi (ghaib), tapi itu adalah hasil dari sebab yang ada, yang secara sunnatullah akan berakibat seperti itu.
Jadi, ngantuk yang akan dialami orang yang bergadang semalaman itu adalah hal yang ghaib, karena belum terjadi dan hasilnya belum bisa dilihat oleh mata kita. Tapi setelah rasa ngantuk betul-betul menyerang orang tersebut, maka terbuktilah apa yang diucapkan temannya tadi. Walaupun bisa saja orang yang bergadang tadi melakukan suatu aktifitas atau minum ramuan tertentu yang bisa menahan rasa kantuk atau menghilangkannya, untuk mematahkan kesimpulan yang telah diambil oleh temannya.
Ketiga
jenis keghaiban diatas sering juga disebut dengan ghaib nisbi atau semu dan
relatif, karena sebenarnya tidak masuk dalam
kategori ghaib. Hanya karena keterbasan indra manusia saja, akhirnya tidak bisa
menembus dimensi ruang dan waktu. Tapi dengan cara-cara tertentu manusia
terkadang bisa juga untuk mengetahui keghaiban yang nisbi, entah itu dengan
menggunakan peralatan teknologi modern atau dengan cara mistik dan sihir.
Apalagi jin, yang memang struktur tubuhnya berbeda dengan manusia dan bisa
bergerak cepat, lebih cepat dari gerakan manusia. Maka sangatlah mudah bagi
mereka untuk menembus tiga jenis keghaiban di atas.
4. Al-Ghaibul Muthlaq (Ghaib yang benar-benar ghaib),
atau sering juga disebut dengan Ghaib
Hakiki. Yaitu, sesuatu yang ada atau peristiwa yang betul-betul terjadi, tapi
panca indra kita tidak mampu menjangkau keberadaannya atau menangkap kronologi
kejadiannya. Misalnya, Allah itu ada, tapi panca indra kita tidak pernah bisa
melihat keberadaannya. Manusia dengan alat secanggih apapun tidak akan bisa
melihat keberadaan Allah. Begitu juga jin, dengan cara apapun mereka tidak akan
bisa melihat Allah.
Keghaiban jenis ini hanya diketahui oleh Allah, tidak ada seorang pun dari makhluk-Nya yang bisa mengetahuinya, kecuali para Rasul yang telah diberi wahyu tentang keghaiban tersebut. Atau malaikat yang diberi amanah untuk menyampaikan wahyu itu kepada para Rasul-Nya. Termasuk keghaiban yang tidak diketahui jin adalah datangnya ajal pada seseorang.
Misalnya, kematian Nabi Sulaiman.
Keghaiban jenis ini hanya diketahui oleh Allah, tidak ada seorang pun dari makhluk-Nya yang bisa mengetahuinya, kecuali para Rasul yang telah diberi wahyu tentang keghaiban tersebut. Atau malaikat yang diberi amanah untuk menyampaikan wahyu itu kepada para Rasul-Nya. Termasuk keghaiban yang tidak diketahui jin adalah datangnya ajal pada seseorang.
Misalnya, kematian Nabi Sulaiman.
Allah berfirman, “Maka
tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan
kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka
tatkala ia telah tersungkur, jin baru mengetahuinya. Kalau sekiranya mengetahui
hal yang ghaib tentulah mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan”. (QS.
Saba’: 14).
Keghaiban yang hanya diketahui oleh Allah
Banyak sesuatu yang belum bisa kita
tangkap dengan indra kita di bumi tempat kita berpijak. Yang mana masih menjadi
suatu misteri dalam kenidupan kita. Apalagi dengan sesuatu yang ada di langit
atau kejadian-kejadian yang terjadi di sana. Memang banyak hal ghaib yang belum
diberitahukan oleh Allah kepada kita, atau tidak akan diberitahukan kepada kita
maupun makhluk lainnya termasuk jin. maka dari itu Rasulullah sendiri sebagai
manusia yang paling sempurna dan paling dekat kepada Allah Dzat yang Maha
mengetahui kunci-kunci keghaiban telah menyatakan:
“Katakanlah (wahai Muhammad): “Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya akau mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan yang sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan tertimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman”. (QS. Al-A’raf: 188).
“Katakanlah (wahai Muhammad): “Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya akau mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan yang sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan tertimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman”. (QS. Al-A’raf: 188).
Inilah pengakuan Rasulullah bahwa dirinya
tidak mengetahui hal-hal yang ghaib kecuali yang sudah diberitahukan Allah
melalui wahyu yang diterimanya.
Banyak keghaiban yang tidak
diketahui oleh makhluk Allah, termasuk jin. diantaranya disebutkan Allah dalam
firman-Nya, “Sesungguhnya Allah, hanya ada pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang
hari Kiamat, dan Dialah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada
dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa
yang diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi
mana dia akan mati. sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
(QS. Luqman: 34).
Wallahu A’lam bis showab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar