Oleh : pak Agus Balung
Siapapun orangnya pasti pingin
tampil wah, pingin tampil beda dari yang
lain, bahkan tidak jarang banyak orang yang pingin punya kesaktian yang
melebihi orang awam, agar supaya kelihatan
beda banget dibandingkan dengan orang kebanyakan. Untuk memenuhi hasrat yang terakhir itu,
agar jadi sakti, tak segan segan orang melakukan syarat apa saja yang
ditentukan dalam proses belajar menunut ilmu tersebut. Banyak cara untuk
mendapatkan kesaktian itu, salah satunya ialah dengan Ilmu Hikmah.
Kalau berbicara tentang ilmu hikmah,
maka tak lepas dari peran “khodam”,
sebagaimana tulisan saya yang terdahulu, telah saya ketengahkan tentang
khodam jin dan khodam malaikat, dalam judul yang sama “KHODAM MALAIKAT Versus
KHODAM JIN” di blog ini juga. Nah,
berikut ini akan kita kupas lagi tentang
“khodam”, baik itu khodam jin
ataupun khodam malaikat.
KHODAM JIN
Barangkali karena terobsesi dengan kelebihan nabi
Sulaiman as, berupa mukjizat dari Allah yang membuat beliau mampu memerintah
bangsa jin untuk bekerja sesuai keinginannya. Sebagaimana firman Allah, “Dan
[Kami tundukkan pula kepada Sulaiman] segolongan setan-setan yang menyelam [ke
dalam laut] untuknya dan mereka mengerjakan pekerjaan selain itu, dan
Kami yang memelihara mereka”. Al Anbiya’ 82
Hingga banyak manusia ingin memiliki
kemampuan seperti Sulaiman as tersebut, yaitu menjadikan para jin sebagai
khodamnya atau perewangan atau pesuruhnya. Hingga maqom seseorang sering ditentukan oleh kemampuannya
dalam hal tersebut. Seseorang akan
menjadi semakin “KERAMAT” dan dianggap sebagai “WALI” bila
memiliki banyak pasukan jin, yang mampu membantunya untuk
mewujudkan keinginan hawa nafsunya, seperti : pamer kekuatan, pindah dari satu
tempat ke tempat lain dengan cepat, berjalan di udara atau di atas air atau di
atas daun, kekebalan, kekuatan ajaib,terawangan, bisa nebak ini, bisa nebak
itu, bisa bikin pagar ghaib, dan sebagainya, dan sebagainya.
Untuk hal tersebut, para pemburu
khodam jin mencarinya di negara-negara Timur Tengah, bahkan sampai daratan
Afrika. Keyakinan mereka, jin dari kawasan tersebut lebih hebat kemampuannya
dibanding jin-jin lokal. Kisah jin lampu Aladin betul-betul merasuk dalam jiwa ummat ini.
Ada perbedaan mendasar antara nabi
Sulaiman as dengan mukjizatnya, dan manusia biasa yang mengaku memiliki khodam
Jin. Perbedaannya yaitu: sang nabi, memerintah para jin, dimana para jin
harus taat dan patuh padanya tanpa syarat.
Sementara pada orang orang yang memiliki khodam jin, para jin mau membantu keinginan orang-orang
tersebut dengan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi, bila syaratnya
tidak dipenuhi atau ada yang kurang, maka bantuan tidak diberikan. Artinya,
orang tersebut harus memohon, merendahkan diri dan menghiba pada para jin
tersebut. Lantas, siapa yang pantas disebut sebagai tuannya…?, si pemilik khodam jin, atau jin itu sendiri
yang pantas disebut “tuan”.
Bila khodam jin-nya “jin muslim”
menurut pengakuan sementara orang, maka biasanya syaratnya adalah: orang
tersebut harus melakukan wirid-wirid
tertentu (yang tidak ada
tuntunan dari Rasulullah) seperti
misalnya, harus membaca al Fatehah 113 kali, ucapkan lafadz ALLAH 70 ribu kali,
baca surat Al ikhlas 1 juta kali tiap hari, tidak boleh kurang atau
ditambahi. Juga puasa yang menyimpang, seperti , puasa mutih, ngebleng (biasanya 3 hari 3 malam berada dalam ruang
gelap tak bercahaya sedikitpun, tidak boleh tidur, lalu didatangi sosok
misterius). ngrowot, patigeni puasa tidak boleh sahur, puasa 2 tahun
berturut-turut dsb. Atau dengan menulis ayat-ayat al Qur’an tetapi dibalik
(ayat sungsang), atau dipotong-potong perhuruf atau perkata lalu diletakkan
dalam kotak terpisah, ditambahkan huruf-huruf, angka-angka, lambang-lambang
misteri.
Sementara bila khodam jin-nya “jin kafir” maka maharnya adalah kemaksiatan yang mengerikan, seperti:
menyembelih binatang tanpa membaca bismillah, menginjak al Qur’an, menulis ayat
al Qur’an dengan darah atau sesuatu yang najis, menggauli ibu atau anak kandung
sendiri, dan lain lainya.
KHODAM MALAIKAT
Lalu ada pula sementara orang
yang mengaku mampu memiliki khodam dari
bangsa Malaikat. Muncullah nama-nama asing seperti: sayyid Ruufail, Kasfiyaail,
Jibrail, Samsamail, Sorfiyail, ‘an-yail, dll, adalah di antara nama
malaikat yang bisa dijadikan khodam menurut keyakinan mereka. Kitab panduan
mereka antara lain: Manba’u Ushulul-Hikmah [syarah Al Barhatiyah dan Al
Jaljalutiyah Al Kubro], juga kitab Syamsul Ma’arif al Kubro. Karya: Al Imam
Ahmad Ali Al Buny.
Benarkah ini semua…? Mungkinkah
mukjizat bisa dipelajari dan ditiru…?
Mungkinkah ada malaikat yang “nganggur”
hingga rela jadi khodam (pembantu)
manusia…?
Malaikat adalah mahluq yang mulia
“…tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang DIA perintahkan kepada mereka
dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (ALLAH)”. (At Tahrim: 6)
Mukjizat nabi Sulaiman as yang mampu
memerintah makhluq Allah seperti angin, bangsa jin dsb, ternyata tidak diberi
kekuasaan untuk memerintah bangsa Malaikat. Bahkan Rasulullah saw penghulu para
nabipun tidak punya wewenang atau kemampuan untuk memerintah malaikat apalagi
menjadikan malaikat sebagai khodam atau perewangan alias pembantunya.
Sementara ada manusia biasa, bukan
nabi bukan rasul, mengaku memiliki khodam malaikat, dengan cara mengamalkan
wirid-wirid tertentu untuk memamnggil para malaikat dan menundukkannya…
Apa orang-orang macam ini lebih
mulia dari para nabi dan rasul…? Hingga mereka memiliki kelebihan melebihi nabi
dan rasul…?.
Mungkinkah…?
Lantas siapakah yang hadir menemui
orang-orang tersebut, yang mengaku sebagai malaikat itu…?
Al Qur’an mengungkap rahasianya,
“Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Allah mengumpulkan mereka semuanya, kemudian
DIA berfirman kepada para malaikat, Apakah kepadamu mereka telah menyembah…?”.
Para malaikat itu menjawab, Maha Suci Engkau, Engkaulah Pelindung kami, bukan
mereka. Bahkan mereka telah menyembah JIN, kebanyakan mereka percaya kepada jin
itu”. Saba’: 40-41
Bila tujuannya untuk kebaikan, boleh
aja…benarkah,,,?
Memang ada perdebatan tentang ini,
namun sebagai seorang yang bertaqwa dan ingin menjaga hati dan kebersihan
aqidah, kita semestinya membebaskan diri dari berteman dengan makhluq Allah
yang satu ini. Mereka ada yang baik, namun yang jahat dan penipu tidaklah
sedikit.
Kaidah Usul Fiqih memberikan
patokan: Dar-ul mafaasid muqadamun ‘ala jalbil-mashaalih , artinya:
menghindarkan diri dari keburukan dikedepankan daripada mengambil suatu
manfaat.
Contoh: minuman keras ada
manfaatnya, namun bahayanya banyak, maka tidak boleh mengkonsumsinya dengan
alasan karena ada manfaatnya, menghindari bahaya lebih diutamakan.
Renungkan firman Allah dalam surat
Al Jin , ayat 6, insya Allah kita akan
menemukan jawabannya.
Wallahu a’lam bishshawab
Kamu kalau ngomong jgn berlebihan, ya mmg hal itu gk ada tuntutan nabi, tp bkn berarti tdk blh d lakukan, selama hal itu dpt berdampak baek.
BalasHapusAssalammualaikum...ya monggo saja, silahkan mas Taib, toh tidak ada yang melarang...
BalasHapusSalam silaturahimn selalu, mari kita saling menjaga ukhuwah dengan saling menghargai setiap perbedaan.
Wassalammualaikum
Tinggal pilih,mau yang haq atau yang batil. Hitung hitungannya nanti di padang masyar
BalasHapusBetul, setuju sekali bang @Anonim
HapusTiada Tuhan yang patut di sembah kecuali Alloh, dan Nabi Muhammad adalah utusannya ...
BalasHapus